Puisi: Keharuan (Karya Subagio Sastrowardoyo)

Puisi "Keharuan" karya Subagio Sastrowardoyo adalah suatu refleksi mengenai perasaan terharu dan keharuan dalam konteks sejarah dan emosi manusia.
Keharuan

Aku tak terharu lagi
sejak bapak tak menciumku di ubun.
Aku tak terharu lagi
sejak perselisihan tak selesai dengan ampun.

Keharuan menawan
ketika Bung Karno bersama rakyat
teriak "Merdeka" 17 kali.

Keharuan menawan
ketika pasukan gerilya masuk Jogja
sudah kita rebut kembali.

Aku rindu keharuan
waktu hujan membasahi bumi
sehabis kering sebulan.

Aku rindu keharuan
waktu bendera dwiwarna
berkibar di taman pahlawan

Aku ingin terharu
melihat garis lengkung bertemu di ujung.
Aku ingin terharu
melihat dua tangan damai berhubung

Kita manusia perasa yang lekas terharu.

1962

Sumber: Simfoni Dua (1990)

Analisis Puisi:
Puisi "Keharuan" karya Subagio Sastrowardoyo adalah suatu refleksi mengenai perasaan terharu dan keharuan dalam konteks sejarah dan emosi manusia. Puisi ini menggambarkan perubahan dalam persepsi tentang keharuan serta mencerminkan harapan dan kerinduan terhadap momen-momen yang memiliki makna mendalam.

Terharu dan Keharuan: Puisi ini menggambarkan perasaan "terharu" dan "keharuan" sebagai konsep yang berbeda. Pada awal puisi, penulis menyatakan bahwa ia tak lagi terharu karena pengalaman pribadi, seperti tidak mendapatkan ciuman dari ayahnya atau perselisihan yang tidak terselesaikan. Ini menciptakan pandangan tentang perasaan yang lebih dalam dan kompleks, yaitu "keharuan."

Momennya yang Menawan: Penyair kemudian menciptakan perbandingan dengan momen-momen bersejarah yang membangkitkan keharuan. Ia menggambarkan momen ketika Bung Karno bersama rakyat berteriak "Merdeka" 17 kali dan saat pasukan gerilya memasuki Jogja. Ini adalah contoh-contoh peristiwa yang memicu perasaan keharuan yang mendalam, dan menyiratkan bahwa momen-momen ini memiliki nilai dan makna yang lebih besar daripada pengalaman pribadi.

Hubungan dengan Alam dan Bendera: Penulis juga mengaitkan keharuan dengan alam dan simbol nasional. Dia merindukan keharuan yang muncul setelah hujan turun setelah periode kemarau. Gambaran ini menciptakan nuansa kesegaran dan perubahan, menggambarkan perasaan harap yang tiba setelah masa sulit. Kemudian, penulis merindukan momen ketika bendera dwiwarna berkibar di taman pahlawan, yang merupakan simbol kemerdekaan dan kebanggaan nasional.

Harapan Terharu: Puisi ini berakhir dengan harapan penulis untuk merasakan kembali perasaan terharu. Ia ingin melihat "garis lengkung bertemu di ujung," mungkin sebagai representasi persatuan dan kesatuan. Selanjutnya, dia berharap untuk melihat "dua tangan damai berhubung," yang bisa mencerminkan perdamaian dan harmoni dalam masyarakat.

Puisi "Keharuan" karya Subagio Sastrowardoyo adalah ekspresi tentang perasaan keharuan dan harapan dalam konteks sejarah dan emosi manusia. Puisi ini menggambarkan bagaimana perasaan terharu dapat timbul dari momen-momen bersejarah yang memiliki makna mendalam, sambil mencerminkan kerinduan terhadap perasaan tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

Puisi Subagio Sastrowardoyo
Puisi: Keharuan
Karya: Subagio Sastrowardoyo

Biodata Subagio Sastrowardoyo:
  • Subagio Sastrowardoyo lahir pada tanggal 1 Februari 1924 di Madiun, Jawa Timur.
  • Subagio Sastrowardoyo meninggal dunia pada tanggal 18 Juli 1996 (pada umur 72 tahun) di Jakarta.
© Sepenuhnya. All rights reserved.