Puisi: Jalan Tuntang (Karya Piek Ardijanto Soeprijadi)

Puisi "Jalan Tuntang" membangkitkan nostalgia dan memperlihatkan keindahan serta kerumitan hubungan antara masa lalu dan masa kini.
Jalan Tuntang

Mendung tebal menjemputku
mengucapkan selamat datang
ketika aku sampai ke jalan tuntang
yang masih seperti dulu juga
lengang menjelang senja.

Kuperlambat langkahku
menatapi pepohonan
tepi jalan tambah tua
menggoyangkan rerantingnya
menyampaikan salam.

Gerimis luruh menyapu debu
di jalan ini pernah juga luruh rinduku
pada perawan ayu yang kini
mungkin sudah punya menantu
bila dulu kami jadi berumah tangga.

Kuusap-usap jalan beraspal dengan sepatuku
barangkali masih menyimpan bekas
telapak kaki kami berdua
di jalan ini kami sadap malam
dan hatiku kulabuhkan padanya.

Mungkinkah kabut tipis itu
bisa menghapus kenangan di jalan ini
ketika kugandeng gadis menggelitiki hati
waktu aku masih jejaka
dan sekarang entah di mana dia.

Solo, 1984

Analisis Puisi:

Puisi "Jalan Tuntang" karya Piek Ardijanto Soeprijadi adalah refleksi tentang nostalgia, perubahan, dan perjalanan waktu.

Tema Nostalgia: Puisi ini menciptakan suasana nostalgia yang kuat melalui deskripsi tentang tempat yang dikenal sejak dulu, yakni Jalan Tuntang. Penyair menggambarkan pengalamannya kembali ke tempat tersebut dengan mendung yang tebal, memicu serangkaian kenangan yang kembali muncul.

Deskripsi Alam: Penyair menggunakan elemen alam seperti mendung, pepohonan, dan gerimis untuk menciptakan suasana yang khas dan membangkitkan ingatan akan masa lalu. Alam di sekitar Jalan Tuntang menjadi bagian integral dari suasana nostalgia yang dirasakan.

Perubahan dan Perjalanan Waktu: Puisi ini menggambarkan perubahan yang terjadi seiring berjalannya waktu. Meskipun Jalan Tuntang masih sama dengan yang dulu, namun banyak hal telah berubah. Pengalaman masa lalu dengan seorang perawan ayu yang mungkin sekarang telah memiliki keluarga sendiri menjadi gambaran tentang perubahan dan perjalanan waktu.

Keindahan Bahasa: Piek Ardijanto Soeprijadi menggunakan bahasa yang indah dan deskriptif untuk menggambarkan suasana dan perasaan yang dialaminya. Kata-kata seperti "lengang", "gerimis luruh", dan "kabut tipis" memberikan warna tersendiri pada puisi dan menghidupkan suasana yang digambarkannya.

Pertanyaan tentang Kenangan: Puisi ini mengajukan pertanyaan filosofis tentang kemampuan kabut tipis untuk menghapus kenangan. Ini mencerminkan kekhawatiran akan kehilangan kenangan yang berharga dan keinginan untuk mempertahankan ingatan akan masa lalu.

Puisi "Jalan Tuntang" adalah karya yang membangkitkan nostalgia dan memperlihatkan keindahan serta kerumitan hubungan antara masa lalu dan masa kini. Melalui penggunaan bahasa yang indah dan gambaran alam yang kuat, penyair berhasil menggambarkan perjalanan emosional yang mengalir melalui waktu dan ruang.
Piek Ardijanto Soeprijadi
Puisi: Jalan Tuntang
Karya: Piek Ardijanto Soeprijadi

Biodata Piek Ardijanto Soeprijadi:
  • Piek Ardijanto Soeprijadi (EyD Piek Ardiyanto Supriyadi) lahir pada tanggal 12 Agustus 1929 di Magetan, Jawa Timur.
  • Piek Ardijanto Soeprijadi meninggal dunia pada tanggal 22 Mei 2001 (pada umur 71 tahun) di Tegal, Jawa Tengah.
  • Piek Ardijanto Soeprijadi adalah salah satu sastrawan angkatan 1966.
© Sepenuhnya. All rights reserved.