Puisi: Seekor Burung Camar (Karya Eka Budianta)

Puisi "Seekor Burung Camar" menyampaikan perjalanan emosional yang kompleks dan bermakna melalui metafora seekor burung yang terkurung dalam sangkar.
Seekor Burung Camar

Hari pertama:
    Di dalam sangkarnya besi
    burung itu bernyanyi dalam hati
    sambil menanti
    kekasihnya sebentar lagi
    membukakan pintu
    lalu mengajaknya terbang
    tinggi-tinggi

Hari kedua:
    Di dalam sangkarnya yang kuat
    burung itu ingin berkhalwat
    mohon ampun atas segala dosa
    dan berdoa sekhusuk dapat

Hari ketiga:
    Di dalam sangkarnya yang kukuh
    ia merasa tak perlu mengeluh
    sebab tanah terjanjinya terasa
    tiada terlalu jauh.

1976

Sumber: Cerita di Kebun Kopi (1981)

Analisis Puisi:

Puisi "Seekor Burung Camar" karya Eka Budianta menggambarkan perjalanan emosional seekor burung camar yang terkurung dalam sangkar.

Perjalanan Emosional: Puisi ini menggambarkan perjalanan emosional seekor burung camar selama tiga hari di dalam sangkar. Setiap hari membawa perubahan dalam persepsi dan perasaannya.

Hari Pertama: Pada hari pertama, burung camar tersebut menanti dengan harapan dan kegembiraan. Meskipun terkurung dalam sangkar besi, ia tetap bernyanyi dalam hati dan menantikan kehadiran kekasihnya yang akan membukakan pintu dan mengajaknya terbang tinggi-tinggi. Hari pertama mencerminkan harapan dan keinginan untuk kebebasan dan kebahagiaan.

Hari Kedua: Pada hari kedua, suasana berubah menjadi lebih introspektif. Burung camar merasa ingin berdiam diri, mencari ketenangan dan memohon ampun atas segala dosa. Hal ini mencerminkan momen refleksi dan permohonan pengampunan atas kesalahan atau dosa yang mungkin telah dilakukannya.

Hari Ketiga: Hari ketiga menunjukkan penerimaan dan ketenangan. Burung camar merasa bahwa tanah terjanjinya tidak terlalu jauh, dan ia merasa tak perlu mengeluh. Ini mencerminkan sebuah kesadaran atau penerimaan terhadap situasi yang ada, serta perasaan bahwa harapan dan tujuan yang diinginkan tidak terlalu sulit untuk dicapai.

Simbolisme Sangkar: Sangkar dalam puisi ini menjadi simbol dari pembatasan dan keterbatasan yang dihadapi oleh burung camar, baik secara fisik maupun emosional. Meskipun burung tersebut terkurung, ia tetap mencari arti dan harapan dalam kehidupannya.

Puisi "Seekor Burung Camar" menyampaikan perjalanan emosional yang kompleks dan bermakna melalui metafora seekor burung yang terkurung dalam sangkar. Dengan menggunakan gambaran yang kuat dan simpel, Eka Budianta berhasil menggambarkan perasaan, harapan, dan penerimaan dalam kondisi yang mungkin terasa terbatas dan terkekang.

Puisi: Seekor Burung Camar
Puisi: Seekor Burung Camar
Karya: Eka Budianta

Biodata Eka Budianta:
  • Christophorus Apolinaris Eka Budianta Martoredjo.
  • Eka Budianta lahir pada tanggal 1 Februari 1956 di Ngimbang, Jawa Timur.
© Sepenuhnya. All rights reserved.