Puisi: Ibu Kota, Kota Ibu (Karya Remy Sylado)

Puisi "Ibu Kota, Kota Ibu" merangkum konflik sosial dan budaya di Jakarta serta harapan untuk perubahan yang lebih baik dalam bentuk visual dan ...
Ibu Kota, Kota Ibu

Kalau aku makmur
Kubeli Jakarta, kucelup jadi putih.

Kau bisa bayangkan
Kalau Jakarta tiba-tiba putih semua
Mas di puncak Monas: putih
Patung Selamat Datang: putih
Pohon Taman Surapati: putih
Lapangan Sepakbola Istora: putih
Air Ciliwung: putih.

Barangkali dengan putih
Dosa-dosa Jakarta akan tersamar
Penjambretan, ponodongan, pemerkosaan
Perjudian, pelacuran, pembunuhan:
Putih!

Putih kau tau warna kesucian
Tapi putih kau pun tau, warna kekalahan
Bagaimana orang bisa dipercaya bicara
Jika ia berada dalam kelas yang kalah
Seperti kini Jakarta disesaki olehnya.

Kalau aku kalah
Kumau kalah dengan kesucian
Tapi aku tidak persis dalam kalau - ku
Kunyanyikan ode ini untukmu
Betapa pun tak merdu, sediakanlah kupingmu.

Ini kota, kau tau, bukan sekedar ibu kota
Tapi kota ibu
Dengan sejumlah kalau.

Sumber: Kerygma & Martyria (2004)

Analisis Puisi:
Puisi "Ibu Kota, Kota Ibu" karya Remy Sylado adalah karya sastra yang menggambarkan Jakarta, ibu kota Indonesia, dengan berbagai sudut pandang dan makna.

Kontras Warna Putih: Puisi ini menciptakan kontras warna putih sebagai simbol keadaan yang berbeda. Putih disebutkan sebagai warna kesucian, tetapi juga disebutkan sebagai warna kekalahan. Ini mencerminkan dua sisi yang berlawanan dalam kota Jakarta, yang secara simbolis menggambarkan kejernihan dan juga permasalahan yang kompleks.

Kekayaan dan Kemiskinan: Puisi ini menyentuh tema ketidaksetaraan dan ketimpangan di Jakarta. Menyebutkan kata "makmur" dan "kalah" mengacu pada dua kelas sosial yang berbeda. Jakarta memiliki lapisan masyarakat yang sangat kaya dan sangat miskin, dan puisi ini mencoba menggambarkan ketidakadilan sosial ini.

Imajinasi Putih: Puisi ini mengajak pembaca untuk membayangkan kota Jakarta yang "tiba-tiba putih semua." Ini adalah cara penyair untuk menyoroti bahwa dalam imajinasi, semua permasalahan kota bisa lenyap dan menjadi bersih dan suci. Namun, kenyataannya, banyak permasalahan dan dosa yang terselip di balik keindahan dan kebersihan.

Dosa-Dosa Jakarta: Puisi ini mengingatkan kita pada berbagai masalah dan dosa kota, seperti kejahatan jalanan, pelacuran, dan pembunuhan. Penyair mencoba menggambarkan bahwa kota ini mungkin akan terlihat berbeda jika masalah-masalah ini bisa diatasi.

Kalah dengan Kesucian: Penyair menyatakan keinginan untuk kalah dengan kesucian, mengindikasikan aspirasi akan perubahan dan perbaikan dalam kota Jakarta. Kesucian di sini mungkin merujuk pada tindakan positif dan pembenahan.

Kota Ibu: Penyair menekankan bahwa Jakarta adalah "kota ibu," dan ini dapat diartikan sebagai pusat kehidupan sosial, ekonomi, dan politik di Indonesia. Meskipun memiliki banyak masalah, kota ini masih memiliki arti penting dalam kerangka bangsa.

Saran untuk Mendengar: Penyair mengajak pembaca untuk mendengarkan atau membaca puisi ini dengan telinga terbuka meskipun tidak selalu merdu. Hal ini mungkin mengacu pada kenyataan bahwa realitas Jakarta mungkin tidak selalu menyenangkan dan mudah didengarkan, tetapi pesan dalam puisi ini masih perlu diperhatikan.

Puisi "Ibu Kota, Kota Ibu" merangkum konflik sosial dan budaya di Jakarta serta harapan untuk perubahan yang lebih baik dalam bentuk visual dan metafora yang kuat.

Puisi: Ibu Kota, Kota Ibu
Puisi: Ibu Kota, Kota Ibu
Karya: Remy Sylado
© Sepenuhnya. All rights reserved.