Puisi: Kutitip Rinduku (Karya Wayan Jengki Sunarta)

Puisi "Kutitip Rinduku" merupakan perjalanan penyair yang dipenuhi dengan perenungan, refleksi, dan pencarian akan identitas dan warisan budaya di ...
Kutitip Rinduku


kutitip rinduku di rumah Gadang
usai lelah menyusuri kota Padang
dari gunung, ngarai, hingga pantai
sejauh Teluk Bayur aku memburu
jejak musafir dan penyair
yang terjebak remah-remah sejarah

namun, kutemukan hanya Siti Nurbaya
mengenakan jaket kulit dan celana jeans
melamun di atas batu Malin Kundang
yang selalu berseru
: ibu... ibu... ibu... jangan tinggalkan aku!

seraya menikmati nasi kapau dan coca-cola
aku dan Siti bercengkerama
tentang cinta dan bencana
tentang toleransi dan agama
tentang puisi dan facebook
sesekali kami berbalas pantun
begitu mesra, begitu sahaja

di jembatan tua itu
akhirnya kami berpisah
dia semayam di Gunung Padang
aku menyepi di gua diri
selalu kuingat pesannya:
jangan lupakan rumah Gadang..


Denpasar, 29 September 2011

Analisis Puisi:
Puisi "Kutitip Rinduku" karya Wayan Jengki Sunarta merupakan perjalanan penyair yang dipenuhi dengan perenungan, refleksi, dan pencarian akan identitas dan warisan budaya di tengah perjalanan yang luas dan tak berujung. Dalam perjalanan ini, penyair menemukan banyak petualangan dan rasa kehilangan akan nilai-nilai luhur.

Pencarian Identitas dan Warisan Budaya: Penyair menelusuri Padang, tempat yang penuh dengan sejarah, gunung, ngarai, pantai, dan keindahan alam. Dalam pencariannya, ia ingin menyelami jejak-jejak para musafir dan penyair yang kini terabaikan.

Pertemuan dengan Siti Nurbaya: Dalam perjalanan penyair, ia bertemu dengan tokoh fiksi, Siti Nurbaya, sebuah karakter dari novel Minangkabau karya Marah Rusli. Pertemuan ini membawa sebuah kontras antara masa lalu yang berdampingan dengan zaman modern (terlihat dari penampilan Siti Nurbaya mengenakan jaket kulit dan celana jeans).

Perbincangan dan Kebahagiaan Sederhana: Di tengah perjalanan, penyair dan Siti Nurbaya menjalin percakapan tentang cinta, bencana, toleransi, agama, dan bahkan puisi dan media sosial. Dialog mereka terasa akrab, sederhana, namun dalam kesederhanaan itu menyimpan makna yang mendalam.

Pemisahan dan Pesan Perpisahan: Pada akhirnya, perpisahan tak terhindarkan. Mereka berpisah, dengan Siti Nurbaya menetap di Gunung Padang dan penyair menyepi dalam refleksi diri. Pesan terakhir Siti Nurbaya untuk tidak melupakan rumah Gadang, menunjukkan betapa pentingnya memelihara dan menghargai warisan budaya.

Puisi "Kutitip Rinduku" merupakan perjalanan penyair yang tidak hanya fisik, tetapi juga spiritual dan emosional. Di tengah pencarian akan jejak sejarah dan warisan budaya, ia menemukan dirinya berinteraksi dengan tokoh sastra yang melambangkan pertemuan antara masa lalu dan masa kini. Pesan perpisahan Siti Nurbaya memberikan catatan penting untuk tetap menghormati dan merawat akar budaya, mewarisi nilai-nilai kebijaksanaan leluhur, dan tidak melupakan warisan nenek moyang.

Wayan Jengki Sunarta
Puisi: Kutitip Rinduku
Karya: Wayan Jengki Sunarta

Biodata Wayan Jengki Sunarta:
  • Wayan Jengki Sunarta lahir pada tanggal 22 Juni 1975 di Denpasar, Bali, Indonesia.
© Sepenuhnya. All rights reserved.