Puisi: Bali (Karya Sobron Aidit)

Puisi "Bali" merupakan karya yang mencerminkan realitas pahit perubahan di Bali akibat globalisasi dan industri pariwisata. Dengan menggunakan ...
Bali (1)
Puisi tentang Bali


Tetap saja yang terlihat
yang selalu dulu-dulu
bagaikan plat gramofone
berputar-putar jalan di tempat.

Krismon dan krisnom
resto penuh, pasar padat, hotel perang harga
orang-orang menjilati es krim
pesta babi-guling dan bule-bule
bergelamparan berjemur badan
dengan susu menggunung menantang.

Bule-bule simpang-siur saling senyum
jual-beli barang haram
ke luar masuk warung tattuage
jeprat-jepret ketika ritual agama
tiada perduli adat setempat
mahapenting: kepuasan mata, hati, dan perut
melayu pribumi tak lagi saling hormat
berburu duit memang tak perlu ada-beradat.

Tertegun diri: inikah Bali
yang katanya surgawi di bumi?

Seakan Bali bukan lagi milik pribumi
bule-bule betapa sudah
mengangkangi dan melecehkan budaya luhur
di sarang-sarang foya elite
rupiah benar-benar anjlok dan luntur
sedangkan dollar menjadi raja alat-ukur
tampaknya adat dan budaya serta seni
seakan terpatung tegak demi dollar.

Tampaknya Bali benar-benar campur berbaur
entah kepunyaan siapa
antara bule dan pribumi
kebutuhan perdagangan
tak perlu apa dan bagaimana
terpenting dan pokok: fulus tetap raja utama.

Nusa Dua, 30 Juli 1999


Bali (2)

Ombak mengalun
dan angin silir-silir menjamah
pucuk puncak kelapa
lalu berderai daun-daun
bagaikan gerak memetik senar kecapi, -

Dari jauh terdengar merdunya suling
masih berdaya getar: gendang dan gending
tiba-tiba saja cacat di mata tua ini
terdengar ribut-ribut antara bule
karena berebut cewek
tak cocok harga lalu menyalahkan pribumi.

Semuanya yang dulu-dulu
memang masih ada
tapi hanya semata tinggal
remah-remah sisa belaka!

Kuta 31 Juli 1999


Bali (3)

Ada "teman-baruku" betapa berbaik hati
bertanya ini itu, menjelaskan sana-sini
bermanis muka ingin menanam jasa
jauh-jauh hari sudah tertanam di hati ini
bertingkah ramah keterlaluan
mungkin mengandung benih kepalsuan.

Dan benarlah, betapa hinanya
"teman-baruku" itu ternyata memang intel
sudah dibukukan, dicetak, disebarkan
masih juga ngintil, membuntut, mengintip
ikut menjadi ekor
yah, orang cari makan
memang macam-macam
ada yang melapor, menjual teman
mungkin demi hidup di tengah krisis begini
tapi juga memang ada yang berwatak:
senang dan bahagia bila orang lain terkena
siksa, aniaya dan mati mengenaskan!

Ubud, 1 Agustus 1999

Analisis Puisi:
Puisi "Bali" karya Sobron Aidit merupakan karya sastra yang menggambarkan pandangan kritis terhadap perubahan budaya dan sosial di pulau Bali. Melalui tiga bagian puisi, penulis mengungkapkan kegelisahan terhadap dampak globalisasi, kehadiran turis asing, dan perubahan nilai-nilai tradisional di Bali.

Tema

  1. Dampak Globalisasi dan Pariwisata: Puisi mencerminkan dampak globalisasi dan industri pariwisata terhadap kehidupan masyarakat Bali. Krismon (krisis moneter), penuhnya resto dan pasar, serta komersialisasi ritual agama menjadi simbol perubahan ekonomi dan sosial yang merasuki kehidupan sehari-hari masyarakat Bali.
  2. Konflik Budaya dan Identitas: Kesimpang-siuran antara bule (turis asing) dan pribumi menjadi tema sentral. Puisi menunjukkan ketidakcocokan antara budaya lokal dengan kehadiran turis asing yang terlibat dalam aktivitas kontroversial, seperti jual-beli barang haram dan tindakan menghina terhadap adat dan budaya setempat.
  3. Kritik terhadap Pembauran: Puisi menyuarakan keprihatinan terhadap hilangnya identitas dan kepemilikan atas budaya Bali. Kemunculan budaya campuran antara bule dan pribumi, dengan dollar sebagai alat ukur utama, menciptakan gambaran bahwa kepentingan perdagangan lebih diutamakan daripada pelestarian budaya.
  4. Ketidaksetaraan Ekonomi: Puisi menggambarkan ketidaksetaraan ekonomi, dengan rupiah yang melemah dan dollar yang mendominasi. Hal ini mencerminkan perubahan prioritas, di mana nilai uang lebih dihargai daripada nilai-nilai tradisional dan kearifan lokal.

Gaya Bahasa

  1. Metafora: Penggunaan metafora "plat gramofone berputar-putar jalan di tempat" menciptakan gambaran tentang stagnasi dan keterbatasan dalam perkembangan masyarakat Bali, yang terus berputar di tempat tanpa kemajuan yang signifikan.
  2. Personifikasi: Personifikasi angin, ombak, dan kelapa menciptakan citra alam yang hidup dan aktif, memberikan sentuhan keindahan pada gambaran Bali. Namun, konflik antara bule yang "mengangkangi dan melecehkan budaya luhur" juga diperlihatkan melalui personifikasi ini.
  3. Ironi: Penggunaan ironi tergambar dalam penggambaran positif terhadap "teman-baruku" yang ternyata merupakan intel. Ironi ini mencerminkan sisi gelap kehidupan di Bali yang terjadi di balik citra ramah tamah dan keramahtamahan.

Makna

Puisi ini menyiratkan pesan bahwa Bali, yang dulu dianggap sebagai surga wisata dan surgawi di bumi, kini menghadapi tantangan serius terkait dengan hilangnya nilai-nilai tradisional dan dominasi budaya asing. Sobron Aidit secara tegas mengkritik perubahan tersebut, menunjukkan keprihatinan terhadap kerusakan budaya dan identitas lokal yang terancam oleh arus globalisasi.

Puisi "Bali" merupakan karya yang mencerminkan realitas pahit perubahan di Bali akibat globalisasi dan industri pariwisata. Dengan menggunakan bahasa yang indah namun tajam, Sobron Aidit mampu menggambarkan konflik budaya, ketidaksetaraan ekonomi, dan hilangnya identitas budaya di pulau tersebut. Puisi ini menjadi suara kritis terhadap dampak negatif perubahan yang terjadi di Bali, mengajak pembaca untuk merenung dan meresapi kompleksitas situasi yang dihadapi oleh masyarakat Bali.

Puisi: Bali
Puisi: Bali
Karya: Sobron Aidit
© Sepenuhnya. All rights reserved.