Analisis Puisi:
Puisi "Yatim Piatu" karya Putu Oka Sukanta menghadirkan nada sendu dan sejuk yang menggambarkan kehilangan, kesedihan, dan kesejukan cinta.
Sentuhan Elegi dan Kesedihan: Puisi ini membawa atmosfer elegi, sebuah bentuk puisi yang meratapi atau menyanyikan tentang kehilangan atau kematian. Penggunaan kata-kata seperti "lukanya hati pecahnya hati" menciptakan nuansa kesedihan yang mendalam.
Kehilangan Orang Tua: Tema utama puisi ini adalah kehilangan orang tua, di mana ayah pergi kemarin pagi dan ibu melarikan diri tadi sore. Kedua peristiwa ini menciptakan rasa kekosongan dan kehilangan yang mendalam dalam kehidupan si penutur.
Tetes Darah dan Metafora Hati: "Tetes darah laut tak bertepi" dan "sebulat lembutnya hati" adalah metafora yang menggambarkan rasa kehilangan. Darah laut yang tak bertepi mencerminkan kedalaman duka, sementara hati yang sebulat lembutnya menjadi simbol kehilangan yang penuh emosi.
Pertanyaan Filosofis: Puisi menyajikan pertanyaan filosofis tentang asal-usul dan tujuan kehidupan dengan pertanyaan, "Dari mana ia datang, dari mana ia pulang." Pertanyaan ini mencerminkan kebingungan dan penerkaan akan makna hidup.
Sejuknya Cinta dan Pergulatan Jiwa: Sejuknya cinta dihadirkan sebagai kontras terhadap kehilangan. Namun, sejuknya cinta juga dapat diartikan sebagai kesejukan yang tercipta oleh kepergian orang tua, menunjukkan pergulatan jiwa yang kompleks.
Perjalanan Hidup yang Penuh Api: Penggunaan metafora "Dibakar hati, dibakar hati" menciptakan gambaran perjalanan hidup yang penuh tantangan dan ujian. Api di sini dapat diartikan sebagai cobaan dan keberanian dalam menghadapi kehidupan.
Penggunaan Bahasa yang Simpel: Putu Oka Sukanta menggunakan bahasa yang sederhana namun sarat makna. Kejelasan bahasa membantu pembaca memahami emosi yang ingin disampaikan, membuat puisi ini lebih mendalam.
Puisi "Yatim Piatu" merangkum perasaan kehilangan, kekosongan, dan pergulatan jiwa akibat kepergian orang tua. Putu Oka Sukanta berhasil menyajikan kisah yang melibatkan nuansa elegi dan sejuknya cinta, membangkitkan refleksi tentang arti kehidupan dan kesejukan dalam kehilangan.
Karya: Putu Oka Sukanta