Puisi: Singa Tua (Karya Wayan Jengki Sunarta)

Puisi "Singa Tua" karya Wayan Jengki Sunarta menggambarkan perjalanan kehidupan seekor singa tua dan simbol-simbol yang melingkupinya.
Singa Tua
obituari Penyair Ketut Suwidja


singa tua yang sendiri itu
kini telah ditumbuhi sayap
lalu lesap ke dalam asap
dupa dan menyan

tiada lagi penguasa halimun
di hutan larangan
semua suara
jadi senyap
jadi sayap
tanpa kepak

bunga-bunga kopi luruh
di tengah gerimis amis
darah beku dalam tubuh

pucuk-pucuk cengkeh
perlahan kelam
angin hanya sisa
di sela-sela dedaun
yang pekat yang hitam

singa berbulu kelabu itu
adalah turunan singa bersayap api
suka mengembara ke lembah dan ngarai
menyusuri tepi laut dan sungai
menggapai puncak-puncak bukit keramat
dan gunung-gunung asing

kerumunan aksara
di bilah-bilah lontar tua
makin memudar warnanya

dulu aksara-aksara itu
tergurat indah
di lubuk jiwa terdalam singa tua
yang berteman mambang dan memedi
yang mengaum sendiri di hutan larangan
hanya untuk merasakan angin
lebih dekat di dalam semadinya

di dangau di tengah kabut
sekelebat rindu dari langit
telah singgah
menjenguk singa tua
yang merana
yang menggigil
yang sekarat

maut yang hanya
mampir sebentar
menggetarkan senja
di penghabisan januari
yang basah yang resah
yang dingin airmata

jemari maut menyemai
wangi kamboja
di kening singa tua


Karangasem, Bali, akhir Januari 2009

Analisis Puisi:
Puisi "Singa Tua" karya Wayan Jengki Sunarta adalah sebuah karya sastra yang penuh dengan metafora dan simbolisme yang kuat. Puisi ini menggambarkan perjalanan kehidupan seekor singa tua dan simbol-simbol yang melingkupinya.

Singa Tua sebagai Simbol: Singa tua dalam puisi ini dapat dianggap sebagai simbol dari kebijaksanaan, pengalaman, dan kearifan. Singa tua ini telah menjalani banyak perjalanan dan mengalami banyak hal dalam hidupnya, dan sekarang ia telah mencapai tahap akhir dalam hidupnya.

Sayap dan Menyan sebagai Transformasi: Sayap dan menyan yang tumbuh pada singa tua menggambarkan transformasi atau evolusi dalam hidupnya. Ini bisa mencerminkan bahwa meskipun ia telah menua, ia masih dapat mencapai sesuatu yang baru dan berbeda.

Hilangnya Kepemimpinan: Puisi ini juga dapat diinterpretasikan sebagai gambaran tentang hilangnya kepemimpinan atau otoritas. Singa tua adalah "penguasa halimun di hutan larangan," tetapi sekarang semua suara telah menjadi senyap. Ini bisa mencerminkan perubahan dalam kekuasaan atau otoritas yang telah terjadi.

Simbolisme Alam: Puisi ini banyak menggunakan simbolisme alam seperti hutan, sungai, gunung, dan angin. Simbol-simbol ini bisa mewakili perjalanan hidup dan pengalaman yang dialami oleh singa tua.

Simbolisme Aksara: Aksara-aksara yang memudar pada bilah-bilah lontar tua mencerminkan hilangnya sejarah dan budaya yang kaya. Ini bisa mencerminkan bahwa pengetahuan dan tradisi kuno mulai terlupakan atau menghilang.

Maut sebagai Tamu: Penyair menciptakan gambaran tentang maut yang singgah sebentar di tengah-tengah kabut. Ini menggambarkan bahwa maut adalah bagian alami dari kehidupan dan tidak dapat dihindari.

Kamboja sebagai Simbol: Wangi kamboja yang disebarkan oleh jemari maut di kening singa tua bisa dianggap sebagai simbol dari kecantikan dan keharuman yang tetap ada dalam kematian.

Secara keseluruhan, puisi "Singa Tua" adalah karya sastra yang penuh dengan simbolisme dan metafora, menciptakan gambaran tentang perjalanan hidup, transformasi, dan akhir dari sebuah era. Puisi ini juga menggambarkan hubungan antara manusia dan alam serta bagaimana sejarah dan budaya dapat terlupakan seiring berjalannya waktu.

Wayan Jengki Sunarta
Puisi: Singa Tua
Karya: Wayan Jengki Sunarta

Biodata Wayan Jengki Sunarta:
  • Wayan Jengki Sunarta lahir pada tanggal 22 Juni 1975 di Denpasar, Bali, Indonesia.
© Sepenuhnya. All rights reserved.