Puisi: Buah Karet (Karya Sutan Takdir Alisjahbana)

Puisi "Buah Karet" karya Sutan Takdir Alisjahbana menghadirkan gambaran yang kuat tentang keinginan manusia untuk kebebasan dan perubahan.
Buah Karet

Sekali aku duduk di bawah pohon karet dan terkejut mendengar letusan nyaring diatas kepalaku: biji matang menghambur dari batangnya.

Ya, aku tahu, dimana-mana tumbuh menghendaki bebas dari ikatan!

*

Terdengarkah itu olehmu, wahai angkatan baru?
Putuskan, hancurkan segala yang mengikat!
Rebut gelanggang lapang di sinar terang!
Tolak segala lindungan!
Engkau raja zamanmu!

*

Biar mengeluh, biar merintih segala nenek moyang!
Lagi pohon yang bisu insaf, bahwa biji yang sekian lama dikandungnya itu akan mati busuk di bawah lindungan.
Bahwa bayangan rindang yang meneduhi itu meng
halangi tumbuh.

5 Mei 1944

Sumber: Pembangunan (25 Desember 1945)

Analisis Puisi:

Puisi "Buah Karet" karya Sutan Takdir Alisjahbana menghadirkan gambaran yang kuat tentang keinginan manusia untuk kebebasan dan perubahan.

Simbolisme Pohon Karet: Pohon karet dalam puisi ini menjadi simbol keinginan manusia untuk kebebasan dan pertumbuhan. Letusan biji matang dari pohon tersebut menciptakan gambaran tentang kekuatan alam yang ingin melepaskan diri dari ikatan. Ini mencerminkan dorongan alami manusia untuk membebaskan diri dari keterbatasan dan norma yang mengikat.

Panggilan untuk Perubahan: Puisi ini memuat panggilan yang kuat kepada "angkatan baru" untuk mengambil langkah-langkah radikal dalam mengubah situasi yang mengikat dan membatasi. Pemakaian bahasa yang tegas dan bersemangat menggambarkan keinginan untuk mengejar kebebasan dan kemerdekaan dari segala bentuk penindasan dan kendala.

Penolakan terhadap Tradisi: Puisi ini juga mengekspresikan penolakan terhadap tradisi dan norma yang membatasi pertumbuhan dan perkembangan. Melalui gambaran pohon yang "bisu insaf" dan biji yang "mati busuk di bawah lindungan", Alisjahbana menyiratkan bahwa kepatuhan buta terhadap tradisi dapat menghambat kemajuan dan kemerdekaan.

Panggilan untuk Tindakan: Penekanan pada tindakan dalam puisi ini menggambarkan pentingnya keberanian dan determinasi untuk mengejar perubahan. Melalui kata-kata yang berapi-api, puisi ini mendorong pembaca untuk bertindak dan menolak keterbatasan yang menghalangi pertumbuhan dan kebebasan individu.

Puisi "Buah Karet" adalah sebuah panggilan yang kuat untuk kebebasan, perubahan, dan penolakan terhadap norma yang membatasi. Dengan menggunakan simbolisme pohon karet dan gambaran yang kuat, Alisjahbana menggambarkan keinginan manusia untuk membebaskan diri dari segala bentuk penindasan dan kendala. Puisi ini mendorong pembaca untuk bertindak dan mengejar kebebasan serta pertumbuhan yang sejati.

Puisi: Buah Karet
Puisi: Buah Karet
Karya: Sutan Takdir Alisjahbana

Biodata Sutan Takdir Alisjahbana:
  • Sutan Takdir Alisjahbana lahir pada tanggal 11 Februari 1908 di Natal, Mandailing Natal, Sumatra Utara.
  • Sutan Takdir Alisjahbana meninggal dunia pada tanggal 17 Juli 1994.
  • Sutan Takdir Alisjahbana adalah salah satu sastrawan Angkatan Pujangga Baru.
© Sepenuhnya. All rights reserved.