Puisi: Citra (Karya Remy Sylado)

Puisi "Citra" karya Remy Sylado menggambarkan perasaan dan pemikiran seseorang yang merasa terpinggirkan dalam budaya materialis modern.
Citra

Sudah selesaikah air matamu mengalir
di pipi lantas jatuh di jari kaki
Kau menangis, wahai jiwa yang lembek
karena terlalu lama dijajah berhala uang
pembeli harkat dengan harga bantingan.

Kau tak sempat sadar pada pelanggaran
waris nenek-moyang yang telah pulang ke tanah
mengikuti hari-hari tegangmu sisa kemarin
berlanjut besok dalam jawaban kartu tarot
Menyebut Tuhan yang bersepakat dengan Iblis.

Hati kita sama-sama kehilangan gambar
cara menjawab di saat kita telanjang
Memudar ular di bawah kecendekiaan
yang lahir dari akal tapi beralih ke okol
betapa dekatnya timbangan cerdik dan licik.

Martabat, katamu, mengikuti usiamu
senang seketika lantas susah bertahun
dikutuk oleh baju yang mewakili kepalsuan
Jika kita merdeka, merdeka kita oleh cinta
sebab cinta melenyapkan wasangka dan 
takut
Tersenyum malaikat di kamar tidur kita.

Sumber: Puisi Mbeling (2004)

Analisis Puisi:
Puisi "Citra" karya Remy Sylado adalah sebuah karya sastra yang menggambarkan perasaan dan pemikiran seseorang yang telah lama hidup dalam kemelaratan budaya materi dan peradaban modern. Puisi ini mengeksplorasi tema-tema seperti kepalsuan, kehilangan martabat, dan perubahan dalam citra diri.

Penekanan pada Kemelaratan Budaya Materi: Puisi ini mencerminkan perasaan seseorang yang merasa terpinggirkan dalam budaya materi modern yang terlalu fokus pada uang dan materialisme. Pernyataan "karena terlalu lama dijajah berhala uang" menyoroti betapa dominannya nilai-nilai material dalam masyarakat.

Air Mata dan Emosi yang Terpendam: Penyair menyatakan bahwa air mata telah mengalir di pipi dan jatuh ke jari kaki. Hal ini adalah ungkapan emosi yang terpendam dan tertahan dalam diri, yang mungkin disebabkan oleh tekanan budaya yang tidak memperhatikan nilai-nilai sejati.

Perubahan Citra: Puisi ini membahas perubahan dalam citra diri dan bagaimana nilai-nilai kuno dan warisan nenek-moyang mungkin telah diabaikan atau dihancurkan. Citra diri yang awalnya kokoh dan berharga mulai memudar dan merosot.

Perlawanan terhadap Kemunduran Budaya: Penyair menyatakan ketidaksenangannya terhadap pelanggaran terhadap warisan budaya dan tradisi. Pernyataan "Memudar ular di bawah kecendekiaan" menggambarkan ketidaksetujuan terhadap penghinaan terhadap nilai-nilai budaya.

Pencarian Harga Diri: Puisi ini mencerminkan pencarian kembali nilai diri yang sejati dan mencoba untuk melepaskan diri dari pengaruh budaya materialis yang merusak martabat. Pencarian ini mungkin ditempuh melalui cinta dan pemahaman mendalam.

Pengaruh Cinta: Pernyataan "sebab cinta melenyapkan wasangka dan takut" menggarisbawahi pentingnya cinta dalam proses pemulihan martabat dan pemahaman diri yang sejati. Cinta adalah kekuatan yang membebaskan dari belenggu kepalsuan.

Pesan Keseluruhan: Puisi ini menggambarkan kebingungan dan perasaan terjebak dalam budaya materialis modern, tetapi juga menggambarkan harapan untuk menemukan kembali nilai-nilai kuno yang berharga. Puisi ini memperingatkan tentang bahaya kehilangan jati diri dan menekankan pentingnya cinta dan pemahaman yang lebih dalam dalam mencapai martabat yang sejati.

Puisi "Citra" karya Remy Sylado adalah karya sastra yang menggambarkan perasaan dan pemikiran seseorang yang merasa terpinggirkan dalam budaya materialis modern. Ini adalah kritik terhadap kehilangan nilai-nilai kuno dan kebutuhan untuk mencari kembali citra diri yang lebih sejati. Puisi ini juga menekankan pentingnya cinta dan pemahaman dalam pencarian martabat.

Puisi Remy Sylado
Puisi: Citra
Karya: Remy Sylado
© Sepenuhnya. All rights reserved.