Puisi: Zaman Jahiliah Kedua (Karya Sobron Aidit)

Puisi "Zaman Jahiliah Kedua" karya Sobron Aidit merupakan kritik sosial yang tajam terhadap kondisi politik dan sosial di Indonesia, khususnya pada ..
Zaman Jahiliah Kedua

Sejak zaman presiden dua sampai tiga
pembunuhan tak pernah henti
sejak enam lima sampai kini
dan kalau masih dia juga pada yang keempat
alamat pembunuhan akan terus berlanjut
karena sudah terasa enak
sudah terlalu biasa memenggal kepala rakyat
di media-massa tergambar kepala itu
diarak-arak dengan pesta gembira
lalu zaman begini hanya ada
pada beliau-beliau yang kini tetap sehat
karena tak segorespun pembalasan
dan tetap saja penghuni istana
perdagangan, raja-uang, jual-beli suara
perdagangan prinsip dan hadiah-hadiah curian
saling antar-mengantar bagaikan suasana idulfitri.

Maka mungkin hanya kepada kitalah
jawaban ini ditunggu
atau pada kaum demonstran di jalanan
yang orang lain sedang tidur
mereka berjaga, saling meronda
bagi keselamatan teman-temannya
bagi perjuangan besok pagi
dan lalu terus besok paginya lagi.

Ada yang luka, berdarah dan rebah tak bernafas
hari ini dan besok rasa-rasanya akan terus
itulah bayaran kita memilih yang kedua dan ketiga ini
terlalu mahal, terlalu banyak makan korban
dan masih maukah kita pada beliau
yang keempat ini?

Rasa-rasanya memang terserah kepada kita
bibit kita, turunan kita sudah lama berguguran
dipancung tanpa kelihatan
disiksa-aniaya tanpa terbuktikan
karena penjaranya terlalu besar
terlalu luas
seluas Nusantara
tapi kita terkadang tak sadar
bahwa kepala kita
akan segera terpisah
dari leher yang sudah lama diintip mereka.

Rasa-rasanya baik juga kita
menentukan arah
agar tak lagi dimakan sejarah
karena mereka tetap saja meneruskan
zaman dulu itu
zaman jahiliah.

10 Oktober 1999

Analisis Puisi:

Puisi "Zaman Jahiliah Kedua" karya Sobron Aidit merupakan kritik sosial yang tajam terhadap kondisi politik dan sosial di Indonesia, khususnya pada masa pemerintahan presiden-presiden yang disebutkan dalam puisi.

Kritik Terhadap Kekerasan Politik: Penyair dengan tegas menyuarakan ketidakpuasan terhadap kekerasan politik yang terjadi di Indonesia, dari masa ke masa. Pembunuhan dan kekerasan terus berlanjut tanpa henti, menunjukkan bahwa kekuasaan dan korupsi masih merajalela di negeri ini.

Kritik Terhadap Elite Politik: Puisi ini mencerminkan ketidakpercayaan terhadap elite politik dan pemimpin yang mengeksploitasi kekuasaan mereka untuk keuntungan pribadi. Penyair mengecam perilaku koruptif dan tidak bermoral dari mereka yang duduk di puncak kekuasaan.

Panggilan untuk Perubahan: Penyair mengajak pembaca untuk berpikir kritis dan bertindak untuk mengubah arah politik negara. Demonstran di jalanan dipuji sebagai pahlawan yang berjuang untuk keadilan dan kebebasan, sementara elit politik digambarkan sebagai penindas yang memakan korban tanpa belas kasihan.

Pemahaman atas Dampak Pilihan Politik: Puisi ini menyiratkan bahwa masyarakat harus menyadari konsekuensi dari pilihan politik mereka. Penyair menggambarkan bahwa biaya politik yang mahal telah dibayar dengan darah dan penderitaan rakyat, dan menantang apakah masyarakat masih ingin memilih pemerintahan yang korup dan otoriter.

Pemanggilan untuk Kesadaran dan Aksi: Penyair menegaskan bahwa masa depan negara tergantung pada tindakan kita sebagai individu dan sebagai masyarakat. Pemahaman akan kejahatan politik dan keinginan untuk mengubahnya menjadi tema sentral dalam puisi ini, memberikan pesan yang kuat tentang pentingnya kesadaran dan aksi kolektif.

Dengan demikian, puisi "Zaman Jahiliah Kedua" adalah sebuah puisi yang menyuarakan ketidakpuasan terhadap kekerasan politik dan korupsi di Indonesia, serta mengajak pembaca untuk bertindak demi perubahan yang lebih baik.

"Puisi: Zaman Jahiliah Kedua"
Puisi: Zaman Jahiliah Kedua
Karya: Sobron Aidit
© Sepenuhnya. All rights reserved.