Puisi: Marsinah (Karya Putu Oka Sukanta)

Puisi "Marsinah" karya Putu Oka Sukanta bukan hanya sebuah penghormatan terhadap seorang pekerja yang meninggal, tetapi juga merupakan panggilan ...
Marsinah

Marsinah bukanlah sebuah salam
Disambut burung gagak pembawa berita kematiannya
Marsinah bukanlah sederet huruf
yang ditulis pegawai kelurahan di kartu penduduknya,
seperti yang ia fotocopy untuk melamar pekerjaan
sebagai buruh di pabrik arloji,

Marsinah, marilah kita ulang namanya,
Sekalipun hanya dalam bisikan karena takut,
Ketika gerimis atau terik matahari
Mengiringi buruh yang meminta perbaikan nasibnya.
Marsinah.

Kenapa malam kehilangan jejak,
Karena malam tidak bisa baca tulis atau memotret
wajah pembunuh yang merengkuhmu.

Kenapa angin tidur, ketika engkau berteriak
kesakitan menahan dera di lubang sucimu,

Kenapa langit tidak runtuh membantumu dalam ronta,
Dan orang-orang itu telah membekukan jasadmu,
Darahmu tidak mengalir lagi dan desahmu padam
bersamaan jantungmu lunglai.

Marsinah bukanlah hanya nama sekujur jenazah,
Orang mencari dalam dirimu dan orang tidak 
mendapatkanmu.
Orang meminta seperti pengemis bahagian nilaimu
Dan engkau tidak memberinya, sebab bukan 
hanya milikmu.

Tanah Tegalan yang mengisap kucur darahmu,
Mengeringkannya dari genangannya,
Menyimpan getarmu,
Getar yang tidak berkesudahan.
Dan cerita tentang menegakkan hakmu,
Telah mengukirkan sebuah makna pada dinding 
kemanusiaan kita.

Dalam tidurmu di pangkuan tanah airmu
Orang menyebut namamu
Orang mencari pembunuhmu.

Marsinah bukanlah sebuah salam
Disambut burung gagak pembawa berita kematiannya.

Marsinah
Bukan hanya sekujur jenazah gelisah di dalam tidurmu
Jika engkau bertanya: di manakah sekarang Marsinah?
Ia ada di dadamu, jika engkau merasa kehilangan
sebagian jatahmu atau engkau akan melihatnya
di mana-mana
pada sorot mata orang-orang tergusur dari
sejengkal tempat bernafasnya.

Pada orang-orang yang selalu bangkit dan tersuruk
Karena tulang punggungmu memar
Tapi langit setia mengulurkan tangannya,
Mengangkat kembali,
Berulang kali
Dan awan-awan,
Burung-burung yang kehilangan hutannya
Membagi bulu-bulu sayapnya
Agar mereka berjalan kembali dan bangkit
Gerimis menyiram tubuhnya dari daki polusi
Dan matahari menafasi harapannya.

"Lihatlah aku di pagi hari
Sebelum engkau melangkah kaki."

Marsinah bukan lagi hanya namamu
Yang sudah kaku, bahkan membusuk di perut pertiwi
Marsinah telah menghidupkan dirinya
Dalam sejuta jiwa

Pembantu rumah tangga yang disiksa
Sesudah kehilangan haknya bicara
Petani atau buruh tani yang harus terbang bagai
sekawanan bangau karena lahannya dibuldozer
Orang-orang desa yang memupuk harapannya di kota
Tapi kota telah memburunya,
Pelayan restoran, penghibur malam yang menuai
keringat tubuhnya, dalam kepiluan dipulas senyum,
Korban perkosaan yang berulang-ulang jadi korban

Dan engkau,
Berkata kepada dirimu
Jika ada yang hilang dalam dirimu
Jika ada yang tak tampak dalam dirimu
Jika ada yang engkau sembunyikan atas ancaman
dalam dirimu
Jika itu, engkau
Bisikkan ke telinga dunia: "Aku telah melihat Marsinah,
Aku telah disapa Marsinah."

Jakarta, 1993

Sumber: Perjalanan Penyair (1999)

Analisis Puisi:
Puisi "Marsinah" karya Putu Oka Sukanta menggambarkan tragedi kehidupan seorang pekerja yang bernama Marsinah, yang menjadi simbol perjuangan dan pengorbanan pekerja di Indonesia.

Simbolisme Marsinah: Marsinah bukan sekadar nama, tetapi dia melambangkan semua pekerja yang terpinggirkan dan disiksa dalam perjuangan mereka. Nama Marsinah menjadi simbol perjuangan dan pengorbanan para pekerja yang memperjuangkan hak-hak mereka.

Penggambaran Kekerasan dan Kekerasan Sistemik: Puisi ini mencerminkan kekejaman dan kekejaman sistemik terhadap pekerja. Kematian Marsinah menjadi representasi dari pengabaian terhadap hak asasi manusia dan pelanggaran terhadap hak-hak pekerja di Indonesia.

Perlawanan dan Solidaritas: Meskipun Marsinah telah meninggal, semangatnya dan perjuangannya tetap hidup. Puisi ini mengilustrasikan semangat perlawanan dan solidaritas antara para pekerja dalam menghadapi kesulitan dan ketidakadilan.

Kritik Sosial: Putu Oka Sukanta menggunakan puisi ini sebagai bentuk kritik sosial terhadap ketidakadilan dan penindasan yang dialami oleh pekerja. Dia mengekspos ketidakadilan sosial dan politik yang ada di masyarakat, serta menyerukan perubahan dan reformasi.

Pemulihan dan Harapan: Meskipun puisi ini penuh dengan penderitaan dan kesedihan, ada juga elemen pemulihan dan harapan. Puisi ini menunjukkan bahwa meskipun pekerja mengalami penderitaan dan kesulitan, mereka tetap memiliki kekuatan untuk bangkit dan berjuang melawan ketidakadilan.

Puisi "Marsinah" karya Putu Oka Sukanta bukan hanya sebuah penghormatan terhadap seorang pekerja yang meninggal, tetapi juga merupakan panggilan untuk tindakan terhadap ketidakadilan sosial dan politik. Ini adalah peringatan tentang perlunya solidaritas, perlawanan, dan perubahan dalam masyarakat demi keadilan bagi semua.

Puisi: Marsinah
Puisi: Marsinah
Karya: Putu Oka Sukanta
© Sepenuhnya. All rights reserved.