Puisi: Di Subuh Menjelang Fajar Memijar (Karya A. Rahim Eltara)

Puisi "Di Subuh Menjelang Fajar Memijar" karya A. Rahim Eltara mengeksplorasi dimensi spiritual dan kebutuhan akan kedekatan dengan Sang Pencipta.
Di Subuh Menjelang Fajar Memijar


Di subuh menjelang fajar memijar
Aku menggigil sepi
Aku memanggil nama-Mu
Aku meraba selimut kasih-Mu

Dalam riak air wudu fardu
Dalam doa tulus ikhlas
Dalam diam membatin
Dalam kicau burung, aku memburu kasih-Mu

Di subuh ini
Aku tersedu istighfar
Aku bersimpuh zikir
Aku berteduh
Di bawah tapak-Mu
Di bawah telunjuk-Mu
Di bawah firman-Mu
Untuk menggapai rahim-Mu

Di subuh ini
Aku memanggil-Mu
Dalam gerak rapuh
Dalam sujud khusuk
Dalam wirid sendu
(jatuh di akhir katupku atas sajadah)

Sumbawa, 1998

Analisis Puisi:
Puisi "Di Subuh Menjelang Fajar Memijar" karya A. Rahim Eltara adalah ekspresi keintiman dan kerinduan seorang individu terhadap Tuhan dalam momen-momen subuh. Puisi ini mengeksplorasi dimensi spiritual dan kebutuhan akan kedekatan dengan Sang Pencipta.

Keintiman dan Kerinduan: Puisi ini menyoroti keintiman seorang individu dengan Tuhan pada saat subuh menjelang fajar. Penggunaan kata-kata seperti "memanggil nama-Mu," "meraba selimut kasih-Mu," dan "bersimpuh zikir" menciptakan citraan kerinduan yang mendalam.

Simbolisme Subuh: Subuh dipandang sebagai waktu yang penuh kekhusyukan dan spiritualitas. Pemilihan kata-kata seperti "memijar," "sepi," dan "di bawah tapak-Mu" membawa makna mendalam tentang momen kegelapan yang dipenuhi oleh cahaya spiritual.

Ritual Ibadah: Puisi ini merinci beberapa ritual ibadah, seperti wudu fardu, doa tulus ikhlas, dan sujud khusuk. Ritual-ritual ini menjadi jembatan antara diri individu dan Tuhan, menciptakan pengalaman spiritual yang mendalam.

Wirid Sendu: Ekspresi "wirid sendu" menciptakan nuansa kelembutan dan kelembaman dalam berdzikir dan berdoa. Kata "sendu" mungkin mencerminkan keheningan dan kekhusyukan hati dalam berkomunikasi dengan Tuhan.

Jatuh di Akhir Katupku atas Sajadah: Baris terakhir menciptakan citraan keheningan dan penyerahan diri yang penuh kehormatan. Proses "jatuh" diakhiri dengan tunduk di atas sajadah, menciptakan gambaran penuh kerendahan hati dan ketaatan.

Puisi ini menciptakan pengalaman keagamaan yang intim dan penuh emosi. A. Rahim Eltara berhasil menggambarkan momen spiritual yang khusyuk dan penuh pengabdian, menjadikan puisi ini sebagai ungkapan kerinduan dan kecintaan terhadap Tuhan pada saat subuh yang penuh berkah.

Puisi
Puisi: Di Subuh Menjelang Fajar Memijar
Karya: A. Rahim Eltara
© Sepenuhnya. All rights reserved.