Puisi: In Memoriam Tuhan (Karya F. Rahardi)

Puisi "In Memoriam Tuhan" karya F. Rahardi menyajikan pandangan yang unik dan penuh dengan ironi terhadap konsep Tuhan dan kehidupan sehari-hari.
In Memoriam Tuhan


Tuhan telah mati
bukan di kayu salib tapi di rumahsakit
setelah suster dan pastur dan pendeta
gagal menjaga dan merawatnya selama
ribuan tahun

Tuhan telah mati dan tak pernah
bangkit-bangkit lagi
kendati kodongkel tembok gereja
dan kuguncang-guncang altarnya
yang bangkit hanya satpam
menyingsingkan lengan baju
menyorotkan lampu senter
dan menyodorkan pentungan

Tuhan pasti sudah mati
dan tak ada harapan datang lagi
tukang becak terkantuk-kantuk menunggunya
di tikungan
malam basah kuyup kehujanan
dan yang datang hanya sorot lampu mobil dan
jerit klakson
lalu air comberan muncrat ke mana-mana

Tuhan memang telah mati dan
jadi fosil yang keras
di kitab-kitab Injil
Tuhan telah dibalsem dan dibebat kain kafan
jadi mumi yang antik

Tuhan telah mati
setelah orang-orang bubar dan pulang
pendeta dan pastur mengemasi barangnya
dan gereja itu kembali sepi
tinggal tukang sapu sendirian
menghadapi debu, saputangan dan payung
yang tertinggal di kolong bangku
kenapa Tuhan itu sepi sekali kini?
katanya
kenapa Tuhan itu tak bisa ramai terus
seperti pasar atau terminal bis

Rupanya Tuhan memang punya jadwal
yang ketat
jam empat pagi bangun tidur,
jam lima gosok gigi
jam enam menerima jemaat
dan setelah itu gereja harus tutup
gereja memang hanya buka pada
jam-jam tertentu
hari-hari tertentu
tidak seperti rumahsakit atau pos polisi
yang boleh buka terus 24 jam non stop

Tuhan memang telah mati
tak ada lagi teriakan menggelegar
yang memecah gurun Sinai
tak ada lagi perintah-perintah buah NUH
tak ada lagi teguran menakutkan buat Adam
dan dibiarkannya Hawa dipajang di etalase
panti pijat
sambil nonton tivi
sekarang Adam bebas makan buah apa saja
yang cocok dengan selera dan kantungnya
mau apel dari Australia?
kurma dari Arab atau leci Cina?
salak condet juga ada kalau suka
tapi anak-anak dan ibu-ibu malah minta bakso
bang-bang, beli bang!
dan Tuhan hanya diam

Apakah Tuhan memang betul sudah mati atau
hanya bisu?
tukang bakso menggelengkan kepala
sambil terus mencincang daging
mencampurkannya ke tepung tapioka
lalu merebusnya
sampai jadi bulatan-bulatan sebesar bola bekel
tukang bakso terus menggeleng dan menjajakan
dagangannya
sampai ke gang-gang sempit
dan anak-anak dan ibu-ibu mencegatnya
dan melahapnya
ramai-ramai di sore yang dingin
kuah yang mengepul itu menyusup
ke pembuluh darah
menyusup ke syaraf otak
anak-anak dan ibu-ibu yang kuyu itu
kembali berbinar

Tidak
Tuhan pasti masih hidup
Dia ada di kuah bakso ini, Dia sangat lezat
Tuhan itu hangat dan sedikit pedas
membuat mulut terengah
dan mata berkaca-kaca

Betulkah Tuhan sudah mati?
tukang-tukang parkir menggeleng, tidak
Tuhan cuman ngambek lalu diem saja
di atas sana
Dia telah bosen ngomong
dan mengutus Nabi-nabi
jadi sekarang terserah saja apa maunya
Oom-oom itu
dikasih cepek kami mau, nopek juga oke
melambaikan tangan begitu saja
juga tidak apa-apa
dan lalulintas malam gemuruh terus
dan tukang parkir itu melanjutkan doanya
kiri, kiri, kiri, ya terus kiri
bales, lurus, stop!

