Puisi: Cinta Monyet (Karya Abdul Wachid B. S.)

Puisi "Cinta Monyet" karya Abdul Wachid B. S. membawa pembaca dalam perjalanan kenangan manis dan keabadian cinta masa kecil.
Cinta Monyet


hutan jati di belakang rumahmu yang
semasa kecilmu melebat

pohon jambu hutan yang
sering kau panjati
ketika kau mengadu lantaran
diwajibkan tidur siang oleh ibumu

lajur-lajur rel kereta-api yang
saban datang dan perginya
senantiasa gemuruh

suara-suara musik lesung yang
mengudara di tengah siang yang
jika didengarkan sungguh suara-suara
berpindah-pindah dari sudut ke sudut desamu

rontokan daun-daun jati yang
terlipat di dalamnya ada kepompong
kamu dan sekawananmu memungutinya
menjadi lauk yang lain yang
lezatnya melebihi rasa udang

sendang lor dan sendang kidul
tempatmu mandi dan sedikit mengintip
bagaimana rupa wanita antara
keindahan dan dosa
hingga kamu merasa matamu memerah
entah menahan apa
mungkin dosa
mungkin serupa surga

serambi masjid tempat tidur bagi lelaki yang
belajar menjadi lelaki yang
kelak menjelma pria dewasa

semua panorama menjadi ingatan yang
tak tertahankan entah sudah berapa puluh
hari raya kau dan kasihmu tidak pernah menempuh
jarak yang jauh

tetapi… tetapi….
wajah kenangan cinta-
monyet itu masih bergelantungan
di bayang-bayang pohon jambu
depan rumah

impian pengantin kecil itu
menjadi mimpi yang
pelangi di tengah hidup
menuju senja yang mulai terasa meredup

Yogyakarta, 15 Juli 2014

Analisis Puisi:
Cinta dalam segala bentuknya selalu menjadi subjek yang menarik untuk dieksplorasi dalam puisi. Dalam puisi "Cinta Monyet" karya Abdul Wachid B. S., penulis mengangkat kenangan manis cinta masa kecil yang membawa pembaca dalam perjalanan nostalgia.

Keindahan Alam dan Kenangan Masa Kecil: Puisi ini membawa pembaca ke keindahan alam dengan gambaran hutan jati, pohon jambu hutan, lajur rel kereta-api, dan suara musik lesung. Penulis merangkai kenangan masa kecil yang penuh keceriaan dan kebebasan dalam menjelajahi alam. Hal ini menciptakan atmosfer nostalgia yang kuat.

Simbolisme Daun Jati dan Kepompong: Daun-daun jati yang rontok dan terlipat dengan kepompong di dalamnya menggambarkan perubahan dan pertumbuhan. Penulis dan sekawanan kecilnya memungut daun-daun tersebut, melambangkan perubahan dan transformasi dalam perjalanan hidup. Kepompong menjadi metafora bagi perubahan yang terjadi dalam diri mereka.

Sendang dan Wanita: Puisi ini menggambarkan sendang lor dan sendang kidul, tempat mandi penulis dan sedikit pengintipan akan keindahan wanita. Pengamatannya membuatnya merasa gugup dan matanya memerah, merasakan kegugupan dan daya tarik wanita yang misterius. Hal ini mencerminkan perasaan cinta pertama yang menggelora di masa kecil.

Simbolisme Serambi Masjid: Serambi masjid menjadi tempat tidur bagi lelaki yang belajar menjadi pria dewasa. Simbolisme ini mencerminkan perjalanan menuju kedewasaan dan tanggung jawab. Puisi ini menggambarkan keunikan dan kesucian hubungan dalam lingkungan yang religius.

Keabadian Cinta dan Kenangan: Puisi ini mengekspresikan keabadian cinta melalui gambaran kenangan yang tidak pernah pudar. Meskipun waktu telah berlalu, wajah kenangan cinta-monyet tetap bergelantungan dalam bayang-bayang pohon jambu depan rumah. Impian pengantin kecil itu menjadi mimpi yang memancarkan warna dan keindahan di tengah perjalanan hidup menuju senja yang mulai terasa meredup.

Puisi "Cinta Monyet" karya Abdul Wachid B. S. membawa pembaca dalam perjalanan kenangan manis dan keabadian cinta masa kecil. Dalam puisi ini, penulis menggunakan gambaran alam, simbolisme, dan kenangan untuk menyampaikan perasaan dan makna yang mendalam. Puisi ini mengingatkan kita akan kekuatan cinta yang mampu menghiasi hidup dan menciptakan kenangan yang tak terlupakan.

Puisi: Cinta Monyet
Puisi: Cinta Monyet
Karya: Abdul Wachid B. S.
© Sepenuhnya. All rights reserved.