Puisi: Kerabat Kita (Karya Sutan Takdir Alisjahbana)

Puisi "Kerabat Kita" karya Sutan Takdir Alisjahbana menyentuh tema perjalanan dan pengalaman hidup, di mana sang penyair mengeksplorasi keberagaman ..
Kerabat Kita
(Hari Ibu)

Bunda,
masih kudengar petuamu bergetar
waktu ku tertegun di ambang pintu,
melepaskan diriku dari pelukmu:
"Hati-hati di rantau orang, anakku sayang,
Berkata di bawah-bawah, mandi di hilir-hilir.
Dimana bumi dipijak disana langit dijunjung."

Telah lama aku mengembara:
Jauh rantau kujelajah,
banyak selat dan sungai kuseberangi,
gunung dan gurun kuedari.
Baragam warna, bahasa dan budaya manusia,
teman aku bersantap, bercengkerma dan bercumbu,
lawan aku bertengkar dan berselisih.

Di runtuhan Harapa dan Pompeyi aku ziarah,
Dari menara Eifel dan Empire State Building
aku tafkur memandang semut manusia.
Di pembacaan Ruhr dan Nagasaki
aku bangga melihat kesanggupan ummat
berpikir, mengatur dan berbuat.
Kuhanyutkan diriku dalam lautan manusia
di Time Square di New York dan di Piccadily di
London.
Kuresapkan lagu kesepian pengendara unta
di gurun pasir dan batu Anatolia,
saga Islandia yang megah di padang salju yang putih.

Bunda,
Pulang dari rantau yang jauh
berita girang kubawa kepadamu,
resap renungan petua keramat,
sendu engkau bisikkan di ambang pintu:
Dimana-mana aku menjejakkan kaki,
aku berjejak di bumi yang satu.
Dan langit yang kujunjung
dimana-mana langit kita yang esa

Bunda,
Alangkah luasnya dan dahsyatnya kerabat kita,
kaya budi kaya hati,
pusparagam ciptaan dan dambaan.

Honolulu, 1962

Sumber: Horison (Oktober, 1971)

Analisis Puisi:
Puisi "Kerabat Kita" karya Sutan Takdir Alisjahbana adalah karya sastra yang menyentuh tema perjalanan dan pengalaman hidup, di mana sang penyair mengeksplorasi keberagaman dan persatuan manusia.

Perjalanan Fisik dan Spiritual: Puisi ini dibuka dengan ungkapan tentang perjalanan sang penyair yang telah menjelajahi berbagai tempat di dunia. Ini bukan hanya perjalanan fisik melintasi selat, sungai, gunung, dan gurun, tetapi juga perjalanan spiritual dan intelektual yang membawanya meresapi warna, bahasa, dan budaya manusia di berbagai belahan dunia.

Keanekaragaman Budaya: Dalam perjalanannya, sang penyair menyaksikan berbagai keanekaragaman budaya manusia. Ia merasakan keragaman warna, bahasa, dan adat istiadat yang menjadi kekayaan manusia. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan harmoni di dalam keragaman tersebut.

Pencerminan Dalam Bencana: Dalam ziarahnya ke runtuhan Harapa dan Pompeyi, penyair menggambarkan rasa kagumnya terhadap ketahanan umat manusia di tengah bencana. Pembaca diajak untuk merenungkan perjalanan panjang peradaban manusia yang tetap berdiri meskipun diuji oleh waktu dan musibah.

Pembelajaran Dari Kesanggupan Umat: Dengan merenungi peristiwa Ruhr dan Nagasaki, penyair mengungkapkan rasa bangganya melihat kesanggupan umat manusia dalam berpikir, mengatur, dan berbuat. Ini merupakan penghargaan terhadap kemampuan manusia dalam membangun peradaban, namun juga mengandung peringatan akan dampak buruk yang bisa diakibatkan oleh tindakan manusia.

Rasa Kehangatan Pulang dan Persatuan: Puisi ini mencapai puncaknya saat sang penyair pulang dari perantauan dan membawa kabar gembira kepada ibunya. Pesan bijak ibunya menciptakan rasa kehangatan dan kedalaman hubungan keluarga, dan pada saat yang sama, menyuarakan pesan persatuan bahwa di mana pun kita berada, kita bersatu di bawah langit yang sama.

Kekayaan Budi dan Hati: Melalui penyampaian kerinduannya terhadap ibunya, penyair menegaskan bahwa kekayaan sejati terletak pada budi dan hati yang kaya, bukan pada kekayaan materi. Ini adalah nilai-nilai luhur yang dihargai oleh penyair dan diwariskan oleh kerabat kita.

Kecintaan Terhadap Tanah Air dan Umat Manusia: Puisi ini menciptakan sebuah citra kecintaan penyair terhadap tanah air dan umat manusia. Melalui pengalaman dan pengamatan luasnya, penyair menyimpulkan bahwa di bawah langit yang sama, kita semua adalah satu keluarga besar yang bersaudara.

Puisi "Kerabat Kita" adalah sebuah karya yang penuh dengan nuansa kebijaksanaan, kekaguman terhadap perjalanan hidup, dan penghargaan terhadap keragaman dan persatuan umat manusia. Sutan Takdir Alisjahbana berhasil menggambarkan perjalanan hidup yang memperkaya nilai-nilai kemanusiaan dan kebersamaan.

Puisi: Kerabat Kita
Puisi: Kerabat Kita
Karya: Sutan Takdir Alisjahbana

Biodata Sutan Takdir Alisjahbana:
  1. Sutan Takdir Alisjahbana lahir pada tanggal 11 Februari 1908 di Natal, Mandailing Natal, Sumatra Utara.
  2. Sutan Takdir Alisjahbana meninggal dunia pada tanggal 17 Juli 1994.
  3. Sutan Takdir Alisjahbana adalah salah satu sastrawan Angkatan Pujangga Baru.
© Sepenuhnya. All rights reserved.