Puisi: Ballada Musyafir Gila (Karya Dimas Arika Mihardja)

Puisi "Ballada Musyafir Gila" bukan hanya sekadar rangkaian kata, tetapi juga sebuah karya seni yang memadukan realitas dan imajinasi dengan indah.
Ballada Musyafir Gila


Ada musafir gila
Berjalan sepanjang lorong kumuh
Memimpikan denyut kehidupan:
Puisi penuh keindahan.
Lihatlah, mantelnya kuyup oleh keringat semangat
Padahal mentari di langit begitu menyengat
Ia rebah di sofa merah
Angin bangkit dan mengusik dengan kerisiknya
Ia menyusun lembar-lembar hatinya yang remuk
Dan menatap tumpahan tinta hitam di lantai rumah
Ia terbatuk dan terantuk
Tapi gelegaknya berkata serak:
Beri aku tuak sajak.
Hari ini kubuka paket berisi 142 penyair menuju bulan
Jaketmu berlumuran darah kata
Nafasmu tersengal, tapi kulihat tangan terkepal:
Ajal, aku tak mau melayat langit.

2007

Analisis Puisi:
Puisi "Ballada Musyafir Gila" karya Dimas Arika Mihardja merupakan karya sastra yang memadukan unsur-unsur imajinatif dan realitas kehidupan. Puisi ini mengisahkan tentang seorang musafir yang tampaknya mengalami kegilaan, tetapi di balik itu, terdapat keindahan dalam ekspresi dan pengalaman hidupnya.

Tema Puisi, Realitas dan Imajinasi: Puisi ini mengeksplorasi tema realitas hidup sehari-hari seorang musafir yang mungkin terpinggirkan oleh masyarakat. Namun, dengan gaya bahasa yang khas, puisi ini juga menggambarkan dunia imajinatif dan keindahan dalam pikiran sang musafir. Keindahan puisi ini terletak pada kemampuan pengarang untuk memadukan dua dunia tersebut.

Gambaran Visual dan Sensorial: Di baris-baris puisi ini, pembaca dihadapkan pada gambaran visual dan sensorial yang kuat. Deskripsi tentang mantel yang kuyup oleh keringat semangat, sofa merah, angin yang mengusik dengan kerisiknya, dan tumpahan tinta hitam di lantai, menciptakan suasana yang nyata dan mendalam. Pembaca merasakan kelelahan, kehausan, dan kegilaan musafir melalui penggambaran ini.

Kontras dan Kekuatan Metafora: Puisi ini mengandung kontras yang kuat antara kondisi fisik musafir yang kuyup oleh keringat dan mentari yang menyengat. Metafora seperti "jaket berlumuran darah kata" menciptakan gambaran dramatis yang menggambarkan perjuangan seorang penyair dalam menciptakan karyanya.

Struktur Puisi dan Ritme: Puisi ini menggunakan struktur yang teratur dengan penggunaan larik-larik yang seimbang, memberikan ritme dan alur yang menyusun dengan baik. Pembaca dapat merasakan denyut kehidupan yang tercermin dalam setiap bait puisi.

Ekspresi Emosional dan Kritik Sosial: Melalui kata-kata yang dipilih dengan cermat, puisi ini menyampaikan ekspresi emosional dan mungkin juga berisi kritik sosial terhadap perlakuan masyarakat terhadap para musafir atau penyair. Puisi ini dapat dianggap sebagai bentuk protes terhadap ketidakadilan sosial.

Keinginan yang Tersirat dan Harapan yang Terpendam: Di akhir puisi, terdapat keinginan musafir untuk mendapatkan "tuak sajak." Ini dapat diartikan sebagai harapan musafir untuk mendapatkan pengakuan atau apresiasi terhadap karyanya. Meskipun fisiknya lemah, semangatnya yang tak tergoyahkan untuk terus berkarya tercermin dalam baris terakhir.

Pilihan Kata dan Bahasa yang Kuat: Penggunaan kata-kata yang kaya dan bahasa yang kuat menciptakan daya tarik tersendiri pada puisi ini. Pemilihan kata-kata seperti "rebah," "terantuk," dan "gelegaknya berkata serak" memberikan nuansa kehidupan yang sulit dan penuh perjuangan.

Puisi "Ballada Musyafir Gila" bukan hanya sekadar rangkaian kata, tetapi juga sebuah karya seni yang memadukan realitas dan imajinasi dengan indah. Dimas Arika Mihardja berhasil menyampaikan pesan kehidupan yang penuh warna dan memukau melalui ekspresi sastra yang menggugah perasaan pembaca.

Puisi Dimas Arika Mihardja
Puisi: Ballada Musyafir Gila
Karya: Dimas Arika Mihardja
© Sepenuhnya. All rights reserved.