Puisi: Perempuan yang Berdiri di Bawah Tiang Lampu (Karya Frans Nadjira)

Puisi: Perempuan yang Berdiri di Bawah Tiang Lampu Karya: Frans Nadjira
Perempuan yang Berdiri di Bawah Tiang Lampu


Bulan Desember tiba dengan kesah panjang  
Hujan dengan jarum-jarum runcingnya
Membawa ngilu dari dingin malam.

Perempuan itu mengangkat wajahnya
Merasakan getar cahaya lampu di bibirnya.
Dia tahu tak seorang akan lewat
Toko mainan anak-anak
Di seberang jalan
Memancarkan cahaya lampu
Seperti pelabuhan malam hari.

Sebuah boneka Panda bermata hitam
Mengunyah kertas pembungkus kado.
Ketika tergigit gambar bulan purnama
Ia muntahkan cermin-cermin berkilau
ke tengah jalan.
Perempuan itu silau oleh percikan cahaya
Yang menghamburkan rasa sepi.
   
Dia merasa sendiri
Merasa sia-sia berdiri di bawah tiang lampu
Menunggu seseorang menyapanya.
Meminta agar dia bersedia menyalakan api
di pediangan
Hingga kota kembali bangun dari tidur lelapnya
Pagi hari ketika jam dinding kembali berdetak.
   
Malam berjalan seperti takdir di garis tangan
Toko-toko memadamkan lampu-lampunya
Tak seorang pun menawarkan rokok padanya.

Tapi tunggu
Dia dengar seseorang bersiul di ujung jalan.
Dia dengar suara burung di tengah
riuh suara hujan.
Dia kenal lagu itu
Lemah layu dan tak menampakkan
sedikit pun penghargaan terhadap hidup.

Tentu ia jenis lelaki
yang akan merengek di bawah
lipatan payudaranya sambil mengeluh
Bahwa hidup tidak adil
Bahwa kehidupan ini
hanya menawarkan kepedihan.
Sebuah padang luas  tak bertepi
Sebuah laut dalam yang meremas
tangan-tangan lelah
Menggapai di gelap malam.
Sebuah terompet tahun baru
Yang patah di genggaman.

Perempuan itu mengamati bayangan
lelaki yang berjalan terhuyung
Sesekali melompati genangan air dekat selokan.
Dia menunggu
Sebatang rokok dan sedikit
kata awal perkenalan
Cukup untuk memulai perjalanan
Melalui jalan licin di malam larut.

Dia menunggu
Seraut wajah bangkit dari siraman cahaya
lampu jalan yang redup dan bergetar.
Bajunya basah kuyup
melekat di tubuhnya yang kurus.
Rambutnya lurus terurai hingga ke bahu
Basah seperti rambut seorang perempuan muda
Berwajah ceria
Yang puas melewati malam pertamanya.

"Seperti air manusia mengalir bersama takdirnya
Tak tahu kapan saat bermula dan berakhir."
Lelaki itu mengucapkan kata-kata hablur 
sambil mengibaskan rasa perih air hujan dari tubuhnya.
"Namaku Angin, silahkan ambil jika kau menginginkannya."

"Aku tidak menginginkan sebuah nama
Aku ingin menghirup wewangian bunga
di sebuah taman.
Aku ingin telanjang di sebuah ranjang hangat
Tanpa perasaan berdosa. Aku tak bernama."

"Mustahil menunggu rembulan di malam berhujan ini.
Tapi jika sekiranya ia muncul
maka kecemerlangannya tak akan mampu
mengalahkan keindahan wajahmu
Yang terpancar di sebalik cadar tipis air hujan."

"Begitu camar-camar pernah berkata kepadaku
suatu senja di pantai
Begitu setiap nyanyian memujaku
Kudengar siulmu tadi."

Lelaki itu menyentuh dagu perempuan
Yang menatapnya lembut.
Sebuah jendela dengan ukiran
retak di bingkainya
Terbuka di bibir perempuan itu.
Ia ingin menyentuhnya lebih jauh
Membiarkan hujan mengalir bebas
Di sekujur tubuh mereka.



Frans Nadjira
Puisi: Perempuan yang Berdiri di Bawah Tiang Lampu
Karya: Frans Nadjira

Biodata Frans Nadjira
  1. Frans Nadjira lahir pada tanggal 3 September 1942 di Makassar, Sulawesi Selatan.
© Sepenuhnya. All rights reserved.