Puisi: Payajaras (Karya Raudal Tanjung Banua)

Puisi: Payajaras Karya: Raudal Tanjung Banua
Payajaras


Aku datangi apa yang layak aku datangi
Jalan berkelok dan berhenti
dekat lapangan pasar malam aku lalu masuk
sepenuh degup hati
ke kampung-kampung penuh kilang
tempat saudaraku, perantau tanah seberang,
memeras dan menyuling asin keringat
sekaligus rasa asingnya pada tanah dan langit
yang tak kunjung merendah
bagai menyuling minyak nilam dan air mata
di ladang-ladang yang jauh
di punggung bukit hutan Sumatera.

Aku masuki setiap pintu yang terbuka,
rumah dan kamar seadanya
Betapa bahagia bertemu saudara dan kawan lama
bersalaman dengan tangan keras dan kapalan,
terasa lebih pasti makna berita. Wajah yang tampak tua
saat bertatapan, tiada lain isyarat derita
yang hendak dibagi dan ditanggungkan.

Tiada yang lebih haru ketika seorang ibu berseru
di balik pagar kilang kursi rotan, menyebut nama masa kecilku
yang lama tak terucapkan. Dari gudang tukang las
seorang laki-laki mengulangnya dengan dentang besi
dan percik api. Seorang lain menekan amplas lebih keras
ke kayu kusen, di mana sepasang mata kami jadi kaca
berhadapan, jadi aksen baru pengucapan.

Tak ada yang leleh atau cair,
seperti es krim yang dijajakan
dari Ijok, Rawang, Bukit Rotan sampai Batang Bajuntai
suka-cita kami tak terlerai. Utuh, penuh
Dan kini sebelum berangkulan,
tangan kenangan sudah lebih dulu melingkar di pundak
atau bahu yang dulu lepas dan direnggutkan
jalan tunggang yang kejam.

Kini kami bertemu, dicambuk batang-batang tebu
pagar halaman. Tak ada sepah terbuang, tak ada miang
yang gatal. Dalam diam, dera itu kami tahankan
deru di hati kami simpankan:
Telah aku datangi apa yang layak aku datangi
dan kau jalani apa yang layak kau jalani
Jalan berkelok dan berhenti
dekat pasar malam, yang perlahan usai,
saat kampung rantauan itu aku tinggalkan
dengan sisa tawar-menawar
yang membubungkan gema larut kepulangan.


Selangor, 2008

"Puisi: Payajaras"
Puisi: Payajaras
Karya: Raudal Tanjung Banua
© Sepenuhnya. All rights reserved.