Puisi: Bunga Kertas di Mesjid Raya Baiturrahman (Karya Dimas Arika Mihardja)

Puisi "Bunga Kertas di Mesjid Raya Baiturrahman" karya Dimas Arika Mihardja memaparkan refleksi mendalam tentang tragedi tsunami di Aceh serta .....
Bunga Kertas di Mesjid Raya Baiturrahman


Usai sudah kucium ubin dingin sebagai sajadah
di halaman mesjid tumbuh berjuta bunga kertas
berbuah aneka pesan tsunami
pada sebuah pohon kertas kembali kutulis pesan langit
tentang kebangkitan dan isyarat-isyarat
yang menuntun ke sebuah alamat:
kuburan massal tanpa nisan.

Usai sudah kucium ubin dingin sebagai sajadah
hati kembali teriris saat rumput-rumput di pemakaman
menuding langit dan pengembala mengayunkan arit
memangkasnya, padahal di bawah akar rumput itu
berjuta jasad tanpa nama menghormat bendera di atasnya
padahal deru kendaraan di sepanjang jalan ini terus mengepulkan asap
menerbangkan debu ke langit biru hatiku.

Usai sudah kucium ubin dingin sebagai sajadah
aku bukan teroris atau turis
aku hanyalah musafir yang mampir melantunkan tembang duka
bagi Aceh, bagi sejuta hati yang tertoreh pada pohon kertas
yang digores oleh jemari tangan gemetar di halaman mesjid Baiturrahman
"Ya Rahman, begitu dalam luka mengangakan doa
Perkenankan rencongku kembali berkilau dalam ketajaman
memungut puing-puing peradaban yang berserakan".


2011

Analisis Puisi:
Puisi "Bunga Kertas di Mesjid Raya Baiturrahman" karya Dimas Arika Mihardja adalah sebuah karya sastra yang memaparkan refleksi mendalam tentang tragedi tsunami di Aceh serta makna yang terkandung dalam pemakaman massal yang terjadi sebagai akibat dari bencana tersebut. Puisi ini mengangkat tema tentang penderitaan, rasa duka, dan kehancuran, serta menggambarkan rasa ketidakberdayaan dan harapan atas kebangkitan.

Makna Simbolis Bunga Kertas: Puisi ini menggunakan bunga kertas sebagai simbol untuk menggambarkan pesan-pesan yang terdapat dalam bencana tsunami yang menghancurkan Aceh. Bunga kertas yang tumbuh di halaman mesjid melambangkan berbagai pesan dan harapan yang muncul dalam momen kesedihan dan kehancuran.

Tema Kebangkitan dan Kehancuran: Penyair menggambarkan bunga kertas sebagai "buah" pesan tsunami yang berisi isyarat-isyarat tentang kebangkitan. Namun, pesan ini juga diiringi dengan gambaran pemakaman massal tanpa nisan, yang mencerminkan betapa besar dampak bencana tersebut. Tema kebangkitan dan kehancuran saling berimbang dalam puisi ini, menciptakan nuansa kontras yang kuat.

Keberadaan Mesjid Baiturrahman: Mesjid Raya Baiturrahman adalah salah satu simbol penting di Aceh dan juga menjadi tempat perlindungan bagi banyak orang saat bencana terjadi. Puisi ini merujuk pada mesjid ini sebagai tempat yang menyatukan doa-doa dan harapan dalam menghadapi tragedi, serta menjadi tempat perenungan dan refleksi.

Kritik Sosial: Puisi ini mengandung elemen kritik sosial terhadap kurangnya tanda penghormatan bagi korban tsunami yang dimakamkan tanpa nisan. Hal ini mengingatkan pembaca akan perlunya pengakuan dan penghormatan terhadap mereka yang telah meninggal dunia, serta kepentingan untuk merawat dan menjaga peradaban.

Bahasa dan Imaji: Penyair menggunakan bahasa yang kaya akan imaji dan simbol. Penggunaan istilah-istilah seperti "pohon kertas," "rencong," dan "mesjid Baiturrahman" memperkaya makna puisi dan menciptakan gambaran yang kuat dalam pikiran pembaca.

Perpaduan Sentimen: Puisi ini memadukan sentimen penderitaan dan harapan, kesedihan dan optimisme. Hal ini menciptakan dinamika emosional yang kuat, merangkul kedua sisi kemanusiaan: penderitaan yang dalam dan harapan akan perbaikan.

Puisi "Bunga Kertas di Mesjid Raya Baiturrahman" menghadirkan gambaran kuat tentang tragedi tsunami di Aceh dan dampaknya terhadap masyarakat dan peradaban. Penyair berhasil menggambarkan perasaan duka, ketidakberdayaan, dan harapan yang melahirkan makna mendalam dalam konteks bencana dan pemulihannya.

"Puisi Dimas Arika Mihardja"
Puisi: Bunga Kertas di Mesjid Raya Baiturrahman
Karya: Dimas Arika Mihardja
© Sepenuhnya. All rights reserved.