Tuhan pun berhenti
tak boleh diteruskan lagi
supaya tak membentur tembok
atau diserempet mikrolet
pokoknya apa saja yang diperintahkan
tukang parkir
harus kita turut
kita tak boleh membantah, tak boleh bertanya,
tak boleh protes
kita harus mau berhenti persis
di tempat yang telah ditunjuk tukang parkir
dan sudah dipasangi rambu lalulintas

Jadi Tuhan sudah mati?
belum, jawab tukang rokok
jelas belum, orang Tuhan itu tidak bisa mati
kok
Tuhan akan terus mengepul dari mulut
ke mulut
kalau yang satu mati yang satunya lagi
bisa disulut
dan Tuhan akan kembali mengepul
tinggal sampeyan saja kok mas, maunya apa?
keretek boleh, putih juga boleh
apa mau lisong yang awet! ada juga!
kalau mau murah, ya tingwe, melinting sendiri
bener kok mas, aku yakin seratus persen,
sebulet-buletnya
Tuhan itu tidak akan pernah mati
Tuhan akan terus mengepul sampai akhir jaman
biarpun para dokter melarang,
para ahli jantung gencar kampanye
olahragawan menampik, kalau si mas suka,
mau apa?
Jadi Tuhan memang masih hidup
mata sopir taksi pasti berbinar-binar
kalau distop penumpang
persis mata kadal melihat capung
mata gelandangan dan kere-kere itu tetap masih
penuh harap
kendati sudah beberapa hari tak mendapat
apa-apa
kami tetap berharap
Tuhan adalah harapan kami satu-satunya
soalnya kami memang sudah tak mungkin
mengharapkan yang lain

Jadi bagaimanakah keadaan yang sebenarnya?
Tuhan masih hidup, sakit keras,
koma atau sudah mati?
tukang jamu buru-buru menyodorkan
bungkusan
jangan suka bertanya-tanya, katanya
sudahlah, pokoknya minum
lebih sip lagi pakai madu, telur dan anggur
kalau sedikit bau amis ya tahan napas sebentar
lalu tenggak sampai habis
baru kemudian minum air jeruk
pokoknya tidak usah tanya macam-macam
yang penting khasiatnya pasti akan segera terasa
saya jamin badan akan jadi hangat
dan berkeringat
linu dan pegal-pegal di pinggang akan hilang
kekuatan jadi pulih
tenaga akan kembali menggebu-gebu dan tokcer
ini garansi mas, kalau tidak cocok uang kembali

Jadi Tuhan masih hidup dan kalau mati ada
garansinya?
tukang-tukang becak itu menggeleng
mereka tetap memble dan tanpa harapan
sekarang Tuhan sudah jarang naik becak
dia selalu pakai Mercy
paling tidak nyarter taksi
jadinya polisi-polisi itu santai saja
merazia kami

Malam sudah sangat jauh berenang
panti-panti pijat ditutup
tukang bakso pulang, tukang parkir tidur
tukang rokok mematikan lampu,
dan sopir-sopir taksi melepas sepatu
jalan raya kembali lengang
hanya becak yang tetap lalulalang
gereja diam saja
tak ada yang berdoa, tak ada yang menyanyi
tak ada lagi mobil diparkir
tak ada lagi bau bakso dan asap rokok
tak ada lagi peluit tukang parkir
di mana-mana Tuhan sudah mati
benar-benar mati
tapi aku terus saja berjalan
sambil menghirup angin
memandangi pohon-pohon
dan kencing di ujung gang
aku terus saja berjalan
sampai akhirnya kutemukan Tuhan
masih segar bugar dan sexy,
sedang menunggu dalam batinku
kucolek dia, lalu kupeluk dan kugandeng
kuajak pulang.

