Puisi: Tentang Jakarta (Karya Asep Setiawan)

Puisi "Tentang Jakarta" bukan hanya sekadar gambaran fisik perubahan kota, tetapi juga menyiratkan perasaan kehilangan dan kehampaan terhadap nilai ..
Tentang Jakarta

Aku lupa warnamu daun
Lantaran rimbamu bertunas beton
Dan kembang kaca
Nyanyi satwa pun menjadi parau
Menggeram dan menderu
Lantaran hewanmu kini impor
Berkaki sintetis, bertenaga mesin
Bagaimana aku ingat warnamu
Bulan
Bila manusia mulai pula mencipta
Bulan lainnya
Bocah-bocah tak lagi bermain di
Bawah purnamamu
Lantaran cahayamu semakin dungu
Dan kabur
Menentang ratusan bulan manusia
Bagaimana aku ingat baunya
Rumputan
Bila tanah tak pula kuinjak
Sedang manusia sendiri tak ingat
Kuburnya
Aku pun kadang alpa menjenguk
Rumah-mu
Lantaran aku juga manusia
Yang besar di rimbanya.


Analisis Puisi:
Puisi "Tentang Jakarta" karya Asep Setiawan merupakan karya yang penuh dengan makna dan menyiratkan refleksi mendalam terhadap perubahan kota Jakarta.

Personifikasi Jakarta: Jakarta dipersonifikasikan sebagai entitas hidup dengan ciri-ciri daun, bunga kaca, dan hewan-hewan. Personifikasi ini memberikan kesan bahwa kota ini memiliki kehidupan dan karakter yang unik.

Perubahan Lanskap Kota: Puisi menggambarkan perubahan drastis dalam lanskap Jakarta. Rimbunnya alam hijau digantikan oleh beton dan kaca, mengilustrasikan pertumbuhan perkotaan yang cepat dan perubahan dari desa menjadi kota modern.

Dampak Perubahan Terhadap Alam dan Satwa: Penggunaan bahasa metaforis dalam menggambarkan satwa yang menjadi parau, menggeram, dan berubah menjadi impor dengan kaki sintetis menyoroti dampak negatif urbanisasi terhadap keberagaman alam dan satwa liar.

Kritik terhadap Pembangunan Tanpa Batas: Puisi ini mengandung kritik terhadap perkembangan kota yang seringkali tidak terkendali dan kurang mempertimbangkan dampak lingkungan. Beton, kaca, dan mesin menggantikan unsur-unsur alami, menandakan kehilangan identitas lokal.

Perubahan Budaya dan Tradisi: Puisi merujuk pada perubahan dalam budaya dan tradisi, terutama dengan menggambarkan anak-anak yang tidak lagi bermain di bawah purnama. Hal ini mencerminkan kehilangan kegiatan luar ruangan dan perubahan gaya hidup akibat urbanisasi.

Penyesalan dan Kehampaan: Ungkapan tentang cahaya bulan yang semakin dungu dan kabur menunjukkan penyesalan dan kehampaan atas perubahan yang terjadi. Ada kesan bahwa perubahan itu tidak selalu membawa kemajuan yang positif.

Keprihatinan Terhadap Lingkungan: Puisi ini dapat diartikan sebagai ekspresi keprihatinan terhadap pengrusakan lingkungan dan hilangnya nilai-nilai alam yang bernilai tinggi.

Puisi "Tentang Jakarta" bukan hanya sekadar gambaran fisik perubahan kota, tetapi juga menyiratkan perasaan kehilangan dan kehampaan terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam alam dan budaya tradisional. Asep Setiawan mengajak pembaca untuk merenungkan dampak urbanisasi yang berlebihan dan mengingatkan akan pentingnya menjaga keseimbangan antara perkembangan kota dan pelestarian nilai-nilai lokal.

Puisi
Puisi: Tentang Jakarta
Karya: Asep Setiawan
© Sepenuhnya. All rights reserved.