Puisi: Mantra Hujan (Karya Aprinus Salam)

Puisi "Mantra Hujan" karya Aprinus Salam mengundang pembaca untuk merenung tentang hubungan manusia dengan alam. Dengan sentuhan sensorial dan ...
Mantra Hujan


Butir rintik di langit, rapi berbaris

Selaksa tetes
Bersegera luruh
Berenang di udara
Hingga aku minum dirimu
Mengalir ke tubuh
Hingga bersihlah aku

Dari balik jendela
Kugapai dirimu dengan tanganku
Kesejukan itu, pelan merembes
Ke ranting syaraf
Dan tubuh yang haus
Jernihmu membasuh
Wajah dan liurku

Bersama lambai daun
Pohon pun bernyanyi
Bersambut gumam kodok di genangan
Kau mengingatkanku
Pada bau lumpur sawah
dan kail dan kolam
dan ikan melompat
mencium udara
memeluk diriku

            Kalau bukan karena beningku
            Kalau bukan karena dinginku
Mengapa cintamu bisa gigil

            Kalau bukan karena tetesku
            Kalau bukan karena airku
            Mengapa cintamu bisa kuyup

            Kalau bukan karena aku
            Tak air dalam dirimu
            Akulah hujan itu.


Analisis Puisi:
Puisi "Mantra Hujan" karya Aprinus Salam membawa pembaca dalam perjalanan visual dan sensorial di bawah hujan. Dengan imajinasi yang kuat dan penggunaan bahasa yang indah, puisi ini menyampaikan hubungan yang dalam antara hujan dan pengalaman manusia.

Imajinasi Butir Rintik di Langit: Pembukaan puisi dengan gambaran "butir rintik di langit, rapi berbaris" mengundang pembaca untuk membayangkan hujan yang turun dengan tertib dan indah. Ini menciptakan suasana yang damai dan meresap.

Proses Pembasuhan dan Pembersihan: Deskripsi "Butir rintik di langit, rapi berbaris / Bersegera luruh / Berenang di udara" menyampaikan konsep hujan sebagai agen pembersih. Proses air turun dan merembes melalui berbagai elemen menunjukkan transformasi dan pembaharuan.

Pengalaman Pribadi di Balik Jendela: Pergeseran fokus dari elemen alam ke pengalaman pribadi terjadi dengan kata-kata "Dari balik jendela / Kugapai dirimu dengan tanganku." Ini menciptakan kedekatan emosional dengan hujan, dengan pemikiran tentang kesejukan dan kelembutan yang dirasakan oleh individu.

Kesejukan yang Merembes ke Ranting Syaraf: Puisi menyentuh pengalaman sensorial dengan menggambarkan kesejukan hujan yang "merembes / Ke ranting syaraf / Dan tubuh yang haus." Ini menciptakan gambaran yang sangat realistis dan mengundang pembaca untuk merasakan kelezatan tetesan hujan.

Hubungan Manusia dengan Alam: Puisi membangun gambaran tentang hubungan yang erat antara manusia dan alam, melalui gambaran lambai daun, nyanyian pohon, dan gumam kodok. Ini menekankan keharmonisan dan interaksi positif antara manusia dan lingkungan sekitarnya.

Pertanyaan Mengenai Cinta dan Keberadaan Hujan: Pertanyaan-pertanyaan pada akhir puisi, seperti "Mengapa cintamu bisa gigil" dan "Mengapa cintamu bisa kuyup," menambah dimensi emosional. Puisi ini menggambarkan hujan sebagai simbol cinta yang misterius dan meresap.

Identitas Hujan dan Proklamasi Akhir: Puisi diakhiri dengan pengakuan bahwa hujan adalah bagian dari diri sendiri, "Akulah hujan itu." Ini menciptakan kesatuan dan rasa identitas dengan fenomena alam, menekankan keberadaan manusia yang tak terpisahkan dari lingkungan.

Puisi "Mantra Hujan" karya Aprinus Salam adalah sebuah puisi yang menghidupkan pengalaman hujan dengan kata-kata yang penuh warna dan mengundang pembaca untuk merenung tentang hubungan manusia dengan alam. Dengan sentuhan sensorial dan imajinatif, puisi ini menciptakan suasana damai dan indah, sementara pada saat yang sama, menyelidiki makna yang lebih dalam tentang keberadaan dan cinta.

Puisi
Puisi: Mantra Hujan
Karya: Aprinus Salam
© Sepenuhnya. All rights reserved.