Puisi: Bulan untuk Ibu (Karya Raudal Tanjung Banua)

Puisi "Bulan untuk Ibu" karya Raudal Tanjung Banua merenungkan tentang hubungan antara seorang anak dan ibunya serta bagaimana ...
Bulan untuk Ibu


Ibu, di tubuhmu yang tabu untuk kusentuh
Kulabuhkan ingatan keparat dan menyesakkan
demi sebait puisi yang menjadikan engkau bulan.

Akan bangkit gairah yang runtuh
Meski ajal dan kepulangan terlanjur sudah dijanjikan.

Tungku-tungku telah dinyalakan
Kutu-kutu telah ditindas
dari rambut. Sagu-sagu telah ditebang
dari lahan gambut. Susu-susu sudah diperas
dari setiap daging yang tumbuh
Padi-padi telah ditumbuk
dari lumbung dan lesung.

Lalu, apa lagikah yang belum genap
dari tubuhmu, Ibu?

Di tubuhmu bersarang seluruh:
rangrang dan burung-burung
luruh sayap. Pisau tak bersarung
Alu yang berderap. Pun sepatu dan debu
Bumbu-bumbu dan warung kopi
penuh cakap tapi tidak tentang kepulangan! Biarlah, Ibu,
kepulangan menjadi milikku seorang;
milik ajal dan gairah tak tertahankan.

Agar bangkit segala yang runtuh;
hingga tubuhmu tak lagi tabu aku sentuh
dengan tangan panjang kenanganku;

Begitulah ibu, tubuhmu menjelma jadi sepotong labu
dalam arus pikiranku
hijau, telanjang, berlumut, terapung hanyut
ke laut pengembaraan

Maka di ujung puisi ini, sebelum turun hujan
Kujadikan engkau bulan.


Yogyakarta, Agustus 2001

Analisis Puisi:
Puisi adalah bentuk seni yang memungkinkan penyair untuk menyampaikan perasaan, pemikiran, dan pengalaman mereka dengan cara yang kreatif. "Bulan untuk Ibu" karya Raudal Tanjung Banua adalah sebuah karya sastra yang merenungkan tentang hubungan antara seorang anak dan ibunya serta bagaimana seorang ibu dianggap sebagai sumber kebijaksanaan dan inspirasi.

Tema Puisi: Tema utama dalam puisi ini adalah hubungan antara anak dan ibu, serta perasaan cinta, hormat, dan penghargaan yang dimiliki seorang anak terhadap ibunya. Puisi ini juga mencerminkan rasa kehilangan dan kerinduan.

Metafora Bulan: Puisi ini menggunakan metafora bulan untuk menggambarkan ibu. Bulan sering kali dianggap sebagai simbol keindahan, ketenangan, dan kebijaksanaan. Dalam puisi ini, ibu dianggap seperti bulan yang memberikan cahaya dan inspirasi.

Rasa Kerinduan: Puisi ini menciptakan gambaran tentang seorang anak yang merindukan ibunya, terutama setelah ibunya telah pergi atau meninggal. Rasa kerinduan ini diungkapkan dengan kata-kata seperti "Meski ajal dan kepulangan terlanjur sudah dijanjikan." Ini menciptakan perasaan kehilangan dan perasaan cinta yang mendalam.

Kehidupan Sehari-hari: Puisi ini menciptakan gambaran tentang kehidupan sehari-hari di lingkungan tempat penyair besar. Gambaran ini mencakup berbagai elemen seperti tungku-tungku, kutu-kutu, sagu, susu, padi, alu, sepatu, dan lain-lain. Ini menciptakan perasaan otentik tentang kehidupan yang dijalani oleh ibu.

Pengubahan Tubuh Ibu: Puisi ini menciptakan gambaran tentang bagaimana tubuh ibu mengalami perubahan seiring waktu. Metafora "tubuhmu menjelma jadi sepotong labu" menciptakan gambaran tentang proses penuaan dan perubahan tubuh.

Akhir yang Simbolis: Puisi ini berakhir dengan menyatakan bahwa penyair akan menjadikan ibunya sebagai bulan. Ini adalah bagian simbolis yang menciptakan gambaran tentang bagaimana ibu dianggap sebagai sesuatu yang berharga dan suci, seperti bulan di langit.

Puisi "Bulan untuk Ibu" adalah sebuah karya sastra yang merenungkan tentang hubungan antara anak dan ibu, rasa cinta, penghargaan, dan kerinduan. Raudal Tanjung Banua berhasil menggunakan metafora dan gambaran sehari-hari untuk menyampaikan pesan tentang pentingnya ibu dalam kehidupan seorang anak. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan hubungan dengan orang yang mereka cintai dan bagaimana orang tersebut dapat menjadi sumber inspirasi dalam kehidupan.

Puisi: Bulan untuk Ibu
Puisi: Bulan untuk Ibu
Karya: Raudal Tanjung Banua
© Sepenuhnya. All rights reserved.