Puisi: Nasib Tanah Airku (Karya Asmara Hadi)

Puisi "Nasib Tanah Airku" karya Asmara Hadi menggambarkan dua suasana yang berbeda yang mewakili nasib Tanah Air Indonesia.
Nasib Tanah Airku (1)


Panas yang terik datang membakar
Lemahlah kembang hampirlah mati
Tunduk tergantung bersedih hati
Mohon air kepada akar

Mendapat air amatlah sukar
Belumlah turun hujan dinanti
Musim kemarau belum berhenti
Angin bertiup belum bertukar

Seperti kembang hampirkan layu
Lemah tampaknya, rawan dan sayu
Demikianlah ‘kau Indonesia

Nasibmu malang amat celaka
Hidup dirundung malapetaka
Tidak mengenal rasa Bahagia


Nasib Tanah Airku (2)


Mentari datang menghalaukan malam
Menyinarkan senyum penuh cahaya
Dunia lah bangun memberi salam
Nyanyian yang merdu menyambut surya

Lihatlah teratai di dalam kolam
Tersenyum membuka kuntumnya, dia
Menghamburkan harum ke dalam alam
Pemuja pagi gemilang mulia

Memandang pagi menyedapkan mata
Keraguan hati hilang semata
Memikirkan nasib Tanah Airku

Seperti mentari di kala pagi
Kemerdekaan tentu datang lagi
Menerangi Tanah tempat lahirku.


Sumber: Pujangga Baru (April, 1934)

Analisis Puisi:
Puisi "Nasib Tanah Airku" karya Asmara Hadi menggambarkan dua suasana yang berbeda yang mewakili nasib Tanah Air Indonesia. Dalam puisi ini, penulis menggunakan bahasa yang kuat untuk menyampaikan perasaan, harapan, dan kekhawatiran terkait dengan masa depan Tanah Air.

Nasib Tanah Airku (1)

  • Panas dan Kekeringan: Bagian pertama puisi menggambarkan kondisi tanah yang terbakar panas dan kering. Ini bisa dimaknai sebagai gambaran kondisi sosial dan ekonomi yang sulit dihadapi oleh sebagian besar penduduk. Kembang yang hampir mati dan akar yang memohon air mencerminkan keputusasaan dan kebutuhan akan perubahan.
  • Kritik Sosial: Puisi ini mencerminkan ketidakpuasan terhadap ketidaksetaraan, kesulitan hidup, dan penderitaan yang mungkin dialami oleh masyarakat. Panas yang membakar dapat menggambarkan ketidakadilan sosial dan ketidaksetaraan ekonomi yang dapat dirasakan oleh sebagian besar masyarakat.
  • Harapan dan Perubahan: Meskipun puisi ini menggambarkan situasi yang sulit, ada juga ungkapan harapan dan keinginan untuk perubahan. Permohonan kepada akar untuk air mencerminkan aspirasi akan perubahan positif dan harapan untuk masa depan yang lebih baik.

Nasib Tanah Airku (2)

  • Kontras dengan Bagian Pertama: Bagian kedua puisi ini menghadirkan kontras dengan bagian pertama. Mentari yang datang menghalau malam, teratai yang mekar, dan suasana yang penuh cahaya menggambarkan harapan, kemungkinan perubahan, dan optimisme.
  • Kemerdekaan dan Harapan: Puisi ini menggambarkan kemerdekaan yang akan datang dan kemungkinan masa depan yang lebih baik bagi Tanah Air. Mentari pagi yang bersinar cerah adalah simbol dari kebebasan yang akan datang, dan teratai yang mekar adalah simbol dari kebangkitan dan keindahan.
  • Perjuangan dan Optimisme: Meskipun Tanah Air menghadapi tantangan dan kesulitan, puisi ini menekankan pentingnya berjuang dan mempertahankan optimisme. Pemuja pagi yang gemilang mulia mencerminkan semangat dan perjuangan untuk mencapai kebahagiaan.
Secara keseluruhan, puisi "Nasib Tanah Airku" mencerminkan perasaan perjuangan, ketidakpuasan, harapan, dan optimisme terkait dengan nasib Tanah Air Indonesia. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan kondisi sosial dan ekonomi serta pentingnya perubahan positif dan kebangkitan dalam rangka mencapai kemerdekaan dan kebahagiaan yang lebih besar.

Puisi: Nasib Tanah Airku
Puisi: Nasib Tanah Airku
Karya: Asmara Hadi

Biodata Asmara Hadi:
  • Asmara Hadi lahir di Talo, Bengkulu, pada tanggal 8 September 1914.
  • Asmara Hadi meninggal dunia di Bandung, Jawa Barat, pada tanggal 3 September 1976 (pada usia 61 tahun).
© Sepenuhnya. All rights reserved.