Puisi: Ketika Aku Menandai 28 Januari (Karya Lasinta Ari Nendra Wibawa)

Puisi "Ketika Aku Menandai 28 Januari" menggambarkan pengalaman pribadi seorang anak yang merenungkan makna kelahirannya dan hubungannya dengan ...
Ketika Aku Menandai 28 Januari

Berulang kali aku menandai tanggal ini, aku masih belum
mampu mengenang tangis bayi. apalagi rintihan bunda yang
bertaruh nyawa untuk memompa napasku di muka bumi. Dengan
ramah ia menyusui, tak perduli kedatanganku mengundang luka
tak terperi. Yang sakitnya lebih dari upacara yang dulu teramat
aku takuti. Saat kilat pisau menyinggahi satu-satunya barang
milikku yang tersembunyi. Sampai teknologi mau berbaik
hati membantuku menidurkan rasa nyeri.

Percayalah bahwasanya kemajuan teknologi tak banyak
membantu tugas bunda, ananda, bisiknya saat aku masih latah
bagaimana cara membujuk mata agar tak mudah terpejam. Aku
mengamininya, karena sampai detik ini belum ada satu mesin
kasih sayang yang tak pernah aus dan rusak meski bekerja
selama dua puluh empat jam. sehari semalam.

Berulang kali aku menandai tanggal ini, aku kian mengerti
bahwa senyumku baginya adalah usaha yang tak pernah rugi.
Hingga tak ada kecemasan meski suapan nasi semakin banyak
untuk dibagi. begitulah caranya menikam lapar dengan rasa
kenyang yang menjadi. Maka, percayalah bunda, aku tak akan
menyia-nyiakan kelahiran dengan ritual merendahkan diri
atau berlari menuju mati, demikian aku mulai berjanji
sebagaimana seorang lelaki.

Surakarta, 28 Januari 2012

Analisis Puisi:
Puisi "Ketika Aku Menandai 28 Januari" menggambarkan pengalaman pribadi seorang anak yang merenungkan makna kelahirannya dan hubungannya dengan ibunya.

Penghormatan terhadap Ibu: Puisi ini mencerminkan penghormatan yang dalam terhadap peran ibu dalam kehidupan penulis. Ia merenungkan pengorbanan dan kasih sayang ibunya, yang telah bertaruh nyawa untuk melahirkan dan membesarkannya.

Kemajuan Teknologi vs Kasih Sayang Manusia: Penyair mempertimbangkan peran teknologi dalam mengurangi rasa sakit dan kemungkinan kehilangan, tetapi pada akhirnya, ia menyadari bahwa kasih sayang manusia tidak dapat digantikan oleh mesin atau teknologi apapun.

Penghargaan terhadap Kasih Sayang Ibu: Penyair mengakui bahwa senyumnya adalah upaya yang tak ternilai bagi ibunya. Meskipun ada ketidakpastian dan kesulitan dalam kehidupan, senyumnya menjadi sumber kekuatan dan ketenangan bagi ibunya.

Komitmen terhadap Hidup: Penyair berjanji untuk tidak menyia-nyiakan hidupnya dan kelahirannya dengan tindakan yang tidak bermakna atau merugikan diri sendiri. Ia menyadari bahwa kehadirannya di dunia ini adalah anugerah yang harus dihargai dengan menghormati diri sendiri dan ibunya.

Refleksi tentang Kematangan dan Tanggung Jawab: Puisi ini mencerminkan refleksi tentang kedewasaan dan tanggung jawab pribadi. Penyair menyatakan komitmennya untuk menjalani hidup dengan penuh kebijaksanaan dan tanggung jawab, serta untuk menghargai warisan kasih sayang ibunya.

Melalui kata-kata yang sederhana namun dalam, puisi ini menggambarkan ikatan emosional antara seorang anak dan ibunya, serta refleksi tentang makna hidup dan tanggung jawab sebagai individu. Ini adalah penghormatan yang indah terhadap hubungan ibu dan anak serta pengakuan akan nilai-nilai yang diwariskan oleh seorang ibu kepada anaknya.

Puisi Lasinta Ari Nendra Wibawa
Puisi: Ketika Aku Menandai 28 Januari
Karya: Lasinta Ari Nendra Wibawa
© Sepenuhnya. All rights reserved.