Puisi: Kwatrin buat K (Karya Gunoto Saparie)

Puisi "Kwatrin buat K" karya Gunoto Saparie menggambarkan perasaan penyesalan dan keinginan untuk berbicara dengan "K" di tengah kondisi cuaca yang ..
Kwatrin buat K


di kelokan sebelum sampai rumahmu
kau pun memanggilku: mengapakah tak singgah?
tentulah sebentar lagi gerimis dan jalanan basah
aku ingin, o, aku ingin berkhutbah di atas bukit kelabu


Analisis Puisi:
Puisi "Kwatrin buat K" karya Gunoto Saparie adalah sebuah karya sastra yang memaparkan perasaan dan pemikiran penyair terhadap seseorang yang memiliki inisial "K." Puisi ini menggambarkan perasaan penyesalan dan keinginan untuk berbicara dengan "K" di tengah kondisi cuaca yang menggambarkan suasana hati penyair.

Panggilan dan Penyesalan: Puisi ini dimulai dengan pengakuan penyair bahwa "K" memanggilnya saat di kelokan sebelum sampai rumahnya. Namun, penyair tidak singgah dan menyampaikan penyesalan atas keputusannya tersebut. Ini menciptakan nuansa penyesalan yang kuat dalam puisi, di mana penyair merasa bahwa dia telah kehilangan kesempatan untuk berbicara dengan "K."

Konteks Cuaca: Penggunaan gambaran cuaca dalam puisi ini, seperti gerimis dan jalanan basah, bisa diartikan sebagai representasi kondisi emosional penyair. Cuaca yang suram dan hujan yang akan segera turun mencerminkan suasana hati yang gelap dan terbebani oleh penyesalan.

Keinginan untuk Berkutbah: Penyair menyatakan keinginannya untuk "berkhutbah di atas bukit kelabu." Ini bisa diartikan sebagai simbolisme dari keinginan penyair untuk menyampaikan perasaannya kepada "K." Bukit kelabu mungkin menggambarkan kesulitan dan hambatan dalam hubungan mereka.

Bahasa Sederhana: Puisi ini menggunakan bahasa yang sederhana, tetapi pesan emosionalnya sangat kuat. Gunakan kata-kata seperti "gerimis," "basah," dan "singgah" menciptakan citra yang mudah dipahami oleh pembaca.

Penutup yang Terbuka: Puisi ini berakhir dengan kalimat "aku ingin, o, aku ingin berkhutbah di atas bukit kelabu," yang memberikan kesan bahwa penyair masih memiliki harapan atau keinginan untuk berbicara dengan "K" di masa depan. Ini memberikan elemen penutup yang terbuka dan meninggalkan pembaca dengan rasa ingin tahu.

Puisi "Kwatrin buat K" menggambarkan perasaan penyesalan dan keinginan penyair untuk berbicara dengan seseorang yang disebut "K." Puisi ini menggunakan gambaran cuaca untuk menciptakan suasana hati yang suram dan mencerminkan perasaan penyair. Bahasa sederhana dan penutup yang terbuka meninggalkan ruang bagi interpretasi pembaca dan mendorong mereka untuk merenungkan pesan emosional dalam puisi ini.

Foto Gunoto Saparie 2019
Puisi: Kwatrin buat K
Karya: Gunoto Saparie

GUNOTO SAPARIE. Lahir di Kendal, Jawa Tengah, 22 Desember 1955. Pendidikan formal Sekolah Dasar Kadilangu Cepiring Kendal, Sekolah Menengah Pertama Cepiring Kendal, Sekolah Menengah Ekonomi Atas Kendal, dan Akademi Uang dan Bank Yogyakarta dan Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Semarang. Pendidikan informal Madrasah Ibtidaiyyah Islamiyyah Tlahab Gemuh Kendal dan Pondok Pesantren KH Abdul Hamid Tlahab Gemuh Kendal.

Kumpulan puisi tunggalnya yang telah terbit adalah Melancholia (Damad, Semarang, 1979), Solitaire (Indragiri, Semarang, 1981),  Malam Pertama (Mimbar, Semarang, 1996),  Penyair Kamar (Forum Komunikasi Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah, Semarang, 2018), dan Mendung, Kabut, dan Lain-lain (Cerah Budaya, Jakarta, 2019).

Kumpulan esai tunggalnya Islam dalam Kesusastraan Indonesia (Yayasan Arus, Jakarta, 1986). Kumpulan cerita rakyatnya Ki Ageng Pandanaran: Dongeng Terpilih Jawa Tengah (Pusat Bahasa, Jakarta, 2004) dan Mendung, Kabut, dan Lain-lain (Cerah Budaya, Jakarta, 2019).

Kumpulan esai tunggalnya Islam dalam Kesusastraan Indonesia (Yayasan Arus, Jakarta, 1986). Kumpulan cerita rakyatnya Ki Ageng Pandanaran: Dongeng Terpilih Jawa Tengah (Pusat Bahasa, Jakarta, 2004). Ia pernah menerbitkan antologi puisi bersama Korrie Layun Rampan berjudul Putih! Putih! Putih! (Yogyakarta, 1976) dan Suara Sendawar Kendal (Karawang, 2015).

Puisi-puisinya terhimpun dalam berbagai antologi bersama para penyair Indonesia lain, termasuk dalam Kidung Kelam (Seri Puisi Esai Indonesia - Provinsi Jawa Tengah, 2018).

Saat ini ia menjabat Pemimpin Redaksi Kampus Indonesia (Jakarta) dan Tanahku (Semarang) setelah sebelumnya menjabat Redaktur Pelaksana dan Staf Ahli Pemimpin Umum Koran Wawasan (Semarang). Sempat pula bekerja di bidang pendidikan, konstruksi, dan perbankan. Aktif dalam berbagai organisasi, antara lain dipercaya sebagai Ketua Umum Dewan Kesenian Jawa Tengah (DKJT), Fungsionaris Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Wilayah Jawa Tengah, Ketua Forum Komunikasi Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah (FKWPK), Pengurus Yayasan Cinta Sastra, Jakarta, dan Ketua III Komite Seni Budaya Nusantara (KSBN) Jawa Tengah. Sebelumnya sempat menjadi Wakil Ketua Seksi Budaya dan Film PWI Jawa Tengah dan Ketua Ikatan Penulis Keluarga Berencana (IPKB) Jawa Tengah. Sering diundang menjadi pembaca puisi, pemakalah, dan juri berbagai lomba sastra di Indonesia dan luar negeri.
© Sepenuhnya. All rights reserved.