Puisi: Sayap Patah (Karya Subagio Sastrowardoyo)

Puisi "Sayap Patah" karya Subagio Sastrowardoyo mengeksplorasi tema-tema seperti perubahan, kehidupan sehari-hari, dan harapan dalam menghadapi ...
Sayap Patah


Sejak berdiam di kota
hati yang memberontak
telah menjadi jinak
kini pekerjaan tinggal
membaca di kamar
barang dua-tiga sajak
atau memperbaiki pagar di halaman
(yang sudah mulai rusak)
atau menyuapi anak
waktu menangis karena lapar
kadang-kadang juga memuji istri
memakai baju yang baru dibeli
-  meneropong bintang
bukan lagi menjadi hobi -
hanya sesekali di muka kaca
aku berkata menghibur diri:
Bidadari! Sayapmu patah
sekali waktu akan pulih kembali.


Sumber: Keroncong Motinggo (1975)

Analisis Puisi:
Puisi "Sayap Patah" karya Subagio Sastrowardoyo adalah karya sastra yang menggambarkan perjalanan hidup seorang individu yang telah berubah sejak tinggal di kota. Puisi ini mengeksplorasi tema-tema seperti perubahan, kehidupan sehari-hari, dan harapan dalam menghadapi kesulitan.

Perubahan Hati dan Kehidupan Sehari-hari: Penyair menciptakan gambaran tentang perubahan hati yang terjadi setelah berdiam di kota. Awalnya, hati yang memberontak telah menjadi jinak, mencerminkan adaptasi terhadap kehidupan urban yang mungkin lebih rumit dan menuntut. Pekerjaan sehari-hari yang disajikan, seperti membaca sajak, memperbaiki pagar, dan menyusui anak, menciptakan gambaran kehidupan yang sederhana namun bermakna.

Keseharian yang Merangkai Makna: Melalui pekerjaan sehari-hari tersebut, penyair menyajikan kehidupan yang penuh makna. Pemilihan tugas-tugas seperti membaca sajak, memperbaiki pagar, dan menyusui anak menciptakan narasi kehidupan yang mengandung unsur cinta, tanggung jawab, dan penghargaan terhadap hal-hal kecil.

Pandangan Hidup dan Pemahaman Diri: Ketika penyair menyatakan bahwa "meneropong bintang bukan lagi menjadi hobi," itu mencerminkan perubahan dalam pandangan hidupnya. Aktivitas yang mungkin sebelumnya dianggap penting, sekarang tidak lagi menjadi prioritas. Ini bisa diartikan sebagai evolusi dalam pemahaman diri dan nilai-nilai hidup.

Metafora Sayap Patah dan Harapan: Metafora "Bidadari! Sayapmu patah" adalah elemen sentral dalam puisi ini. Sayap yang patah bisa diartikan sebagai kesulitan atau rintangan dalam hidup. Namun, penyair menyiratkan harapan dengan menyatakan bahwa sayap yang patah itu akan pulih kembali. Ini mengekspresikan keyakinan bahwa meskipun menghadapi kesulitan, ada harapan untuk pemulihan dan perbaikan.

Kesenduan dan Pencarian Ketenangan: Pada beberapa bagian, puisi ini juga menunjukkan kesenduan dan pencarian ketenangan dalam diri sendiri. Aktivitas seperti "membaca di kamar" dan "meneropong bintang" menciptakan gambaran seseorang yang mencari kedamaian dan makna hidup dalam kesederhanaan.

Gaya Bahasa dan Ritme Puisi: Penyair menggunakan bahasa yang sederhana namun penuh makna. Ritme puisi ini mengikuti irama kehidupan sehari-hari, menciptakan alur yang mengalir dengan lancar dan mudah dicerna.

Puisi "Sayap Patah" bukan hanya puisi tentang perubahan dan kesulitan hidup, tetapi juga tentang harapan dan kekuatan untuk bangkit kembali. Dalam kehidupan yang terus berubah, puisi ini mengajak pembaca untuk merenung tentang arti kehidupan, harapan, dan ketangguhan dalam menghadapi tantangan. Subagio Sastrowardoyo dengan indahnya menggambarkan kehidupan sehari-hari sebagai kanvas yang sarat dengan makna dan potensi pemulihan.

Puisi Subagio Sastrowardoyo
Puisi: Sayap Patah
Karya: Subagio Sastrowardoyo

Biodata Subagio Sastrowardoyo:
  • Subagio Sastrowardoyo lahir pada tanggal 1 Februari 1924 di Madiun, Jawa Timur.
  • Subagio Sastrowardoyo meninggal dunia pada tanggal 18 Juli 1996 (pada umur 72 tahun) di Jakarta.
© Sepenuhnya. All rights reserved.