Puisi: Roman Anak (Karya Amien Wangsitalaja)

Puisi: Roman Anak Karya: Amien Wangsitalaja
Roman Anak (1)


ada anak lahir
suatu hari
saat orang berkhalwat di kantor
menyusun peta negeri

ia lahir
ditimang supremasi moneter
dan mesiu
logic of power
logic of capital
(ia lahir
dengan tenang)

masih telanjang
ia mencebur sungai
mendamba istri fir'aun
sembari menetek puting dot

diasuh lemak dan kolesterol
4 sehat 5 sempurna
ia lekas dewasa

ia memanjat dinding plaza
mencuri kekasih
dari seks yang menabukan cinta

ia memanjat pohon cendana
membikil ketapel
untuk melindungi silsilah raja
dari bencana ilmu pengetahuan

ia rajin belajar
dan kembali terpekur
sebelum memutuskan benar
hendak menjadi penyair
atau saudagar

dan ia memang lekas dewasa
berkhotbah soal politik
fiqh
dan wanita

sembari mabuk kunthi
dan menggambar karna
dan kurusetra

ia paham
kelahirannya tajalli
dari setumpuk orang mati
(har homa, aljir, jakarta
ledo, baghdad, sebrenika)
dan ia menolak
bermadzhab kresna

ia menjalin hubungan
dengan sesama
sebagai kodrat
karena itu
ia memihak pada teknologi
mengaplikasikan interaksi
bermedium cyber dan pagar besi

memang
ia punya perhatian pada bumi
seperti nuh percaya air kali
masithah percaya tungku api
marx percaya strata
malcolm percaya warna
kalsum percaya nada

dan ia mengembara
dan ia tak bersua ahasveros
sebab ia tak pernah sesat

di depan traffic light
ia berfantasi
hendak menjadi setubuh wali
(seprofesional druna
dan ghazali)
bersufi di lantai 35
sembari memandang by pass
dan meruilslag kata hati

memang
ada anak lahir
ia
keturunan dari orang suci


Roman Anak (2)


ada anak lahir
ayahnya sedang mabuk materi
mencincang majikan
dan menikam diri sendiri
dalam fantasi “akhir history”

(ia
bukan anak yang lahir
dari perselingkuhan
atau paedophili)

sejak kecil minum dancow
kaya protein, mineral, vitamin
ia pun tumbuh feminim

lihat
ia antusias
menutup abad
membuka abad

masa remaja teramat indah
untuk dirawat dan dikenang

di sini
ia mengenal konspirasi teknologi
memperlancar akses komunikasi ilahi

di atas cat walk
ia menggandeng rumi
saat handphone berbunyi
dari hallaj yang sakit hati

di kafe
dengan aneka menu,
pramusaji, dan pengunjung
yang sama-sama adolesen
ia membaca puisi
sekedar puisi
tentang dendam anak negeri
dan adegan-adegan berahi
dan ilmu bela diri

“andai usiaku berubah”
katanya
sambil merobek buku sejarah
dan geografi
“akan kuangkat sun tzu
menjadi nabi
dan jibran perdana menteri”

ia sudah dewasa kini
suka tamagotchi,
credit card, dan televisi
di samping juga bacaan-bacaan
beraliran kiri

ini bekal untuk hari tua
hari yang mungkin ia
akan buta sebelah mata

lihat
ia cakap memimpin negeri

(ada anak lahir
ia
keturunan dari orang suci)


Catatan:
Refleksi kelahiran Salva Kalimatin Sava, 25 Januari 2000.
Puisi: Roman Anak
Puisi: Roman Anak
Karya: Amien Wangsitalaja
© Sepenuhnya. All rights reserved.