Puisi: Mereka Bilang Aku Bebal (Karya Hasan Aspahani)

Puisi "Mereka Bilang Aku Bebal" menggambarkan perjalanan individu dalam menemukan identitasnya di tengah tekanan bahasa dan norma sosial.
Mereka Bilang Aku Bebal


AKU besar tidak dibesarkan
oleh kamus besarku.

Aku dipungut oleh kamus
besarku sebagai anak bengal.

Dan mereka bilang aku bebal.

Aku anak liar yang dibujuk oleh
guru-guru untuk melatih lidahku
berbicara dalam bahasa buku-buku,
bahasa guru-guru.

Sejak saat itu aku selalu
berhati-hati berkata-kata.

Kata-kata dari masa kecilku tak
lagi seriang dulu, ketika mereka
bebas bermain bersamaku.

Kami kini lebih banyak diam.

Kamus besarku sering memeriksa lidahku.
Mereka mencurigai aku menyimpan
rencana jahat di sana.

Pernah aku meminta sebuah kata
untuk kuucapkan, sekadar untuk
memberi tahu mereka apa yang
kuinginkan, tapi mereka bilang,
pakai saja kata yang sudah ada.

Aku mau bilang, banyak kata yang
tak ada padamu, wahai, kamus besarku.


Analisis Puisi:
Puisi "Mereka Bilang Aku Bebal" karya Hasan Aspahani merangkum pengalaman seorang individu yang tumbuh dalam lingkungan di mana dia merasa tidak sepenuhnya diakui atau dimengerti.

Ironi Pembesaran dan Pembentukan Identitas: Puisi dimulai dengan ironi terkait "besar" dalam ungkapan "AKU besar tidak dibesarkan oleh kamus besarku." Ironi ini menciptakan ketegangan antara harapan dan kenyataan, menyoroti ketidaksesuaian antara pembesaran dan pembentukan identitas sejati individu.

Identitas sebagai Anak Bengal: Pemilihan kata "anak bengal" menciptakan citra seorang anak yang liar, tidak terkendali, dan mungkin sulit diarahkan. Ini mungkin mencerminkan ketidaksepakatan antara karakter puisi dan norma-norma sosial yang diterapkan oleh kamus besarnya.

Dua Bahasa atau Dunia yang Berbeda: Penyair mengeksplorasi perbedaan antara bahasa sehari-hari dan bahasa formal yang diajarkan oleh guru-guru. Ada pergeseran dari bahasa yang bebas dan riang di masa kecil menjadi bahasa yang lebih hati-hati dan disensor saat dewasa. Ini menciptakan konflik identitas antara dunia anak-anak dan tekanan untuk berbicara dalam bahasa yang dianggap "benar."

Ketidaksepakatan dalam Komunikasi: Pernyataan "Kami kini lebih banyak diam" menyoroti ketidaksepakatan dalam komunikasi. Ada kesenjangan antara apa yang diinginkan penyair untuk dikatakan dan batasan-batasan yang diterapkan oleh kamus besarnya. Pemilihan kata-kata menjadi sebuah tantangan dan mungkin menyebabkan pembatasan kebebasan berekspresi.

Skeptisisme terhadap Kamus Besar: Kamus besar digambarkan sebagai otoritas yang mencurigai dan memeriksa lidah penyair. Ini mencerminkan sikap skeptis penyair terhadap norma-norma yang diterapkan oleh kebudayaan atau institusi yang diwakili oleh kamus besar.

Pencarian Identitas dan Pilihan Kata: Puisi menggambarkan pencarian identitas di tengah konflik antara keinginan untuk menyampaikan pikiran dan tekanan untuk mengikuti norma. Permintaan penyair untuk kata-kata baru mencerminkan keinginannya untuk membebaskan diri dari keterbatasan yang diterapkan oleh kamus besarnya.

Penolakan terhadap Norma: Dengan pernyataan terakhir, "Aku mau bilang, banyak kata yang tak ada padamu, wahai, kamus besarku," penyair menunjukkan penolakan terhadap norma dan eksplorasi bahasa yang lebih bebas. Ini bisa diartikan sebagai dorongan untuk mengekspresikan diri di luar batasan-batasan yang diterapkan oleh konvensi.

Puisi "Mereka Bilang Aku Bebal" menggambarkan perjalanan individu dalam menemukan identitasnya di tengah tekanan bahasa dan norma sosial. Hasan Aspahani menggunakan kata-kata dengan cerdik untuk merinci ketegangan yang dialami oleh karakternya dan menyoroti kompleksitas dalam pencarian identitas dan ekspresi diri.

Puisi
Puisi: Mereka Bilang Aku Bebal
Karya: Hasan Aspahani
© Sepenuhnya. All rights reserved.