Puisi: Catatan-Catatan Kecil (Karya Dimas Indiana Senja)

Puisi ini merupakan karya yang penuh dengan keindahan bahasa dan simbolisme alam, menyoroti kompleksitas emosi dan keinginan untuk menyampaikan ...
Catatan-Catatan Kecil
Yang Kubuat Saat Purnama Menguning
Di Wajah Perempuan
(: Primadita Herdiani)


Malam limabelasan, angin datang dari selatan, mengempas 
semua yang mengantara rindu dan pertemuan; dedaunan, 
reranting, rerumputan, bayang-bayang pohon yang bergerak 
pelan, redup lampu jalan, juga seorang perempuan dengan 
puisi di matanya, rambutnya tergurai, angin terlihat senang 
sekali memain-mainkannya, mengajariku cara menghitung 
bintang-bintang yang jatuh dari setiap ujungnya, hingga aku 
terlupa kepada detik yang mendetak begitu pelan. Aku duduk
 
di antara sepi yang selalu mengajakku bercengkerama, 
tentang musim yang kadang terlambat datang, dan kalender 
yang selalu saja tanggal menyisakan sesal dan kenangan.

Ada sesisa mega tergurat di wajah semesta, menjelma 
tangan cahaya dari kejauan, menuliskan semacam doa di 
punggung waktu, agar pertemuan lebih indah dari puisi yang 
dibacakan di bawah sorot lampu, dan kilatan-kilatan kamera 
yang menjelma riuh. Ada sepotong tanya yang tersisa, 
tentang remang bayang yang tak mudah diterka, semacam 
isyarat dengan bahasa paling rahasia. Tetapi, tiba-tiba angin
 
menyuguhkan semacam senandung, semacam kidung, dan 
saut lirih suara itu muncul dari sebalik bukit di dada seorang 
perempuan, yang menjelma siluet sebab purnama tak mampu 
mengeja bahasa malam dengan bias sinarnya, 
sekalipun bintang gemintang membantunya memberi aba-aba lewat 
nyanyian jangkrik di sekitar pelataran sepi.

Aku masih duduk di antara bangku-bangku yang mengajariku 
memilih diam, isyarat yang tak mudah diterjemah, sebab 
waktu akan segera tanggal, luruh terhempas angin, seperti 
daun-daun yang berguguran, dan berserak di halaman 
ingatan. Jarak begitu angkuh, mengantara sorot mata 
perempuan yang menunjam debar di dadaku, dan dingin lantai yang 
membuat tubuhku gigil. Detik membatu, tak ada puisi yang
 
bisa kubaca, tak ada tembang yang bisa kudendang, selain 
kecemasan-kecemasan kecil saat diam-diam aku mencuri 
purnama yang menguning di wajah perempuan. Dan catatan 
ini adalah sepotong doa yang kueram di rahim malam, dan 
kelak, akan terlahir cerita paling puisi, dari tubuh sepi.


Pondok Pena, Yogyakarta, 2013

Analisis Puisi:
  1. Penggambaran Purnama sebagai Metafora Emosi: Puisi ini menggunakan gambaran purnama yang menguning di wajah perempuan sebagai metafora keadaan emosional yang kompleks. Purnama yang menguning menunjukkan rasa hangat, keintiman, dan keindahan yang dipancarkan oleh sosok perempuan dalam puisi.
  2. Simbolisme Alam: Penggunaan alam, seperti dedaunan, reranting, bayang-bayang pohon, dan bintang-bintang jatuh, menciptakan latar belakang yang memperkuat nuansa puisi dan menggambarkan keindahan dan kedalaman perasaan yang tercipta di tengah alam.
  3. Kesepian dan Pertemuan: Ada kesan tentang perasaan kesepian yang dihadapi penulis di antara perasaan yang tercipta oleh kehadiran perempuan yang terasa begitu dekat meskipun sebenarnya begitu jauh. Pertemuan yang diharapkan indah, namun ada rasa penyesalan yang tersisa di kalender waktu.
  4. Perasaan dan Keheningan: Terdapat perasaan akan pertemuan yang begitu dekat dan begitu jauh sekaligus. Keheningan menghadirkan atmosfir yang memberikan ruang untuk mengungkapkan kecemasan yang mendalam.
  5. Puisi sebagai Doa dan Harapan: Puisi ini menciptakan citra seakan mengeja doa, harapan, dan kegelisahan dalam kata-kata yang dipilih. Penggunaan bahasa metaforis menggambarkan keinginan yang mendalam, keinginan untuk terhubung dan mengungkapkan perasaan.
  6. Penyesalan dan Cinta yang Tersirat: Ada penyesalan yang terselip di antara keindahan puisi ini, yang memperlihatkan rasa cinta dan keinginan untuk mengekspresikan perasaan, namun ada hambatan yang tidak terucapkan.
Puisi ini merupakan karya yang penuh dengan keindahan bahasa dan simbolisme alam, menyoroti kompleksitas emosi dan keinginan untuk menyampaikan perasaan. Penggunaan purnama yang menguning di wajah perempuan sebagai metafora keadaan emosi menunjukkan keindahan dan kehangatan dalam kegelisahan penulis dalam mencari makna dan perasaan yang tersembunyi di dalam hati.

Puisi: Catatan-catatan Kecil yang Kubuat Saat Purnama Menguning di Wajah Perempuan
Puisi: Catatan-catatan Kecil yang Kubuat Saat Purnama Menguning di Wajah Perempuan
Karya: Dimas Indiana Senja
© Sepenuhnya. All rights reserved.