Puisi: Seseorang Berdiri di Tepi Sajakmu (Karya Ahmad Nurullah)

Puisi "Seseorang Berdiri di Tepi Sajakmu" karya Ahmad Nurullah mengeksplorasi kompleksitas hubungan antara sastra dan kehidupan, serta pencarian ...
Seseorang Berdiri di Tepi Sajakmu

Seseorang berdiri di tepi sajakmu. Wajahnya sepi,
seperti sebuah kuil terpacak
di lereng bukit. Sepasang matanya kering, 
seperti selongsong kulit laba-laba.
"Aku rindu kedamaian," bisiknya.

Adakah ia seorang pertapa?

Ia tertegun: memandang kata-kata berbaris.
Atau menikung, seperti rel kereta api membelah
tanah desa. Atau berkeriap,
seperti lampu-lampu di tengah kota -
di sebuah negeri yang redup
Negeri yang jalan-jalannya berputar. Atau melintir,
seperti rambut sebuah suku tua yang telah punah.

Adakah di sana terbentang kedamaian,
seperti ia impikan?

Agak ragu ia melangkah. Masuk:
menyibak kata-kata.
Lalu, dengan terompah butut,
ia pergi keliling kota:
menyaksikan karnaval hari kemerdekaan. Atau
menonton sirkus. Atau ikut menyisip ke tengah
arak-arakan massa -
sejarah yang menuntut turun harga BBM,
atau kenaikan upah buruh.

Haus, ia minum air mancur di sebuah taman.
Lalu tertidur, sebelum dibangunkan oleh gerimis.
Dua ekor anjing menggigit ujung jubahnya -
sebuah peristiwa yang mendorongnya melompat
ke luar lagi dari sajakmu.

Di luar pagar, pada tapal batas antara
dunia dan kata-kata,
gonggong anjing masih bersahutan -
menyembulkan moncongnya dari sederet penanda.

Ia tersengal, menyapu peluh di keningnya, dan berbisik:
"Tak ada kedamaian," Juga tidak dalam sajakmu.

Jakarta, 2003

Sumber: Setelah Hari Keenam (2011)

Analisis Puisi:

Puisi "Seseorang Berdiri di Tepi Sajakmu" karya Ahmad Nurullah adalah refleksi mendalam tentang pencarian makna dan kedamaian dalam sastra.

Metafora Seseorang di Tepi Sajak: Tokoh dalam puisi ini mewakili setiap pembaca yang mencoba memahami dan merasakan sajak. Kehadirannya di tepi sajak menjadi representasi dari keinginan manusia untuk menemukan makna dan kedamaian dalam karya sastra.

Kesepian dan Keraguan: Wajah yang sepi dan mata yang kering menciptakan gambaran kesepian dan keraguan dalam tokoh. Ini menggambarkan perjalanan internal seseorang yang mencoba memahami dan merenungkan makna yang tersembunyi dalam sajak.

Pencarian Kedamaian: Tokoh dalam puisi ini merindukan kedamaian, yang terwakili oleh gambaran sebuah kuil dan air mancur di taman. Namun, ia juga menyadari bahwa kedamaian tidak selalu dapat ditemukan dalam sajak atau dalam dunia nyata.

Perjalanan dan Realitas Kehidupan: Tokoh melakukan perjalanan melalui kota, menonton karnaval dan sirkus, serta menyaksikan aksi protes massa. Ini mencerminkan realitas kehidupan sehari-hari yang penuh dengan kebisingan, perjuangan, dan konflik.

Pertanyaan tentang Kedamaian dan Karya Sastra: Puisi ini mengajukan pertanyaan yang dalam tentang apakah kedamaian bisa ditemukan dalam karya sastra. Tokoh, setelah menjelajah dan merenungkan sajak, akhirnya menyimpulkan bahwa kedamaian tidak ada dalam sajak itu sendiri.

Gonggongan Anjing dan Realitas Dunia Luar: Gonggongan anjing di luar pagar menciptakan kontras antara dunia sajak dan dunia nyata. Meskipun tokoh berusaha mencari kedamaian dalam sajak, realitas kehidupan yang keras terus menghampirinya.

Puisi ini mengeksplorasi kompleksitas hubungan antara sastra dan kehidupan, serta pencarian makna yang mendalam dalam karya sastra. Melalui penggambaran tokoh yang merenung di tepi sajak, Ahmad Nurullah mengajak pembaca untuk merenungkan tentang keberadaan dan makna sastra dalam kehidupan sehari-hari.

Ahmad Nurullah
Puisi: Seseorang Berdiri di Tepi Sajakmu
Karya: Ahmad Nurullah

Biodata Ahmad Nurullah:
  • Ahmad Nurullah (penulis puisi, cerpen, esai, dan kritik sastra) lahir pada tanggal 10 November 1964 di Sumenep, Madura, Indonesia.
© Sepenuhnya. All rights reserved.