Puisi: Sandyakalaning Gua Kampret (Karya F. Rahardi)

Puisi: Sandyakalaning Gua Kampret Karya: F. Rahardi
Sandyakalaning Gua Kampret


Dulu
di atas bukit-bukit itu
ada pohon-pohon
ada rumpun palem
rotan
paku-pakuan
dan sinar matahari hanya temaram
karena dihadang daun-daunan
dan di atas pohon-pohon besar itu
melilit akar liana
dan nun di atas dahan-dahan itu
bertengger kadaka dan
anggrek bulan.

Serangga pun banyak
Serangga yang merupakan makanan kampret
Itu tersedia melimpah.

“Itu zaman normal cu.”
kata seorang kakek kampret pada cucunya
“Sekarang semua habis
pohon-pohon itu sudah lama digergaji
lalu pabrik-pabrik dibangun
lalu warga kita banyak yang mati
dulu di sini ada jutaan kampret
sekarang cuma ribuan.”


Ketika itu pagi
mungkin baru pukul sepuluh
matahari cerah
dan para kampret
bergelayutan di kapling masing-masing
dengan perut yang tak seberapa kenyang
lantaran serangga makin susah didapat
ketika itulah
batu demi batu dicongkel
digelindingkan
dicongkel lagi
didorong
dibuldoser
lalu bukit-bukit itu runtuh
lubang gua itu tersibak
dinding ozon di planet kecil
di Citeureup itu
seperti dibedah dengan sebuah gergaji mesin.

Gua itu sekarang telanjang
sinar matahari langsung
menghunjam ke planet para kampret itu.

“Ini artinya kiamat ya kek?”
“Ya ini akhir zaman itu mari kita pergi.”

Dan seekor kakek kampret segera
menyeret isterinya lalu menggendong
cucunya dan kabur.
Semua silau
semua gemuruh
debu di mana-mana
para kampret itu bubar.

“Siapa mau ikut aku
aku mau ke Amerika
di sana semua aman
di sana bebas
Presiden pun boleh untuk mainan
ayo kita ke sana!”

Kampret yang teler itu lalu kabur
entah ke mana diikuti rombongannya.

“Amerika mbahmu itu
ayo ikut saya saja ke Ciseeng
di sana belum ada pabrik semen
atau ke Leuwiliang juga boleh
pokoknya di sana lebih aman
nanti kalau digusur ya pergi lagi
di Jawa ini gua-gua masih banyak
tidak perlu takut
tidak usah sampai Amerika segala
ayo sebelum kita lumat.”

“Kampret itu lalu kabur diikuti
Anak, isteri dan beberapa keponakannya.

“Aku tidak mau ke mana-mana
aku tidak mau kalah
gua ini
bukit-bukit ini
adalah segala-galanya
di sini dulu saya lahir
nyaplok anak kecoak
lalu jadi besar dan kekar
batu-batu ini adalah rohku
gua ini adalah nyawaku
akan kupertahankan sampai
tetes darah yang terakhir.

Sana, semua pergi
kampret-kampret oportunis
kampret-kampret yang jiwa nasionalismenya
sudah luntur terkena deterjen
minggat semua sana
gua ini tetap akan saya pertahankan
walau hanya sendirian.”

Kampret itu lalu bermeditasi
mengatur napas
memusatkan pikiran
dan pasrah
diikuti oleh anggota paguyubannya.
  
“Kita harus eling ya Saudara-saudara.”
“Ya, eling.”
Dan buldoser menggasak batu

“Kita musti selalu inget sama yang
memberi hidup ya sobat-sobat.”
“Ya, hidup.”

Lalu batu-batu itu runtuh
kampret-kampret itu ikut jatuh
lalu digiling
sampai lumat
darah berceceran
bulu kampret berhamburan.

“Hidup ini harus praktis
tidak perlu tetes-tetesan darah
lalu mati.
Pahlawan memang mahal
tapi jangan jadi pahlawan kesiangan.
Gua ini memang milik kita satu-satunya.
tapi cukup dipertahankan sampai
tetes liur dan kencing dan tinja
yang terakhir.”
“Artinya Pakde?”
“Ya kalau buldoser itu sudah dekat
kita kabur
wong besi kok dilawan
besi itu keras
padahal kita-kita ini lembek
ayo ngabur ke Cibubur sana
di sana ada tempat berkemah
dan taman bunga
ayo teman-teman ayo.”

“Kampret itu lalu dengan santai
berangkat ke Cibubur
diikuti oleh pacar gelapnya
dan anak buahnya.

“Semua cuma titipan
gua ini juga titipan
tak ada yang abadi di dunia ini
jadi kalau ada yang minta
ya mesti dikasi
namanya juga titipan
harta
kedudukan
pangkat
anak
gua
semua kan cuma titipan
ayo teman-teman kita
ngungsi ke Binagraha
kayaknya betonnya bagus
dan di sana pasti aman.”

Mereka lalu terbang ke Binagraha
tapi Paswalpres buru-buru
menembak mereka
dan mereka pun kelepak-kelepak
lalu mati
dan dibuang ke tempat sampah
disantap semut.

Gundukan batu kapur
batu-batu
angin
debu pabrik semen
sepi
buldoser itu capek
lalu istirahat
bangkai kampret menggunung
dan Tuhan
nun di atas sana
tetap tenang-tenang saja.


Sumber: Migrasi Para Kampret (1993)


F. Rahardi
Puisi: Sandyakalaning Gua Kampret
Karya: F. Rahardi

Biodata F. Rahardi:
  • F. Rahardi (Floribertus Rahardi) lahir pada tanggal 10 Juni 1950 di Ambarawa, Jawa Tengah.
© Sepenuhnya. All rights reserved.