Puisi: Episode Burung-Burung (Karya Raudal Tanjung Banua)

Puisi: Episode Burung-burung Karya: Raudal Tanjung Banua
Episode Burung-Burung


(1)

Burung-burung blekok
Burung-burung kuntul
Paruh-paruh yang bengkok
Bisakah bersuara atau sekedar bersiul
Di luar makan, mengerkap mangsa?

(2)

Bangau tongtong, bangau udang
Tegak diam sebelah kaki
Agar tampak kuat
Atau bermenung mendera diri?

(3)

Burung balam, burung ketiran
Hinggap di tanah
Di dahan-dahan rendah
Bukankah itu pertanda
Sangkar yang sebenarnya?

(4)

Punai tanah, punai tanah
Wahai, terbang rendah
mencari silsilah
Bukan dari atas ke bawah

(5)

Kicau murai
Utusan fajar
Murai pun paham
Mencintai bias
Yang sebentar

(6)

Alap-alap kitari atap
Ngalap berkah
Berhasrat mengelap langit kelabu
Dengan sayap kecilnya

(7)

Kepodang, o, kepodang
Kapan pulang ke sarang
Jangan bawa kicau
Karena itu dekat
Ke pintu sangkar

(8)

Seekor sri gunting
Terbang dari lipatan kain batik
Seorang perempuan
Tiba-tiba terdengar denting
(bagai dawai pilu dipetik)
Nyatanya gelas-piring
Pecah berkeping!

(9)

Burung hantu atau pungguk
Bukan nama yang buruk
Jika saja pencemburu atau pemabuk
Tak berebut mencintai
Bulan dan malam

(10)

Burung undan, burung pingai
Terbang lepas ke langit biru
Sebadan tidak seperangai
Ibarat menggantang angin lalu:
Maka biarkan segalanya terbang
Lepas berlalu...


Kendari-Situbondo-Yogya, 2015

Analisis Puisi:
Puisi memiliki kekuatan untuk mengungkapkan makna yang mendalam melalui metafora dan perumpamaan. Salah satu puisi yang menarik untuk diulas adalah "Episode Burung-Burung" karya Raudal Tanjung Banua. Puisi ini menggambarkan berbagai jenis burung dengan perbedaan karakteristik dan tingkah laku, serta mengajak pembaca untuk merenung tentang kehidupan dan perjalanan manusia.

Puisi ini dimulai dengan menggambarkan burung-burung blekok dan burung kuntul, dengan pertanyaan apakah mereka hanya makan atau juga memangsa mangsa. Metafora burung-burung ini dapat diartikan sebagai manusia yang hidup dalam kehidupan sehari-hari, yang terkadang harus bersikap tegas dan mengambil keputusan yang sulit untuk bertahan hidup.

Kemudian, penulis menggambarkan bangau tongtong dan bangau udang yang tegak diam dengan sebelah kaki. Hal ini dapat diartikan sebagai simbol kekuatan dan ketenangan yang mungkin terlihat dari luar, namun di baliknya terdapat penderitaan dan pertanyaan yang menghantui diri sendiri.

Pada bagian selanjutnya, penulis menggambarkan burung balam dan burung ketiran yang hinggap di tanah dan dahan rendah, yang menunjukkan pertanda bahwa sangkar yang sebenarnya adalah kehidupan yang terbatas. Ini bisa diartikan sebagai perenungan tentang keterbatasan dan batasan yang ada dalam hidup kita.

Puisi ini juga menyentuh tema tentang mencari identitas dan silsilah, seperti yang tergambar pada gambaran punai tanah yang terbang rendah untuk mencari asal-usulnya. Ada ungkapan rindu untuk mengetahui akar dan identitas yang sejati.

Pada bagian berikutnya, penulis menyebutkan kicauan murai sebagai utusan fajar, yang memahami cinta yang sementara. Ini mencerminkan kehidupan yang penuh perubahan dan kenikmatan yang sementara.

Puisi ini juga menggambarkan burung alap-alap kitari yang berhasrat untuk mengelap langit kelabu dengan sayap kecilnya. Ini dapat diartikan sebagai simbol keinginan dan tekad untuk mencapai sesuatu yang lebih tinggi meski dengan keterbatasan dan tantangan yang ada.

Kemudian, penulis membahas tentang kepodang yang harus pulang ke sarangnya dan menjauh dari pintu sangkar. Ini menggambarkan kebebasan dan ketidakterikatan dalam menjalani hidup, tanpa dibatasi oleh lingkungan yang membatasi.

Pada bagian selanjutnya, penulis menggambarkan seekor sri gunting yang terbang dan mendengar suara denting, yang menggambarkan kehancuran gelas dan piring. Hal ini mencerminkan ketidakstabilan hidup dan kejadian yang tidak terduga.

Puisi ini juga menyentuh tema tentang burung hantu atau pungguk yang tidak disalahkan karena cemburu atau mabuk, dan tidak bersaing dalam mencintai bulan dan malam. Ini mengajak pembaca untuk merenung tentang kehidupan yang harmonis dan menerima cinta dengan tulus tanpa perasaan negatif.

Terakhir, penulis menggambarkan burung undan dan burung pingai yang terbang bebas ke langit biru. Ini menggambarkan kebebasan dan kemampuan untuk melepaskan segala sesuatu dan melanjutkan perjalanan hidup.

Secara keseluruhan, puisi "Episode Burung-Burung" karya Raudal Tanjung Banua menawarkan gambaran yang indah tentang berbagai jenis burung dan mengajak pembaca untuk merenung tentang kehidupan, perjalanan, dan makna di baliknya. Puisi ini menggugah imajinasi dan mengajak pembaca untuk melihat dunia dengan sudut pandang yang lebih dalam dan memahami bahwa kehidupan kita penuh dengan perubahan, keterbatasan, dan kebebasan.

Puisi Episode Burung-burung
Puisi: Episode Burung-Burung
Karya: Raudal Tanjung Banua
© Sepenuhnya. All rights reserved.