Puisi: Anak Samosir di Hutan Meratus (Karya Kurniawan Junaedhie)

Puisi "Anak Samosir di Hutan Meratus" menggambarkan pengalaman perjalanan seorang anak Samosir yang menjelajahi keberagaman alam dan budaya Indonesia.
Anak Samosir di Hutan Meratus

Dari Samosir, Parulian jauh-jauh menumpang bus
menuju Loksado. Rambutnya kelimis.
Bajunya baru.
Ia tiba di Desa Lumpagi
saat matahari menjelang pupus.

Di bawah pohon Meranti
yang daunnya rapat-rapat, dia bersiul.
Dan burung Serindit di dekat air terjun Jelatang, tercengang
lalu bersirobok terbang,
merontokkan bulu-bulunya.

“Slamet,” tulisnya dalam sebuah surat kepada temannya
seorang Jawa di Yogya.
“Aku sekarang sedang berada di dalam
hati Indonesia.”

Di Gunung Batu Basar, anak Batak itu teringat
teriakan ayah emaknya: Lisoi. Lisoi.

Di Desa Juhu, sekarang, sambil memandang Bukit Ketawang,
Ia merasa sedang menikmati Indonesia
dari lubuk hatinya yang terdalam.

2017

Analisis Puisi:

Puisi "Anak Samosir di Hutan Meratus" menggambarkan pengalaman perjalanan seorang anak Samosir yang menjelajahi keberagaman alam dan budaya Indonesia. Melalui deskripsi yang detail dan penggambaran suasana, Junaedhie membawa pembaca pada perjalanan emosional dan spiritual sang anak, sementara juga menyampaikan pesan tentang persatuan dan keindahan keberagaman Indonesia.

Perjalanan Fisik dan Emosional: Puisi ini dimulai dengan deskripsi perjalanan fisik sang anak dari Samosir ke Loksado, menggambarkan perubahan tempat dan lingkungan. Namun, perjalanan ini juga menjadi perjalanan emosional yang mengubah perspektif dan pemahaman sang anak tentang dirinya sendiri dan Indonesia secara keseluruhan.

Simbolisme Alam dan Budaya: Melalui gambaran alam seperti pohon Meranti, air terjun Jelatang, dan Gunung Batu Basar, serta penyebutan nama-nama tempat seperti Desa Lumpagi dan Desa Juhu, Junaedhie menghadirkan keberagaman alam dan budaya Indonesia. Ini menjadi simbol kekayaan dan keindahan Indonesia yang dihayati oleh sang anak dalam perjalanannya.

Identitas dan Persatuan: Dalam suratnya kepada temannya di Yogya, anak Samosir menyatakan bahwa ia sedang merasakan "Indonesia di dalam hatinya". Hal ini mencerminkan pemahaman akan identitas nasional yang luas dan inklusif, serta rasa persatuan dalam keberagaman.

Kenangan dan Identitas Budaya: Terkait dengan teriakan ayah dan emaknya, "Lisoi. Lisoi.", puisi ini juga menyiratkan kenangan dan identitas budaya sang anak sebagai seorang Batak. Meskipun jauh dari tanah kelahirannya, ia tetap terikat pada akar budaya dan identitasnya.

Kebahagiaan dalam Keberagaman: Dalam pandangan anak Samosir, menikmati keindahan Indonesia dari lubuk hatinya sendiri, diwakili oleh pandangan ke Bukit Ketawang di Desa Juhu, menunjukkan bahwa kebahagiaan sejati dapat ditemukan dalam merangkul keberagaman budaya dan alam Indonesia.

Puisi "Anak Samosir di Hutan Meratus" adalah sebuah karya yang menggambarkan perjalanan fisik dan emosional seorang anak Samosir yang menjelajahi keberagaman alam dan budaya Indonesia. Dengan menggunakan gambaran alam yang kuat dan simbolisme budaya, Junaedhie menyampaikan pesan tentang identitas, persatuan, dan kebahagiaan dalam keberagaman. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan keindahan dan kekayaan Indonesia yang tercermin dalam pengalaman perjalanan sang anak.

Kurniawan Junaedhie
Puisi: Anak Samosir di Hutan Meratus
Karya: Kurniawan Junaedhie

Biodata Kurniawan Junaedhie:
  • Kurniawan Junaedhie lahir pada tanggal 24 November 1956 di Magelang, Jawa Tengah, Indonesia.
© Sepenuhnya. All rights reserved.