Jakarta, 1986

Analisis Puisi:
Puisi "In Memoriam Tuhan" karya F. Rahardi menyajikan pandangan yang unik dan penuh dengan ironi terhadap konsep Tuhan dan kehidupan sehari-hari. Dengan kata-kata yang tajam dan gambaran yang mendalam, penyair menciptakan suatu narasi yang menyentil pemikiran pembaca.

Tuhan yang "Matinya" di Rumah Sakit: Bait pertama mengungkapkan ide provokatif bahwa Tuhan telah mati, bukan di kayu salib, melainkan di rumah sakit. Pemilihan rumah sakit sebagai tempat "kematian" Tuhan dapat diartikan sebagai pernyataan bahwa, dalam kondisi dunia modern dan kemajuan ilmu kedokteran, keberadaan Tuhan dapat diragukan.

Kegagalan Suster, Pastur, dan Pendeta: Penyair menyinggung kegagalan suster, pastur, dan pendeta dalam menjaga dan merawat Tuhan selama ribuan tahun. Ini mungkin merujuk pada kritik terhadap kegagalan institusi keagamaan dalam memelihara nilai-nilai spiritualitas dan moralitas yang diyakini masyarakat.

Altar dan Gereja yang Seolah-olah Mati: Gambarkan bahwa tidak ada kehidupan rohaniah yang kuat di gereja. Meskipun kodongkel tembok gereja diguncang dan altarnya diketuk, yang "bangkit" hanyalah satpam dengan cara yang kasar, bukanlah kebangkitan rohaniah.

Jadwal Ketat Tuhan: Puisi menyajikan jadwal harian Tuhan yang ketat, seolah-olah Tuhan memiliki rutinitas seperti manusia. Hal ini menciptakan gambaran bahwa Tuhan mungkin "bosan" atau "malas" untuk berinteraksi secara langsung dengan dunia, sehingga Dia hanya tampil sesuai jadwal yang telah ditentukan.

Pertanyaan akan Keberadaan Tuhan: Puisi menghadirkan pertanyaan mendasar tentang keberadaan Tuhan. Dalam gambaran tukang bakso yang menggelengkan kepala dan tukang parkir yang bingung, penyair menciptakan nuansa ketidakpastian dan kebingungan terkait dengan eksistensi Tuhan.

Tuhan dalam Keseharian dan Kesejatian: Pada akhirnya, penyair menunjukkan bahwa Tuhan hadir dalam hal-hal sehari-hari, seperti kuah bakso. Pemilihan bakso sebagai metafora untuk Tuhan memberikan sentuhan humor dan ironi. Makanan ini menjadi simbol kehidupan sehari-hari yang Tuhan turut hadir di dalamnya.

Kebebasan Manusia dan Kemungkinan "Tuhan" di Dalam Diri: Puisi menggambarkan bahwa setelah "matinya" Tuhan, manusia menjadi bebas dan dapat menentukan sendiri pilihan hidupnya. Beberapa orang mencari kepuasan dalam makanan atau hal-hal materi, sementara yang lain masih mencari makna dan keberadaan Tuhan di dalam diri mereka sendiri.

Puisi "In Memoriam Tuhan" karya F. Rahardi adalah puisi yang sarat dengan makna dan menyajikan pandangan kontroversial terhadap eksistensi Tuhan. Penyair mengeksplorasi konsep Tuhan yang "mati" atau mungkin tidak lagi menjadi pusat perhatian manusia modern. Dengan gaya bahasa yang penuh ironi, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan hubungan manusia dengan spiritualitas dan bagaimana keberadaan Tuhan mungkin hadir dalam kehidupan sehari-hari yang sederhana.

Floribertus Rahardi
Puisi: In Memoriam Tuhan
Karya: F. Rahardi

Biodata F. Rahardi:
  • F. Rahardi (Floribertus Rahardi) lahir pada tanggal 10 Juni 1950 di Ambarawa, Jawa Tengah.
© Sepenuhnya. All rights reserved.