Puisi: Aku Memanggil Namamu, Ibu (Karya Dimas Arika Mihardja)

Puisi "Aku Memanggil Namamu, Ibu" karya Dimas Arika Mihardja adalah sebuah ungkapan perasaan dan penghargaan yang mendalam terhadap sosok ibu.
Aku Memanggil Namamu, Ibu


Setiap debur rindu, aku memanggil namamu dengan gigil bahasa kalbu: Ibu
Bagaimana bisa aku, bagaimana bisa aku mengubur wajah cerah penuh gairah mencinta? Ibu,
Jika riak menjadi ombak dan ombak menggelombangkan rasa sayang
Kupanggil sepenuh sepenuh gigil hanya namamu. Saat sampan dan perahu melaju
Di tengah cuaca tak menentu engkaulah bandar, tempat nyaman bagai sampan
Bersandar sebab di matamu ada mercusuar berbinar.

Jalan terjal berliku adalah lekuk tubuh ibu yang mengajarkan kesabaran
Rindang pohon di sepanjang tulang mengingatkan hangat dekap di dadamu
Deru lalu lintas jalanan, rambu-rambu dan simpang
Lampu adalah nasihat yang selalu mengobarkan semangat berjihad.

Aku memanggil namamu, Ibu
Sebab waktu tak lelah mengasuh dan membasuh peluh
Aku memanggul namamu, Ibu
Sebab segala lagu, sebab segala lugu mengombak di bibirmu
Aku selalu memanggil dan memanggul namamu:
Ibu!


Jambi, 17 Mei 2010

Analisis Puisi:
Puisi "Aku Memanggil Namamu, Ibu" karya Dimas Arika Mihardja adalah sebuah ungkapan perasaan dan penghargaan yang mendalam terhadap sosok ibu. Melalui bahasa yang penuh emosi dan imaji, puisi ini menggambarkan ikatan batin yang kuat antara seorang anak dengan ibunya.

Penghargaan terhadap Ibu: Puisi ini segera memperlihatkan penghargaan dan rasa cinta yang mendalam terhadap ibu. Pengulangan kata "Ibu" dalam beberapa bagian puisi menciptakan efek vokal dan emosional yang menggambarkan kedalaman rasa rindu dan pengakuan terhadap sosok ibu.

Gambaran Rasa Rindu: Penyair mengungkapkan betapa kuatnya rasa rindunya terhadap ibu. "Setiap debur rindu" dan "aku memanggil namamu dengan gigil bahasa kalbu" menunjukkan intensitas perasaan yang menggebu-gebu. Rindu ini diungkapkan sebagai dorongan untuk berhubungan dengan ibu.

Simbolisme Alam dan Kebahagiaan: Puisi ini menggunakan simbolisme alam untuk menggambarkan kehangatan dan kenyamanan yang diberikan oleh ibu. Bandar yang nyaman seperti sampan yang bersandar dan mercusuar berbinar menggambarkan ibu sebagai tempat perlindungan dan petunjuk dalam kehidupan.

Pelajaran Hidup dan Kesabaran: Puisi ini mengaitkan jalan terjal berliku dengan lekuk tubuh ibu yang mengajarkan kesabaran. Tulang yang menjadi "rindang pohon" mengingatkan akan kehangatan dan dukungan fisik dan emosional yang diberikan oleh ibu sepanjang hidup.

Semangat dan Nasihat: Penyair menciptakan analogi antara lampu lalu lintas dengan nasihat ibu yang memberi semangat dan panduan dalam hidup. Lampu yang mengobarkan semangat berjihad menunjukkan pentingnya nasihat dan bimbingan dalam menghadapi tantangan dan perjuangan hidup.

Pengulangan dan Keterhubungan Emosional: Puisi ini menggunakan pengulangan kata "Ibu" untuk menekankan keterhubungan emosional yang tak terputus antara anak dan ibu. Pengulangan ini juga menggambarkan keberlanjutan dan kerinduan yang mendalam.

Penggalian Nostalgia: Dengan mengaitkan "segala lagu" dan "segala lugu" dengan ibu, puisi ini menggali nostalgia masa lalu dan momen-momen penuh makna dalam hubungan antara anak dan ibu.

Kesimpulan yang Kuat: Puisi ini ditutup dengan pengulangan kuat dari panggilan "Ibu!" sebagai bentuk penegasan dari rasa cinta, rindu, dan penghargaan yang terus-menerus.

Puisi "Aku Memanggil Namamu, Ibu" karya Dimas Arika Mihardja adalah ungkapan yang mengharukan tentang rasa cinta dan rindu anak terhadap ibu. Melalui penggunaan imaji dan bahasa yang emosional, puisi ini berhasil menggambarkan ikatan batin yang kuat antara anak dan ibu serta menunjukkan nilai-nilai kasih sayang dan penghargaan terhadap peran ibu dalam kehidupan.

"Puisi Dimas Arika Mihardja"
Puisi: Aku Memanggil Namamu, Ibu
Karya: Dimas Arika Mihardja
© Sepenuhnya. All rights reserved.