Analisis Puisi:
Puisi "Ikrar Para Penganggur" karya Sulaiman Juned mengangkat isu sosial yang berhubungan dengan pengangguran. Puisi ini bukan hanya menyuarakan ketidakpuasan para penganggur, tetapi juga menjadi kritik terhadap sistem dan janji-janji palsu yang diberikan oleh penguasa.
Penegasan Ketidakpuasan: Puisi ini secara tegas menyuarakan ketidakpuasan para penganggur terhadap kondisi hidup mereka. Bahasa yang digunakan menggambarkan penderitaan dan kepahitan yang dirasakan oleh kelompok ini, menciptakan nuansa emosional yang kuat.
Pembangkangan Terhadap Stereotip: Penyair mengecam stereotip masyarakat terhadap penganggur dengan menyebut mereka "gelandangan." Hal ini menunjukkan perlawanan terhadap stigmatisasi sosial yang sering diterima oleh para penganggur.
Kritik Terhadap Janji-Janji Palsu: Puisi menyoroti kekecewaan terhadap "janji-janji semu" yang selalu diberikan oleh penguasa. Hal ini mencerminkan ketidakpercayaan terhadap elite politik dan tuntutan akan kejujuran dan integritas.
Simbolisme Sampah dan Debu: Simbolisme tong-tong sampah dan kancah debu nista menciptakan gambaran konkret tentang keadaan penganggur. Mereka terbuang, terpinggirkan, dan hidup dalam kondisi yang tidak manusiawi.
Pemisahan Antara Kebenaran dan Kesenangan: Penutup puisi menegaskan bahwa para penganggur akan merasa kenyang bila kebenaran ditemukan, namun lapar bila kebenaran tersebut diselewengkan. Ini menggambarkan kebutuhan akan keadilan dan kejujuran dalam masyarakat.
Bahasa yang Keras dan Mengejutkan: Penggunaan kata-kata seperti "terkutuklah kau jahanam" dan bahasa yang keras memberikan warna yang kuat pada puisi ini. Hal ini menciptakan efek yang menggugah dan menunjukkan kemarahan sang penyair.
Puisi "Ikrar Para Penganggur" bukan hanya sebuah puisi, tetapi juga sebuah teriakan keadilan sosial. Dengan bahasa yang tajam dan lugas, puisi ini menciptakan gambaran nyata tentang penderitaan dan perjuangan para penganggur, sambil mengkritik sistem yang gagal memenuhi janji-janji kepada rakyat.
Karya: Sulaiman Juned