Puisi: Kabungka, Buton (Karya Raudal Tanjung Banua)

Puisi "Kabungka, Buton" karya Raudal Tanjung Banua merenungkan tentang perubahan sosial, lingkungan, dan pengaruh industri dalam kehidupan manusia.
Kabungka, Buton

Berbungkah-bungkah aspal ditambang
digiling, dihaluskan jadi tambah hitam
Menghampar di pelabuhan dan jalan-jalan
tapi tidak membawa siapa pun pergi
karena pelabuhan bukan lagi pintu
bagi onggokan nasib buruk siapa pun!

Dan jalan-jalan buntu, berantakan
tanpa batu dan aspal
Ironi yang membenam harapan
kembali ke perut bumi

Kusaksikan matahari terbit dan terbenam di sini
Tanpa alasan pasti
anak-anak Kabungka terus melintasi
lumpur dan semak-semak berduri
memasuki sekolah yang tak pernah
memasuki hidup mereka.

Seorang anak menyeringai
menggigit pahit-asam
jambu mete yang berguguran
bagai mengunyah buah derita
berabad-abad kekal di tanah kelahiran

percik getahnya beserta ingus yang meleleh
membuat bintik hitam di baju sekolah
jadi tambah kusam serupa peta jalur tambang
di sepanjang badan masa depan
orang-orang Kabungka

Aku pun menambangnya
Diam-diam, dengan tinta hitam air mata.

Buton-Yogya, 2010

Analisis Puisi:
Puisi adalah sarana yang kuat untuk menyampaikan perasaan, pemikiran, dan makna dengan gaya kreatif. "Kabungka, Buton" karya Raudal Tanjung Banua adalah sebuah karya sastra yang merenungkan tentang perubahan sosial, lingkungan, dan pengaruh industri dalam kehidupan manusia.

Tema Puisi: Tema utama dalam puisi ini adalah dampak industrialisasi dan pertambangan terhadap masyarakat dan lingkungan. Penyair merenungkan perubahan yang terjadi di Kabungka, Buton, yang dahulu merupakan tempat yang tenang dan alamiah, tetapi kemudian mengalami perubahan drastis sebagai akibat pertambangan dan industrialisasi.

Gambaran Lingkungan: Puisi ini menciptakan gambaran lingkungan yang dramatis, dengan menggambarkan penggalian aspal dan dampaknya pada pelabuhan dan jalan-jalan. Penyair menggambarkan betapa lingkungan yang dahulu alamiah telah berubah secara signifikan.

Ironi dan Kritik Sosial: Puisi ini mengandung elemen ironi dan kritik sosial. Penyair menciptakan gambaran tentang harapan dan kenyataan yang pahit di Kabungka, dengan menggambarkan bagaimana pelabuhan yang seharusnya menjadi pintu bagi perbaikan hidup masyarakat sebenarnya tidak membawa perubahan yang positif.

Perubahan dalam Kehidupan Anak-Anak: Penyair merenungkan tentang bagaimana perubahan lingkungan dan industri berdampak pada kehidupan anak-anak di Kabungka. Mereka terpaksa berjalan melintasi lumpur dan semak-semak berduri untuk pergi ke sekolah yang seharusnya merupakan jendela untuk masa depan mereka, tetapi tampaknya tidak memberikan perubahan yang signifikan.

Metafora dan Gambaran: Puisi ini menggunakan metafora seperti "mengunyah buah derita" dan "bintik hitam di baju sekolah" untuk menyampaikan dampak perubahan lingkungan pada anak-anak dan masyarakat di Kabungka. Metafora ini menciptakan gambaran yang kuat tentang penderitaan dan perubahan yang terjadi.

Harapan dan Kritik: Puisi ini menciptakan gambaran tentang keinginan penyair untuk menggambarkan kenyataan yang tidak begitu cerah di Kabungka. Ia menggunakan tinta hitam air mata untuk menyampaikan pesan tentang dampak industrialisasi dan perubahan lingkungan pada masyarakat.

Puisi "Kabungka, Buton" adalah sebuah karya sastra yang memikat dan penuh makna yang merenungkan tentang perubahan sosial dan lingkungan yang dihadapi oleh masyarakat di daerah tersebut. Raudal Tanjung Banua berhasil menggunakan kata-kata dan gambaran untuk menyampaikan pesan tentang dampak industrialisasi dan pengaruhnya pada kehidupan manusia. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan perubahan dalam masyarakat dan lingkungan, serta dampaknya pada kehidupan manusia.

"Puisi: Kabungka, Buton"
Puisi: Kabungka, Buton
Karya: Raudal Tanjung Banua
© Sepenuhnya. All rights reserved.