Analisis Puisi:
Puisi "Suatu Senja di Bukit Lamreh" karya D. Kemalawati merangkum kerinduan, perjuangan, dan kompleksitas sejarah Aceh melalui gambaran senja di Bukit Lamreh. Dengan bahasa yang puitis, penyair berhasil menciptakan suatu karya yang menggugah perasaan dan meresapi atmosfer sejarah yang kaya.
Senja sebagai Simbol Sejarah: Puisi ini membuka dengan gambaran senja, yang kemudian menjadi simbol penting sepanjang karya. Senja di Bukit Lamreh menciptakan suasana yang penuh makna, mungkin merujuk pada akhir suatu periode sejarah atau peristiwa dramatis. Senja juga menciptakan perasaan nostalgia dan keheningan, mencerminkan keberdiaman yang dalam mengenang masa lalu.
Tujuh Puluh Empat Anak Tangga: Penyair menggunakan angka tujuh puluh empat anak tangga sebagai elemen yang menciptakan ketegangan dan mendalamkan makna puisi. Angka ini mungkin merujuk pada peristiwa bersejarah yang terkait dengan tahun 1874 atau aspek lain yang menyimpan makna simbolis.
Geliat dan Tekukan Perjuangan: Geliat dan tekukan perjuangan muncul dalam gambaran serapah dan kutuk dari pasukan yang berlayar pulang membawa kekalahan. Puisi ini merangkum perjuangan yang gagal dan kekalahan dalam wujud kutukan dan serapah yang mabuk. Rencong di tangan laksamana, mengacu pada senjata khas Aceh, menjadi simbol perlawanan yang akhirnya tak mampu ditekuk.
Aroma Seulanga dan Tarian Syahid: Aroma seulanga, sejenis lagu tradisional Aceh, dan tarian syahid menghadirkan elemen budaya dan spiritualitas Aceh dalam puisi. Seulanga menjadi simbol kekuatan spiritual, sementara tarian syahid menciptakan citra kepahlawanan dan pengorbanan.
Lampu-tikai dan Doa Syuhada: Lampu-tikai yang terus menyala menjadi gambaran keabadian semangat perjuangan dan doa para syuhada. Para syuhada yang menepuk dada dan samudera raya yang menyumbang doa menciptakan suasana sakral dan pengabdian.
Sir James Lancaster dan Malahayati: Sir James Lancaster yang melepas jangkar di bawah langit tenang, setenang Malahayati, menciptakan kontras antara penjajah dan pahlawan lokal. Namun, Langit tenang menciptakan harmoni yang menarik antara dua keberadaan tersebut.
Kerudung Waktu yang Tak Menentu: Kerudung waktu yang tak menentu mengundang refleksi tentang ketidakpastian dan kerumitan sejarah. Aceh memiliki sejarah yang penuh gejolak, dan kerudung waktu menciptakan gambaran tentang kompleksitas hubungan masa lalu dan masa kini.
Sunyi dan Gigil Bersama Kerdil: Puisi ini ditutup dengan gambaran sunyi dan gigil yang menyatu dengan diri yang kerdil. Ini menciptakan kesan ketenangan dan introspeksi di tengah ketidakpastian dan kegigihan sejarah yang melibatkan Aceh.
Puisi "Suatu Senja di Bukit Lamreh" adalah puisi yang menyampaikan sejarah dan perasaan keberdiaman dalam gambaran senja yang penuh makna. Dengan menggabungkan elemen-elemen budaya, perjuangan, dan keagungan sejarah Aceh, D. Kemalawati menciptakan karya yang mengundang pembaca untuk merenung dan merasakan atmosfer sejarah yang kaya akan nuansa dan makna. Puisi ini menggugah rasa kebanggaan terhadap sejarah dan warisan budaya Aceh yang tahan uji waktu.
Karya: D. Kemalawati
Biodata D. Kemalawati:
- Deknong Kemalawati lahir pada tanggal 2 April 1965 di Meulaboh, Aceh.