Puisi: Sajak (Karya Subagio Sastrowardoyo)

Puisi "Sajak" karya Subagio Sastrowardoyo menggambarkan kompleksitas dan rasa kehilangan dalam kehidupan dengan cara yang sederhana namun mendalam.
Sajak


Apakah arti sajak ini
Kalau anak semalam batuk-batuk,
bau vicks dan kayu putih
melekat di kelambu.
Kalau istri terus mengeluh
tentang kurang tidur, tentang
gajiku yang tekor buat
bayar dokter, bujang dan makan sehari.
Kalau terbayang pantalon
sudah sebulan sobek tak terjahit.
Apakah arti sajak ini
Kalau saban malam aku lama terbangun:
Hidup ini makin mengikat dan mengurung.
Apakah arti sajak ini:
Piaraan anggerek tricolor di rumah atau
pelarian kecut ke hari akhir?

Ah, sajak ini,
mengingatkan aku kepada langit dan mega.
Sajak ini mengingatkan kepada kisah dan keabadian.
Sajak ini melupakan aku kepada pisau dan tali.
Sajak ini melupakan kepada bunuh diri.


Sumber: Simfoni Dua (1990)

Analisis Puisi:
Puisi "Sajak" karya Subagio Sastrowardoyo menghadirkan serangkaian gambaran kehidupan yang sederhana namun memilukan. Dengan cara yang lugas, puisi ini menyampaikan refleksi dan pertanyaan tentang makna hidup.

Keseharian yang Penuh Penderitaan: Puisi ini dibuka dengan gambaran keseharian yang penuh dengan penderitaan. Anak yang batuk-batuk, istri yang mengeluh, dan persoalan ekonomi yang menghantui menggambarkan realitas hidup yang sulit dan seringkali menekan.

Imajinasi dan Kenyataan yang Berbenturan: Penyair menghadirkan kontras antara realitas sehari-hari dengan gambaran lebih besar, seperti langit, mega, kisah, dan keabadian. Pergeseran dari keadaan konkrit ke abstrak memberikan dimensi filosofis pada sajak ini.

Pertanyaan tentang Arti Hidup: Puisi ini mengajukan pertanyaan mendalam tentang arti hidup. Anak, istri, pekerjaan, dan kesulitan ekonomi menjadi latar belakang untuk merenungkan hakikat keberadaan manusia. Penyair bertanya, "Apakah arti sajak ini?" sebagai refleksi terhadap kehidupan sehari-hari yang penuh dengan tantangan.

Kesan Melankolis dan Kehampaan: Ungkapan, "Hidup ini makin mengikat dan mengurung," menciptakan kesan melankolis dan kehampaan. Perasaan terkekang dan terkurung mewakili pengalaman yang mungkin dialami banyak orang.

Referensi Bunuh Diri: Puisi menyentuh tema yang cukup berat dengan merujuk pada "bunuh diri." Penggunaan kata-kata seperti "pisau" dan "tali" menimbulkan nuansa gelap, menyoroti beban mental dan keputusasaan yang mungkin dirasakan oleh individu.

Refleksi terhadap Keabadian dan Langit: Pada akhir puisi, penyair merenungkan tentang keabadian, kisah, dan langit. Ini bisa diartikan sebagai upaya mencari makna lebih tinggi di tengah-tengah keterbatasan dan penderitaan hidup.

Penggunaan Bahasa yang Lugas: Bahasa yang digunakan dalam puisi ini bersifat lugas dan tidak dibalut dengan retorika yang berlebihan. Ini memberikan kejelasan pada ekspresi perasaan dan pemikiran penyair.

Puisi "Sajak" merupakan pengamatan tajam terhadap kehidupan sehari-hari, dihadirkan melalui lensa kepedihan dan pertanyaan filosofis. Subagio Sastrowardoyo berhasil menggambarkan kompleksitas dan rasa kehilangan dalam kehidupan dengan cara yang sederhana namun mendalam.

Puisi Subagio Sastrowardoyo
Puisi: 
Karya: Subagio Sastrowardoyo

Biodata Subagio Sastrowardoyo:
  • Subagio Sastrowardoyo lahir pada tanggal 1 Februari 1924 di Madiun, Jawa Timur.
  • Subagio Sastrowardoyo meninggal dunia pada tanggal 18 Juli 1996 (pada umur 72 tahun) di Jakarta.
© Sepenuhnya. All rights reserved.