Puisi: Hari dan Hara (Karya Subagio Sastrowardoyo)

Puisi: Hari dan Hara Karya: Subagio Sastrowardoyo
Hari dan Hara


Pada pertemuan begini mesra
tugas kita hanya mengalami
tanpa berkata-kata
dan membiarkan air liur mengaliri kulit ari
(ah, betapa sakit cinta menusuk hati)
kita tinggal mengalami
tapi tanpa bergumam
tanpa mencatat kejadian sehari
bahkan tanpa mengulum dendang sajak
hanya mengalami

Berdua kita terbuang ke benua asing
kini apa lagi yang tersisa
daripada membuat diri terbiasa
kepada kehadiran saat ini
sudah terbasuh dendam dari dada
tak perlu kita berpaling
atau menanti kapan akan dipanggil kembali
ruang kamar melingkup
dan tangan terlalu sibuk membagi kartu di meja
permainan nasib antara kita

Telah kulalui hutan belantara
sekedar sampai kepada penjelmaan ini
berupa ketelanjanganmu yang rela kujamah
jiwa yang sendiri
membutuhkan tubuh yang ramah
apakah kau sendiri tak ngeri
berbaring seorang diri di ranjang
biarkan aku jadi anjing setia
yang menjaga kemanusiaanmu
terbujur ke seberang malam
aku ingin jiwamu tenteram

Tibamu di balik kelambu
tidak begitu kentara
apakah kau kukenal atau orang asing
selalu ada batas pemisah
antara nyawa dengan nyawa
yang membedakan laki dan betina
tetapi sebelum menyingkir malam dari jendela
telah kutembus tirai keramat
ayam jantan berkokok di kebon tetangga
betapa nyaring terdengar

Selama kita masih sempat berbicara
perkawinan kita belum sempurna
dalam terkenang kita hanya mengambang
belum tenggelam ke pusat nikmat
luluh dalam paduan irama
jadi diam semua nada
yang tertampung hanya hening
hening lena tak berisarat

Terdampar di tilam terakhir
harus kita putuskan hubungan sejarah
seperti dulu pada awal musim
(di gugusan sorga yang pernah tenggelam)
kita tampil sebagai anak bugil
yang lupa akan kebengalan hari silam
di sini masih mutlak kebebasan
curahkan diri sepenuhnya dalam pelukan
amboi, gila kita mengigal
sampai terasa degup tunggal

Air dalam
membangkitkan gairahku lama diam
apa saja kini tak kutempuh
mahluk kerdil yang biasa takut
rela lenyap ke laut tubuhmu
sekedar menikmati kelakian yang penuh
tak ada yang haram
buat nyawa disiksa asmara
maut, aku tidak lagi pengecut

Malam sebagai bukit hitam
menghunjam ke dada
apa kau masih bisa tidur
di tengah kegelapan mengancam
tidakkah nampak akir menjelang
pada tapak kaki menghilang
peganglah erat tanganku menggapai
tinggal kau satu-satunya yang bisa kusentuh
sedang hasrat hidup masih penuh

Di antara empat dinding
aku belajar berdiam diri
dan mematikan kata di kening
mimpi rahasia terbenam di sanubari
sehabis gerhana
bulan hamil dengan benih kenangan
yang menua
aku yakin
dalam tubuhmu tertawan segenap nasibku
hidup tersita

Ketika kutengok dalam kaca
kulihat kau terbayang di muka
raut wajah yang sama
dan lekuk bibir itu diremas cinta
letih debar jantung yang seirama
telah bertukar dua nyawa
kita tidak berbeda
berpadu susu dan dada

Di balik pesona
aku tidak mencari makna
di luar kamar pengenalan serba samar
tetapi sebelum tumbang semua lambang
ingin kurenggut kehadiranmu membekas di tikar
sudah tersirat sinar pagi di gapura
dekat gerbang diriku segera dinanti.


Sumber: Hari dan Hara (1982)

Catatan:
Di dalam mitologi Hindu Hari-Hara adalah personifikasi dewata dalam bentuk setengah laki-laki setengah perempuan.



Puisi Subagio Sastrowardoyo
Puisi: Hari dan Hara
Karya: Subagio Sastrowardoyo

Biodata Subagio Sastrowardoyo:
  • Subagio Sastrowardoyo lahir pada tanggal 1 Februari 1924 di Madiun, Jawa Timur.
  • Subagio Sastrowardoyo meninggal dunia pada tanggal 18 Juli 1996 (pada umur 72 tahun) di Jakarta.
© Sepenuhnya. All rights reserved.