Puisi: Keheningan Pelabuhan (Karya Raudal Tanjung Banua)

Puisi "Keheningan Pelabuhan" menghadirkan gambaran tentang kehidupan di sekitar pelabuhan dengan indah dan mendalam. Dengan bahasa yang puitis dan ...
Keheningan Pelabuhan
(- bagi BMC dkk)

Ini pelabuhan atau petilasan
Laut selatan - Tak ada orang bercakap
mabuk dan tertawa. Kapal-kapal ikan
mabuk asin sendiri di kuala dan ceruk teluk diam
tak berombak. Camar-camar terbang nyaris tak tertangkap
mata telanjang. Bahkan kapal-kapal
tanker besar serupa tidur hilang hasrat,
tidak berisik dengan beban penghisapan
di lambung. Mirip benteng tua
pandai memendam perangai topan
Seorang nelayan tua limbung
beralih menjadi penjual batu-batu akik
seberang pulau, tenang, tidak meracau,
luka ladang, luka tanah, seribu kilang,
sembuh sebatas luka di pinggang. Mercusuar
di jauhan, kaki-kakinya membayang
di ufuk air, serupa benar dengan akar-akar bakauan
kuat mencengkram jengkal tanah terakhir segara anak,
o, pandang tertumbuk ke daratan lengang
pulau kambangan, kuamsal kapal nasib
sandar memanjang, memuat cerita dan derita
penghidupan anak manusia
dilamun ombak! Aku mencari dermaga
tanpa perlu menyeberang, hanya menduga
berapa jejak pulang, berapa jejak hilang
sambil menggumamkan kata-kata
sehening doa.

Cilacap, 2007

Analisis Puisi:
Puisi "Keheningan Pelabuhan" karya Raudal Tanjung Banua merupakan suatu karya sastra yang mengeksplorasi keheningan dan kehidupan di sekitar pelabuhan. Dengan penggunaan bahasa yang indah dan deskriptif, puisi ini mengajak pembaca untuk merenung tentang suasana pelabuhan yang kaya akan nuansa dan makna.

Deskripsi Pelabuhan: Di baris pertama, penyair langsung menyajikan pertanyaan apakah yang terjadi di pelabuhan tersebut. Penggunaan kata-kata seperti "petilasan" memberikan kesan sejarah dan keheningan yang mungkin terkait dengan tradisi atau kejadian tertentu.

Laut Selatan dan Kapal-Kapal Ikan: Laut Selatan digambarkan sebagai tempat yang hening, tidak dipenuhi oleh percakapan atau tawa. Kapal-kapal ikan disajikan sebagai entitas yang "mabuk asin" dan diam, menciptakan atmosfer tenang yang mungkin merujuk pada kesunyian dan kontemplasi.

Camar-Camar dan Kapal Tanker: Penyair melukiskan kesulitan melihat camar-camar terbang, menonjolkan ketenangan dan ketidaktergangguannya. Kapal-kapal tanker besar digambarkan sebagai tidur, kehilangan hasrat, dan tanpa suara. Hal ini mungkin mencerminkan ketidakaktifan atau kekosongan dalam kehidupan mereka.

Perubahan Nelayan Menjadi Penjual Batu Akik: Deskripsi tentang perubahan seorang nelayan tua yang beralih menjadi penjual batu-batu akik menunjukkan pergeseran dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini mungkin mencerminkan adaptasi terhadap perubahan ekonomi atau lingkungan di sekitar pelabuhan.

Mercusuar dan Pandangan ke Pulau Kambangan: Mercusuar yang tampak jauh memberikan dimensi visual dan simbolis dalam puisi ini. Pandangan ke pulau Kambangan, dengan kapal nasib yang sandar, memberikan nuansa kehidupan yang sarat dengan cerita dan derita, yang terlihat dilamun ombak.

Pencarian Dermaga dan Jejak Pulang: Penyair menyampaikan keinginan untuk mencari dermaga tanpa perlu menyeberang, sambil menduga jejak pulang dan jejak yang hilang. Ini bisa diartikan sebagai perjalanan rohaniah atau pencarian identitas di tengah keheningan pelabuhan.

Bahasa yang Visual dan Nuansa Spiritual: Puisi ini diperkaya dengan bahasa yang visual dan nuansa spiritual. Metafora seperti "jejak pulang" dan "sehening doa" menambah dimensi simbolis dan keagungan pada puisi.

Puisi "Keheningan Pelabuhan" adalah karya yang menghadirkan gambaran tentang kehidupan di sekitar pelabuhan dengan indah dan mendalam. Dengan bahasa yang puitis dan makna yang terkandung dalam setiap baris, penyair berhasil mengajak pembaca untuk merenungkan keheningan, perubahan, dan misteri kehidupan di sekitar pelabuhan.

Puisi: Keheningan Pelabuhan
Puisi: Keheningan Pelabuhan
Karya: Raudal Tanjung Banua
© Sepenuhnya. All rights reserved.