Puisi: Paras Lumut (Karya Arif Bagus Prasetyo)

Paras "Lumut" karya Arif Bagus Prasetyo adalah puisi yang sarat dengan ketegangan emosional dan imaji yang menggugah. Dengan menggambarkan ...
Paras Lumut


Tatapanmu menciumi wangi hujan
Di tubuhku:
Peluh dingin berterjunan
Dalam kaca. Bau lumut
Dan cahaya
Rin-
Tik-
Rin-
Tik
Tertahan di udara
Seperti denyut kolam
Yang kaugali dari jantung
Masa silam. Warna ambar
Di sebuah taman umum dengan patung perempuan
Yang terisak memandang burung-burung senja melipat sayap
Menukik cepat mengencingi keningnya rengat kehijauan.

(angin sengit
memanjati tiang-tiang
puluhan turun
dan lututku
membenam dalam
tembus ke liang akar)

Terserah. Ceruk mata
Atau derak darahkukah
yang kaupilih?

Depan cermin paras lumut: Tataplah
terik nanar unggas liar menggelepar sangar
mengolakkan lengkung langit. Debu gurun
yang sekarat. Tak berkedip. Tak mengerti pikiranmu
sia-sia memberontak
ngeri diri.
Liuk seram ayam sabung terpelanting
oleh Maut. Benak retak.
Bagaimana kautangisi pekik
nyawa yang tercekik?

(ingat lagi tatapanmu. gerak gaib bulan merah.
jasad lungkrah pada tanah terkapar
dilelehi bubur cair
mengalir dari bibir yang gemetar)

Kutukmu. Kau.
Lepaskan!

Dan saksikan ciumanmu menghanguskan kilau embun
Penghabisan. Saat mana lengking anjing yang
Berebut pasangannya
Mulai rontok memerahi mata-air
Yang memancar dari pusar
Perempuan dalam kolam. Dalam igau
Paras lumut terbelalak tengah malam
Dan perlahan menyentuhkan keningnya rengat, Mautnya
Pada pucuk-pucuk teratai.


1995

Analisis Puisi:
Puisi "Paras Lumut" karya Arif Bagus Prasetyo membawa pembaca dalam perjalanan ke dalam pengalaman intens dan penuh dengan imaji yang mendalam. Dengan menggunakan bahasa yang kaya dan penuh nuansa, penyair menggambarkan kisah yang memukau tentang perasaan, kematian, dan kehancuran.

Penggambaran Tatapan dan Bau Lumut: Puisi dimulai dengan penggambaran tatapan yang menciumi wangi hujan di tubuh penyair. Tatapan ini memiliki kemampuan untuk merasakan aroma peluh dingin yang beterjunan, menciptakan gambaran sensual yang membangkitkan rasa. Kemudian, bau lumut dan cahaya dihidupkan melalui kata-kata yang terputus-putus seperti denyut kolam yang menggali kenangan masa silam.

Imaji Taman Umum dan Patung Perempuan: Penyair menggambarkan suasana taman umum dengan patung perempuan yang menatap burung-burung senja melipat sayap. Imaji ini menciptakan perpaduan antara keindahan dan kesedihan, menggambarkan pemandangan yang memukau tetapi juga mengandung elemen kesepian dan kerinduan.

Bunyi Angin Sengit dan Penggambaran Kematian: Pada bagian selanjutnya, bunyi angin sengit dan gambaran lutut yang membenam ke liang akar menciptakan suasana tegang dan penuh dengan ketidakpastian. Puisi ini mencapai puncaknya dengan pertanyaan retoris tentang pilihan antara ceruk mata atau derak darah, menciptakan ketegangan emosional dan konflik batin.

Cermin Paras Lumut dan Konfrontasi dengan Kematian: Bagian selanjutnya membawa pembaca ke cermin paras lumut, mengajak untuk menatap terik nanar unggas liar yang menggelepar. Penyair menghadirkan citra debu gurun yang sekarat dan kebingungan terhadap pikiran yang tampaknya sia-sia. Konfrontasi dengan kematian dan ketidakmampuan untuk mengerti pikiran yang berontak menjadi tema utama.

Penghancuran dan Kematian dalam Imaji Teratai: Puisi mencapai klimaksnya dengan penghancuran dan kematian dalam imaji teratai yang dihanguskan oleh ciuman. Imaji ini menciptakan suasana dramatis dan tragis, dengan perlahan menyentuhkan kening yang rengat pada saat kematian tiba.

Paras "Lumut" karya Arif Bagus Prasetyo adalah puisi yang sarat dengan ketegangan emosional dan imaji yang menggugah. Dengan menggambarkan pengalaman yang sensual dan kehadiran kematian yang melibatkan berbagai elemen, penyair berhasil menciptakan karya yang penuh dengan keindahan dan kehancuran. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenung tentang keberanian menghadapi kematian dan konflik batin yang tersembunyi di dalam diri manusia.

Puisi
Puisi: Paras Lumut
Karya: Arif Bagus Prasetyo
© Sepenuhnya. All rights reserved.