Puisi: Oedipus (Karya Wayan Jengki Sunarta)

Puisi "Oedipus" penuh dengan kesedihan, nostalgia, dan penerimaan akan nasib yang tragis. Melalui metafora dan simbolisme alam, puisi ini ...
Oedipus


mataku meleleh
tahun-tahun yang gamang
menuntun jiwa buta
menyusuri gua demi gua pengasingan

masa lampau
: kembali hadir di altarmu
membawa kicau rindu
ke dalam sangkar malaikat
tak bermata itu

angin pagi terusir pergi
di sebuah petilasan tua,
di sumber mata air suci itu
matahari tua yang luka
minum dan membasuh wajah
seteguk doa lagi
dan hanguslah harapan

lelehan perih si raja buta
menjelma gerimis biru
bulan biru yang raib
di kaki langit
di tepi gua pengasingan

kembali
kembali jiwa terkutuk ini
mengurai nujuman si matahari tua
: o, seru sekalian alam
terima kasih atas derita laknat
yang nikmat ini


1998

Analisis Puisi:
Puisi "Oedipus" karya Wayan Jengki Sunarta menghadirkan gambaran yang puitis dan mendalam tentang konsep rasa kehilangan, kebingungan, serta perjuangan jiwa yang terasing dan buta. Dalam kisah ini, terdapat elemen yang menyinggung mitologi dan tokoh Oedipus yang terkenal dari cerita klasik.

Kesendirian dan Keputusasaan: Puisi ini membangun atmosfer kesendirian dan keputusasaan melalui deskripsi tentang "mataku meleleh" dan "tahun-tahun yang gamang." Puisi menggambarkan suasana yang penuh dengan rasa kebingungan dan kegelisahan jiwa yang terasing.

Nostalgia dan Konfrontasi Masa Lalu: Ada nuansa nostalgia dan konfrontasi terhadap masa lalu yang tersirat dalam baris "membawa kicau rindu ke dalam sangkar malaikat tak bermata itu." Ini mungkin mencerminkan pertemuan dengan ingatan masa lalu yang menyentuh dan kadang-kadang menyakitkan.

Simbolisme Alam dan Kesengsaraan: Simbolisme alam, seperti "angin pagi terusir pergi," "matahari tua yang luka," dan "gerimis biru" menghadirkan suasana kesedihan, kesengsaraan, dan kehampaan. Puisi ini menggunakan elemen alam sebagai metafora dari perjalanan batin dan kehidupan.

Penghormatan Terhadap Alam dan Kebahagiaan dalam Derita: Puisi ini mungkin juga merujuk pada penghormatan terhadap keberadaan alam dan memperlihatkan bagaimana derita dan penderitaan juga dapat dianggap sebagai bagian dari kehidupan yang perlu diterima dan dihargai.

Konsep Ketidakberdayaan dan Penerimaan Nasib: Akhir puisi menunjukkan penerimaan akan nasib dengan penuh keputusasaan dan penghargaan atas derita yang dijalani, ditandai dengan baris "terima kasih atas derita laknat yang nikmat ini." Ini adalah ungkapan paradoks mengenai penghargaan terhadap penderitaan.

Puisi "Oedipus" karya Wayan Jengki Sunarta adalah karya yang penuh dengan kesedihan, nostalgia, dan penerimaan akan nasib yang tragis. Melalui metafora dan simbolisme alam, puisi ini menggambarkan perjalanan jiwa yang terasing dan penuh dengan rasa kehilangan. Hal ini menawarkan perspektif mendalam tentang keputusasaan dan konfrontasi dengan masa lalu, serta penghargaan atas penderitaan sebagai bagian dari kehidupan manusia.

Wayan Jengki Sunarta
Puisi: Oedipus
Karya: Wayan Jengki Sunarta

Biodata Wayan Jengki Sunarta:
  • Wayan Jengki Sunarta lahir pada tanggal 22 Juni 1975 di Denpasar, Bali, Indonesia.
© Sepenuhnya. All rights reserved.