Puisi: Fragmen Perpisahan (Karya A. Munandar)

Puisi "Fragmen Perpisahan" karya A. Munandar menggambarkan dinamika rumit dalam hubungan cinta dan perpisahan.
Fragmen Perpisahan

Terikat dengan mimpi yang tidak ingin kita perjuangkan, bersujud dalam nurani insani. Setiap hari kita menyalahkan takdir, seakan telah berjuang mati-matian. Entah untuk apapun. Sampai aku menikah dengan seorang, engkau menikah dengan seorang, atau mungkin, sampai seterusnya.

Dan di sinilah bagian terbaik dari cinta, selamanya, kita akan saling mencintai dalam diam. Karena mungkin jika kita yang menikah, kita akan menghabiskan hari dengan saling menyalahkan, lalu cinta terbunuh pelan-pelan. Hingga satu-satunya yang akhirnya membuat kita tetap bertahan, adalah anak-anak kita.

Dan sekarang, di sinilah kita berdiri, di tempat orang-orang yang merasa dikecewakan. Iya, seorang lelaki yang tidak peka, dan seorang wanita yang selalu memelihara gengsi. Terdiam, dalam sirat yang seharusnya tersurat, terhenti dalam kutukan seorang penakut. Setiap harinya kita berpura, seakan kita tidak pernah lebih buruk. Sampai aku menjadi diriku dengan yang lain, engkau menjadi dirimu dengan yang lain, atau mungkin, sampai kita mati menyendiri.

Dan beginilah sudut pandang cinta, selamanya, kita akan saling mengharapkan. Karena mungkin jika kita yang bicara, kita akan mengucapkan kalimat-kalimat yang tidak seharusnya terdengar, lalu semuanya menjadi semakin lebih buruk. Hingga satu-satunya tempat yang tersisa untuk sembunyi, adalah di sekitar orang-orang yang merasa kita lebih baik jika kita tidak pernah bicara. Begitu menyedihkan, hingga kita menjalani hidup dengan air mata yang sama, setiap harinya.

Iya, lalu kita mati, menyesali hal-hal indah yang tidak pernah kita lakukan. Dan iya, lalu kita mati, dalam keadaan tidak pernah memilih!

2017

Analisis Puisi:

Puisi "Fragmen Perpisahan" karya A. Munandar menggambarkan dinamika rumit dalam hubungan cinta dan perpisahan.

Konflik Dalam Hubungan: Puisi ini menggambarkan ketegangan dan konflik yang muncul dalam hubungan antara dua orang. Penulis menyoroti ketidaksepakatan, penyesalan, dan ketidakpastian yang sering terjadi dalam hubungan yang rumit. Ada perasaan saling menyalahkan, kekecewaan, dan ketidakmampuan untuk memahami satu sama lain.

Ketakutan Akan Perpisahan: Puisi ini mencerminkan ketakutan akan perpisahan dan kehilangan, yang tercermin dalam ungkapan "Hingga satu-satunya yang akhirnya membuat kita tetap bertahan, adalah anak-anak kita." Ketakutan akan kehilangan dan kesulitan untuk menghadapi kenyataan bahwa hubungan mungkin tidak berlangsung selamanya menjadi tema sentral dalam puisi ini.

Keterikatan yang Merusak: Penulis menggambarkan keterikatan yang merusak dalam hubungan tersebut, di mana kedua belah pihak merasa terjebak dalam sebuah hubungan yang tidak lagi memberikan kebahagiaan. Ada kesadaran akan kemungkinan akhir yang tidak bahagia dan penyesalan atas kesempatan yang terlewatkan.

Penerimaan Akan Nasib: Puisi ini juga menggambarkan penerimaan akan takdir dan nasib, bahkan jika itu berarti kehilangan atau perpisahan. Ada keputusasaan dalam menghadapi kenyataan bahwa hidup mungkin tidak selalu berjalan sesuai keinginan kita.

Kesedihan dan Penyesalan: Penulis menyampaikan kesedihan dan penyesalan atas hal-hal yang tidak pernah dilakukan atau dipilih dalam hidup. Ada rasa menyesal atas kesempatan yang terlewatkan dan keputusan yang diambil dengan cepat tanpa pertimbangan yang matang.

Secara keseluruhan, puisi ini menghadirkan gambaran yang kuat tentang kompleksitas hubungan manusia dan perasaan yang muncul dalam situasi perpisahan. Puisi ini menggambarkan realitas yang pahit dan kompleks dari kehidupan manusia, di mana cinta, kekecewaan, dan penyesalan saling berbaur.

Puisi: Fragmen Perpisahan
Puisi: Fragmen Perpisahan
Karya: A. Munandar
© Sepenuhnya. All rights reserved.