Puisi: Kwatrin buat ATA (Karya Gunoto Saparie)

Puisi "Kwatrin buat ATA" karya Gunoto Saparie menggambarkan momen ketika percakapan atau pertukaran kata-kata tersendat atau terhenti, mungkin ....
Kwatrin buat ATA


beribu kata pun tertahan di langit gelap
ketika kita menyusuri demangan-baciro
bertengkar tentang teeuw dan subagio
ada yang menyeru, penyajak, kita pun terkesiap


Analisis Puisi:
Puisi "Kwatrin buat ATA" karya Gunoto Saparie adalah sebuah karya yang tampaknya memiliki latar belakang sosial dan puitis. Puisi ini menggambarkan momen di mana beribu kata tersangkut di langit gelap saat pembicaraan tentang "teeuw" dan "subagio" terjadi.

Kwatrin buat ATA: Puisi ini memiliki judul yang merujuk pada karakter bernama "ATA." Nama ini mungkin merupakan representasi dari seseorang yang terlibat dalam percakapan atau pertukaran kata-kata di dalam puisi.

Tertahannya Kata-Kata: Puisi ini membuka dengan penggambaran "beribu kata pun tertahan di langit gelap." Ini mungkin menggambarkan momen ketika pembicaraan atau komunikasi terhenti atau tersendat. Langit gelap dapat mengisyaratkan suasana yang tegang atau gelapnya situasi.

Demangan-Baciro: Lokasi "demangan-baciro" mungkin memiliki signifikansi tersendiri. Baciro adalah sebuah daerah di Yogyakarta, Indonesia, yang mungkin mempunyai makna penting dalam konteks puisi ini. Kemungkinan, ini adalah latar tempat di mana percakapan atau peristiwa dalam puisi ini berlangsung.

Pertengkaran atau Perbedaan Pendapat: Dalam puisi ini, terdapat indikasi adanya perselisihan atau perdebatan yang melibatkan kata-kata "teeuw" dan "subagio." Kata-kata ini mungkin adalah simbol atau representasi dari dua pandangan atau gagasan yang berlawanan. Pertengkaran ini menciptakan ketegangan dalam percakapan.

Reaksi dan Kesadaran: Pada akhir puisi, ada reaksi yang terjadi dengan "ada yang menyeru, penyajak." Reaksi ini mungkin merupakan hasil dari ketegangan yang telah tercipta sebelumnya. Penyebutan "penyajak" mungkin merujuk pada seseorang yang berperan sebagai penyair atau penulis dalam konteks puisi ini.

Puisi "Kwatrin buat ATA" oleh Gunoto Saparie adalah sebuah puisi yang menggambarkan momen ketika percakapan atau pertukaran kata-kata tersendat atau terhenti, mungkin karena adanya perdebatan atau perbedaan pendapat yang signifikan. Puisi ini menghadirkan nuansa ketegangan dalam interaksi sosial dan mengajak pembaca untuk merenungkan makna di balik kata-kata dan pertengkaran yang mungkin terjadi dalam komunikasi manusia.

Foto Gunoto Saparie 2019
Puisi: Kwatrin buat ATA
Karya: Gunoto Saparie

GUNOTO SAPARIE. Lahir di Kendal, Jawa Tengah, 22 Desember 1955. Pendidikan formal Sekolah Dasar Kadilangu Cepiring Kendal, Sekolah Menengah Pertama Cepiring Kendal, Sekolah Menengah Ekonomi Atas Kendal, dan Akademi Uang dan Bank Yogyakarta dan Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Semarang. Pendidikan informal Madrasah Ibtidaiyyah Islamiyyah Tlahab Gemuh Kendal dan Pondok Pesantren KH Abdul Hamid Tlahab Gemuh Kendal.

Kumpulan puisi tunggalnya yang telah terbit adalah Melancholia (Damad, Semarang, 1979), Solitaire (Indragiri, Semarang, 1981),  Malam Pertama (Mimbar, Semarang, 1996),  Penyair Kamar (Forum Komunikasi Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah, Semarang, 2018), dan Mendung, Kabut, dan Lain-lain (Cerah Budaya, Jakarta, 2019).

Kumpulan esai tunggalnya Islam dalam Kesusastraan Indonesia (Yayasan Arus, Jakarta, 1986). Kumpulan cerita rakyatnya Ki Ageng Pandanaran: Dongeng Terpilih Jawa Tengah (Pusat Bahasa, Jakarta, 2004) dan Mendung, Kabut, dan Lain-lain (Cerah Budaya, Jakarta, 2019).

Kumpulan esai tunggalnya Islam dalam Kesusastraan Indonesia (Yayasan Arus, Jakarta, 1986). Kumpulan cerita rakyatnya Ki Ageng Pandanaran: Dongeng Terpilih Jawa Tengah (Pusat Bahasa, Jakarta, 2004). Ia pernah menerbitkan antologi puisi bersama Korrie Layun Rampan berjudul Putih! Putih! Putih! (Yogyakarta, 1976) dan Suara Sendawar Kendal (Karawang, 2015).

Puisi-puisinya terhimpun dalam berbagai antologi bersama para penyair Indonesia lain, termasuk dalam Kidung Kelam (Seri Puisi Esai Indonesia - Provinsi Jawa Tengah, 2018).

Saat ini ia menjabat Pemimpin Redaksi Kampus Indonesia (Jakarta) dan Tanahku (Semarang) setelah sebelumnya menjabat Redaktur Pelaksana dan Staf Ahli Pemimpin Umum Koran Wawasan (Semarang). Sempat pula bekerja di bidang pendidikan, konstruksi, dan perbankan. Aktif dalam berbagai organisasi, antara lain dipercaya sebagai Ketua Umum Dewan Kesenian Jawa Tengah (DKJT), Fungsionaris Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Wilayah Jawa Tengah, Ketua Forum Komunikasi Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah (FKWPK), Pengurus Yayasan Cinta Sastra, Jakarta, dan Ketua III Komite Seni Budaya Nusantara (KSBN) Jawa Tengah. Sebelumnya sempat menjadi Wakil Ketua Seksi Budaya dan Film PWI Jawa Tengah dan Ketua Ikatan Penulis Keluarga Berencana (IPKB) Jawa Tengah. Sering diundang menjadi pembaca puisi, pemakalah, dan juri berbagai lomba sastra di Indonesia dan luar negeri.
© Sepenuhnya. All rights reserved.