Puisi: Wawancara (Karya Subagio Sastrowardoyo)

Melalui puisi "Wawancara" karya Subagio Sastrowardoyo, pembaca diajak untuk merenungkan tentang hubungan manusia dengan Tuhan dan dialog .....
Wawancara (1)


Di balik cinta yang hilang, Tuhan
terus menusuk duri kenangan
sehingga terkelupas kulit nyawaku
dan darahku telanjang
menjerit
dari rongga rindu paling kelam.


Wawancara (2)


Apatah yang lebih hitam
dari bayanganmu
yang tercapak di sudut tembok
di mana tumbang jembangan bunga

Atau di papan pintu tua
yang kuketuk tapi tak ada yang membuka

Hatimu terlalu baik, Tuhan
dan membiarkan bayangan hitam
mengikut langkahku sendirian
lalu mencekikku di lorong lengang


Wawancara (3)


Mataku rabun
(karena terlalu banyak membaca)
sulit lagi percaya
di mana kau berada

Di hari hampa
masihkah kau di situ, berjaga?

Telah kututup buku di meja
dan dadaku sudah penuh dengan napasmu
Tuhan, akan kembali kau bersabda?


Wawancara (4)


Sebelum mereka bangun
aku telah selesai mendirikan rumah
dari pasir di pantai
O, betapa indahnya berbaring
membayangkan kuda putih
dan kapal layar di mega
Parak siang menurut rencana
aku akan berlomba di lapang bola
dan main perang dengan kayu dan api
pura-pura tertembak dan menangkup mati
Terpelanting ke alam kanak
aku sering berpaling ke dini hari
saat sebelum mimpi siang ini terjadi
Sebab aku sebenarnya tidak berbeda
dengan kau, Tuhan:
Hadirku di sini lebih dulu dari bapa
dan nyawaku purba tidak pernah jadi tua


Wawancara (5)


Hatiku putih kini
karena kalis dari dosa
Dapatkah kau kubujuk
dan minta kau bicara?
Telah kulecut tubuhku
dengan siksa penyesalan
sehingga remuk dagingku
dan tinggal hanya rindu kepada suaramu
Tetapi mukamu tetap diam
seperti kertas kosong
tak beraksara
Haruskan aku mabuk lagi oleh kata
dan berceloteh tanpa makna?
Tuhan, aku tak sabar menanti berita kalam
langsung terbit dari sumber ilham


Wawancara (6)


Di bagian musim ini
mendung di pantai
mendatangkan resah
di hati dan dinding rumah
Dan kau, Tuhan, berlaku sebagai tamu asing
gelisah keluar-masuk
melintasi lantai pintu
Mengapa tidak singgah di laut batinku
dan memancarkan rahmatmu dari sana
dari hening lubuk
yang tak pernah goncang oleh badai
di mana kau bisa betah


Sumber: Keroncong Motinggo (1975)

Analisis Puisi:
Puisi adalah bentuk seni yang memungkinkan penulis untuk mengungkapkan perasaan dan pemikirannya dengan cara yang mendalam. Dalam puisi "Wawancara" karya Subagio Sastrowardoyo, pengarang menghadirkan dialog introspektif dengan Tuhan, mengeksplorasi kerinduan, ketidakpastian, dan harapan yang ada dalam hubungan manusia dengan Yang Maha Kuasa.

Puisi ini terdiri dari beberapa bagian yang menghadirkan serangkaian pertanyaan dan refleksi. Pada bagian pertama, pengarang menggambarkan cinta yang hilang yang menusuk kenangan, mengupas kulit nyawanya dan membuatnya terjerit dalam rongga rindu yang paling kelam. Puisi ini menggambarkan kepedihan yang dalam dan kehilangan yang mempengaruhi jiwa seseorang.

Bagian kedua menghadirkan gambaran tentang bayangan hitam yang terus mengikuti langkah pengarang. Bayangan itu diibaratkan sebagai sesuatu yang gelap dan membebani, membuatnya merasa tercekik dalam lorong kesunyian. Pengarang merenungkan tentang kebaikan Tuhan yang membiarkan bayangan itu mengikutinya sendirian, mengejarnya di lorong yang sepi.

Pada bagian ketiga, pengarang menyampaikan keraguan dan kesulitan untuk mempercayai di mana Tuhan berada. Dia merenungkan hari-hari yang hampa dan bertanya-tanya apakah Tuhan masih berada di sana, menjaga dan memberi petunjuk. Pengarang menutup buku di mejanya dan merasakan kehadiran Tuhan dalam dadanya, berharap bahwa Tuhan akan berbicara lagi.

Bagian keempat menggambarkan pengarang sebagai orang yang telah membangun rumah dari pasir di pantai sebelum orang lain bangun. Dia mengungkapkan keindahan berbaring sambil membayangkan kuda putih dan kapal layar di cakrawala. Pengarang merenungkan kehidupan dan kematian, menyadari bahwa kehadirannya di dunia ini tidak berbeda dengan Tuhan, karena dia ada sebelum ayahnya dan jiwa purba di dalamnya tetap abadi.

Pada bagian kelima, pengarang menyampaikan rasa penyesalan dan penyesalan yang telah menyucikan hatinya. Dia mengungkapkan keinginannya untuk meminta Tuhan berbicara, tetapi merasa mukanya tetap diam seperti kertas kosong yang tidak beraksara. Pengarang merindukan berita kalam langsung yang timbul dari sumber ilham, dan dia tak sabar menanti kabar itu.

Bagian terakhir menghadirkan pengarang yang merenungkan musim mendung di pantai dan resah yang ada dalam hati dan dinding rumahnya. Dia berdialog dengan Tuhan sebagai tamu asing yang gelisah masuk dan keluar dari pintu. Pengarang merenungkan mengapa Tuhan tidak singgah di laut batinkunya dan memancarkan rahmat-Nya dari sana, tempat yang tenang dan tidak tergoyahkan oleh badai.

Melalui puisi "Wawancara" karya Subagio Sastrowardoyo, pembaca diajak untuk merenungkan tentang hubungan manusia dengan Tuhan dan dialog introspektif yang terjadi di dalam hati dan pikiran manusia. Puisi ini menggambarkan perjalanan spiritual, kerinduan, dan keinginan untuk memperoleh pemahaman yang lebih dalam tentang kehadiran Tuhan. Dalam kata-kata yang indah, pengarang berhasil menghadirkan refleksi yang mendalam tentang eksistensi manusia dan hubungannya dengan Yang Maha Kuasa.

Puisi Subagio Sastrowardoyo
Puisi: Wawancara
Karya: Subagio Sastrowardoyo

Biodata Subagio Sastrowardoyo:
  • Subagio Sastrowardoyo lahir pada tanggal 1 Februari 1924 di Madiun, Jawa Timur.
  • Subagio Sastrowardoyo meninggal dunia pada tanggal 18 Juli 1996 (pada umur 72 tahun) di Jakarta.
© Sepenuhnya. All rights reserved.