Puisi: Solo Membunuh Seraya Tersenyum (Karya Kinanthi Anggraini)

Puisi "Solo Membunuh Seraya Tersenyum" menghadirkan narasi yang kuat dan emosional tentang seorang ibu yang berjuang melawan ketidakadilan dan ....
Solo Membunuh Seraya Tersenyum


Asap hitam mengepul di permukaan pertokoan
tempat biasanya kubeli beras, gula, dan mie instan
jatuh dengan runtuhan manusia yang bertebaran
persis serupa kertas selebaran bekas koran
merayap menjalar api tanpa ampunan
hilir mudik sandang pangan berpindah tangan
yang kami miliki satu tahun senilai uang jutaan
aku terpasung dalam waktu yang berjibaku
mata memasung segala penjuru mencari anakku: Lian Fuu!

Tak lama kepala terpelanting memegang suara sayu
yang jelas aku yakin itu teriakan anakku
diseret pria berambut jagung berbaju cekolat abu
sembari ditebaskan beberapa kali balok kayu.

Ketika aku menemuinya di jeruji besi bisu
menangisi sejadi-jadinya anakku saat itu
menyeka air mata lebam, bekas terpukul kayu
sembari meyakinkanku, "Aku tak melakukannya ibu"

Seketika mencuat suara lantang tak takut perih
menghalau pedang tak lagi kutahan lirih
kenyataan yang terlontar bukanlah dalih
ketegaran ibu penyelamat nyawa, anak terkasih.

Suara kami disiksa seharian di pengadilan
tanpa kehadiran adil yang kami nantikan
disumpal dan dilolohkan bubur tuduhan
menghirup roh kebisuan dari sebujur badan.

Anakku mati dalam satu tembakan
atas perbuatan yang tak dilakukan
"barang yang tak dicuri dari jarahan"


Surakarta, 3 April 2013

Sumber: Bunga-Bunga Bunuh Diri di Babylonia (2018)

Analisis Puisi:
Puisi "Solo Membunuh Seraya Tersenyum" oleh Kinanthi Anggraini menggambarkan tragedi dan keteguhan seorang ibu yang menghadapi situasi kekerasan, ketidakadilan, dan pengorbanan dalam menjaga anaknya. Puisi ini mengangkat isu sosial yang dalam dan emosional, menyoroti ketidakadilan dan penderitaan yang dialami oleh banyak individu dalam masyarakat.

Penggambaran Kejadian Tragis: Puisi dimulai dengan gambaran kekacauan setelah serangan. "Asap hitam mengepul" dan "jatuh dengan runtuhan manusia" menciptakan suasana kehancuran dan bencana. Kemudian, penyair menyebutkan kertas selebaran bekas koran, merujuk pada kenangan masa damai yang terasa pudar oleh tragedi.

Pengorbanan dan Cari Anak: Ibu dalam puisi ini mencari anaknya, Lian Fuu, yang hilang dalam kekacauan. Dia terjebak dalam perasaan putus asa dan cemas, mencari dengan susah payah di tengah kehancuran. Kecemasannya tergambar dalam kalimat-kalimat seperti "mata memasung segala penjuru" dan "teriakan anakku."

Ketidakadilan dan Pengadilan: Puisi menggambarkan pengadilan yang tidak adil, di mana suara mereka yang terdampak tidak didengar dan dihargai. Mereka dituduh tanpa bukti kuat dan disiksa tanpa adanya proses hukum yang jujur.

Pengorbanan Ibu: Ibu dalam puisi ini menghadapi situasi yang sulit dan menyakitkan. Dia berusaha keras melindungi anaknya, dan ketika anaknya ditangkap dan dianiaya, dia tetap bersikeras dan tangguh dalam membela anaknya.

Pesan Sosial: Puisi ini mengangkat isu keadilan, pengorbanan ibu, dan penderitaan akibat tindakan sewenang-wenang. Melalui puisi ini, penyair memberikan pesan mengenai pentingnya empati dan keadilan dalam masyarakat.

Kekuatan Keberanian dan Keteguhan: Meskipun dalam situasi yang putus asa, ibu ini tetap kuat dan teguh dalam membela kebenaran dan anaknya. Dia menunjukkan keberanian dan keteguhan dalam menghadapi situasi yang penuh tekanan.

Puisi "Solo Membunuh Seraya Tersenyum" menghadirkan narasi yang kuat dan emosional tentang seorang ibu yang berjuang melawan ketidakadilan dan penderitaan demi anaknya. Puisi ini menggambarkan kekuatan, keteguhan, dan pengorbanan yang dihadapi oleh individu dalam menghadapi situasi pahit dalam masyarakat.

Kinanthi Anggraini
Puisi: Solo Membunuh Seraya Tersenyum
Karya: Kinanthi Anggraini

Biodata Kinanthi Anggraini:
    Kinanthi Anggraini lahir pada tanggal 17 Januari 1989 di Magetan, Jawa Timur.

    Karya-karya Kinanthi Anggraini pernah dimuat di berbagai media massa lokal dan nasional, antara lain Horison, Media Indonesia, Indopos, Pikiran Rakyat, Suara Merdeka, Basis, Sinar Harapan, Banjarmasin Post, Riau Pos, Lampung Post, Solopos, Bali Post, Suara Karya, Tanjungpinang Pos, Sumut Pos, Minggu Pagi, Bangka Pos, Majalah Sagang, Malang Post, Joglosemar, Potret, Kanal, Radar Banyuwangi, Radar Bojonegoro, Radar Bekasi, Radar Surabaya, Radar Banjarmasin, Rakyat Sumbar, Persada Sastra, Swara Nasional, Ogan Ilir Ekspres, Bangka Belitung Pos, Harian Haluan, Medan Bisnis, Koran Madura, Mata Banua, Metro Riau, Ekspresi, Pos Bali, Bong-Ang, Hayati, MPA, Puailiggoubat, Suara NTB, Cakrawala, Fajar Sumatera, Jurnal Masterpoem Indonesia, dan Duta Selaparang.

    Puisi-puisi Kinanthi Anggraini terhimpun di dalam buku Mata Elang Biru (2014) dan Bunga-Bunga Bunuh Diri di Babylonia (2018). Karya-karyanya juga diterbitkan dalam cukup banyak buku antologi bersama.

    Nama Kinanthi Anggraini tertulis dalam buku Apa dan Siapa Penyair Indonesia (2017).
    © Sepenuhnya. All rights reserved.