Puisi: Batari Durga (Karya F. Rahardi)

Puisi "Batari Durga" karya F. Rahardi menciptakan gambaran yang kontras antara citra tradisional dewi Hindu, Batari Durga, dan realitas yang ...
Batari Durga


Dari kahyangan jonggring saloka,
batari durga
terbang ke jalan mangga besar
jakarta utara
masuk ke akuarium panti pijat
batari durga
raksasa perempuan permaisuri syiwa itu,
sudah tidak seram lagi
mulutnya harum
matanya sudah kembali
jadi mata Dewi Uma yang cantik
tapi roknya tersingkap
memamerkan paha
menawarkan cinta, sipilis, herpes
dan AIDS.


Jakarta, 1989

Analisis Puisi:
Puisi "Batari Durga" karya F. Rahardi menciptakan gambaran yang kontras antara citra tradisional dewi Hindu, Batari Durga, dan realitas yang terjadi di kehidupan urban, terutama di kawasan Jakarta Utara. Dalam puisi ini, penyair mengeksplorasi pertentangan antara nilai-nilai keagamaan dan kemewahan hedonistik modern.

Kehadiran Batari Durga: Puisi dimulai dengan membawa pembaca ke dunia kahyangan dengan merujuk pada "kahyangan jonggring saloka." Batari Durga, sebagai dewi dalam mitologi Hindu, kemudian dihadirkan dalam konteks yang sangat tidak terduga, yaitu terbang ke jalan Mangga Besar, kawasan di Jakarta Utara. Ini menciptakan kontras antara keanggunan dan ketenangan dunia kahyangan dengan keramaian dan kesibukan dunia urban.

Transformasi Citra Batari Durga: Dalam puisi, Batari Durga digambarkan sebagai "raksasa perempuan permaisuri Syiwa," namun tidak lagi menakutkan. Mulutnya yang dulunya menyeramkan, kini harum, dan matanya yang dulunya mungkin menakutkan, kini kembali menjadi mata Dewi Uma yang cantik. Namun, kecantikan ini tidak mencerminkan kebaikan moral, melainkan menjadi sarana untuk menutupi realitas yang jauh dari ideal.

Realitas Kota Besar: Puisi dengan tegas menggambarkan perubahan citra Batari Durga saat ia masuk ke "akuarium panti pijat." Ini menjadi representasi dari realitas kehidupan kota besar, di mana kemewahan dan kesenangan duniawi dapat merusak nilai-nilai tradisional. Pilihan kata seperti "panti pijat" menciptakan citra kehidupan malam yang terkait dengan industri hiburan.

Pameran Kebejatan Moral: Penggunaan bahasa yang gamblang dalam menjelaskan bahwa rok Batari Durga tersingkap dan ia "memamerkan paha" menunjukkan pembejatan moral dalam realitas urban. Penawaran cinta yang disertai dengan penyakit menular seksual seperti sifilis, herpes, dan AIDS menyoroti sisi gelap dari kehidupan hedonistik yang terkadang tidak mendukung kesehatan fisik maupun moral.

Ironi dalam Kontras: Puisi ini memanfaatkan ironi dengan menciptakan kontras antara citra yang dihormati dalam kepercayaan agama dan realitas yang terdistorsi di kota modern. Batari Durga, yang seharusnya melambangkan kekuatan dan kebijaksanaan, dihadirkan sebagai entitas yang terjerumus dalam kemerosotan moral.

Penekanan pada Dualitas: Puisi ini menekankan dualitas antara spiritualitas dan dunia nyata. Penyair menggunakan imaji dan kontras antara sifat-sifat Batari Durga yang berbeda untuk menyampaikan pesan bahwa dunia modern dapat merusak nilai-nilai tradisional dan membawa dampak negatif pada moralitas dan spiritualitas.

Penyampaian Kritik Sosial: "Batari Durga" tidak hanya menjadi sebuah kisah mitologis, melainkan juga menjadi bentuk kritik sosial terhadap perubahan nilai dan norma dalam masyarakat modern. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenung tentang dampak degradasi moral dalam kehidupan sehari-hari.

Puisi "Batari Durga" oleh F. Rahardi bukan hanya sebuah karya sastra, tetapi juga kritik sosial terhadap pergeseran nilai-nilai dan moralitas dalam masyarakat urban. Melalui imaji dan ironi, penyair berhasil menyampaikan pesan yang memprovokasi dan merangsang pemikiran pembaca terkait dengan perubahan dalam struktur nilai kultural dan agama.

Floribertus Rahardi
Puisi: Batari Durga
Karya: F. Rahardi

Biodata F. Rahardi:
  • F. Rahardi (Floribertus Rahardi) lahir pada tanggal 10 Juni 1950 di Ambarawa, Jawa Tengah.
© Sepenuhnya. All rights reserved.