Sumber: Keroncong Motinggo (1975)
Analisis Puisi:
Puisi adalah bentuk seni yang memungkinkan penulis untuk mengungkapkan perasaan dan pemikirannya dengan cara yang mendalam. Dalam puisi "Wawancara" karya Subagio Sastrowardoyo, pengarang menghadirkan dialog introspektif dengan Tuhan, mengeksplorasi kerinduan, ketidakpastian, dan harapan yang ada dalam hubungan manusia dengan Yang Maha Kuasa.
Puisi ini terdiri dari beberapa bagian yang menghadirkan serangkaian pertanyaan dan refleksi. Pada bagian pertama, pengarang menggambarkan cinta yang hilang yang menusuk kenangan, mengupas kulit nyawanya dan membuatnya terjerit dalam rongga rindu yang paling kelam. Puisi ini menggambarkan kepedihan yang dalam dan kehilangan yang mempengaruhi jiwa seseorang.
Bagian kedua menghadirkan gambaran tentang bayangan hitam yang terus mengikuti langkah pengarang. Bayangan itu diibaratkan sebagai sesuatu yang gelap dan membebani, membuatnya merasa tercekik dalam lorong kesunyian. Pengarang merenungkan tentang kebaikan Tuhan yang membiarkan bayangan itu mengikutinya sendirian, mengejarnya di lorong yang sepi.
Pada bagian ketiga, pengarang menyampaikan keraguan dan kesulitan untuk mempercayai di mana Tuhan berada. Dia merenungkan hari-hari yang hampa dan bertanya-tanya apakah Tuhan masih berada di sana, menjaga dan memberi petunjuk. Pengarang menutup buku di mejanya dan merasakan kehadiran Tuhan dalam dadanya, berharap bahwa Tuhan akan berbicara lagi.
Bagian keempat menggambarkan pengarang sebagai orang yang telah membangun rumah dari pasir di pantai sebelum orang lain bangun. Dia mengungkapkan keindahan berbaring sambil membayangkan kuda putih dan kapal layar di cakrawala. Pengarang merenungkan kehidupan dan kematian, menyadari bahwa kehadirannya di dunia ini tidak berbeda dengan Tuhan, karena dia ada sebelum ayahnya dan jiwa purba di dalamnya tetap abadi.
Pada bagian kelima, pengarang menyampaikan rasa penyesalan dan penyesalan yang telah menyucikan hatinya. Dia mengungkapkan keinginannya untuk meminta Tuhan berbicara, tetapi merasa mukanya tetap diam seperti kertas kosong yang tidak beraksara. Pengarang merindukan berita kalam langsung yang timbul dari sumber ilham, dan dia tak sabar menanti kabar itu.
Bagian terakhir menghadirkan pengarang yang merenungkan musim mendung di pantai dan resah yang ada dalam hati dan dinding rumahnya. Dia berdialog dengan Tuhan sebagai tamu asing yang gelisah masuk dan keluar dari pintu. Pengarang merenungkan mengapa Tuhan tidak singgah di laut batinkunya dan memancarkan rahmat-Nya dari sana, tempat yang tenang dan tidak tergoyahkan oleh badai.
Melalui puisi "Wawancara" karya Subagio Sastrowardoyo, pembaca diajak untuk merenungkan tentang hubungan manusia dengan Tuhan dan dialog introspektif yang terjadi di dalam hati dan pikiran manusia. Puisi ini menggambarkan perjalanan spiritual, kerinduan, dan keinginan untuk memperoleh pemahaman yang lebih dalam tentang kehadiran Tuhan. Dalam kata-kata yang indah, pengarang berhasil menghadirkan refleksi yang mendalam tentang eksistensi manusia dan hubungannya dengan Yang Maha Kuasa.
Karya: Subagio Sastrowardoyo
Biodata Subagio Sastrowardoyo:
- Subagio Sastrowardoyo lahir pada tanggal 1 Februari 1924 di Madiun, Jawa Timur.
- Subagio Sastrowardoyo meninggal dunia pada tanggal 18 Juli 1996 (pada umur 72 tahun) di Jakarta.