Puisi: Matahari Pertama (Karya Raudal Tanjung Banua)

Puisi: Matahari Pertama Karya: Raudal Tanjung Banua
Matahari Pertama


Tidak setiap kesalahan adalah dosa
bukan pula kekalahan

Bila pintu terbuka dan matahari bersinar
kami memandang tanpa curiga. Kadang
dengan riang kami bicara
tentang perang. Sambil membayangkan

kapal-kapal oleng karena muatan
bendera setengah tiang. Lorong tambang
yang mendebarkan

dan ajaib, kami temukan mereka,
orang-orang dengan tulang rusuk yang rusak
bangkit dan bergerak. di ujung lorong
dengan sedikit cahaya

jadi pertanda – datangnya matahari pertama
matahari yang senantiasa terbaca
tiap kali pintu terbuka. Tanpa curiga
kami memandang dan mengulang cerita lama

tapi tidak tentang kalah dan menang
biarlah itu menjadi matahari silam
para nenek moyang

matahari kami kini: matahari pertama
di suatu pagi yang tak mengenal
nama-nama hari. cahaya dibagi rata

seperti puisi,
menyepuh bumi dalam kilauan
sehingga semuanya bercahaya

bahkan bulan (yang tak memiliki
cahaya sendiri), purnama
dan bintang-bintang begitu cemerlang
di jagad galaksi matahari kami!

sehingga semuanya bernama
atas maunya sendiri. semuanya terbaca
dan ditulis kembali
dengan tatahan semangat cahaya pertama

cahaya yang menata batu-batu
dan air dan lorong tambang
menjadi baru dilahirkan

bahkan terasa
bahwa tuhan sendiri lupa menulis semuanya
di kertas dosa!

Kami sendirilah yang menulisnya
di kertas putih
puisi cinta.


Jakarta-Bandung, 2000

"Puisi: Matahari Pertama"
Puisi: Matahari Pertama
Karya: Raudal Tanjung Banua
© Sepenuhnya. All rights reserved.