Puisi: Rumah Ibu (Karya Alex R. Nainggolan)

Puisi "Rumah Ibu" karya Alex R. Nainggolan adalah sebuah karya yang penuh dengan refleksi dan perenungan mengenai peran seorang ibu dan kenangan ....
Rumah Ibu

barangkali ia sehimpunan doa yang berkerumun saat bayi menangisi waktu dan gemar meminum susu dari payudara yang padat sementara waktu telah sesak di matanya ia menua di kalender waktu menabung dosa dan tak lagi banyak bercakap hanya pengap di pangkal isak sungguh ia ingin ibu banyak berkata padanya bukan hanya sekadar usia atau insomnia yang meradang di kepalanya

perempuan wangi itu melintas di dalam teks yang berjalan. dan lelaki itu kehabisan ide, dengan cara yang bagaimana bakal tamat untuk membacanya. meski layar masih kelabu dan hujan menetes dari setiap celah tubuhnya. perempuan seksi itu masih saja berkelebat. dan ia cuma mendapatkan denyar angin yang menyisakan harum rambut dan tubuhnya. ia terpana dengan mata yang tak berkedip.


Analisis Puisi:
Puisi "Rumah Ibu" karya Alex R. Nainggolan adalah sebuah karya yang penuh dengan refleksi dan perenungan mengenai peran seorang ibu dan kenangan masa lalu. Puisi ini mengeksplorasi perasaan seorang anak terhadap ibunya, hubungan keluarga, serta perjuangan hidup yang penuh dengan keraguan dan harapan. Dengan gaya bahasa yang mendalam, puisi ini menyentuh hati pembaca dan mengajak mereka merenung tentang arti sejati dari kehidupan dan cinta kasih.

Ibu sebagai Simbol Kelembutan dan Pengorbanan: Puisi ini menggambarkan ibu sebagai sosok yang lembut dan penuh kasih sayang. Ia diibaratkan sebagai "sehimpunan doa yang berkerumun saat bayi menangisi waktu dan gemar meminum susu dari payudara yang padat." Kata-kata ini menggambarkan bagaimana ibu selalu hadir saat dibutuhkan, memberikan perhatian dan kasih sayang tanpa syarat kepada anaknya.

Perasaan Nostalgia dan Rasa Sakit: Penyair menggambarkan bahwa waktu telah "sesak di matanya" dan ia "menua di kalender waktu menabung dosa." Hal ini menunjukkan bahwa penyair merenungkan masa lalu dan merasakan rasa sakit yang mendalam. Perasaan nostalgia terhadap masa kecilnya, ketika ibu selalu ada untuknya, membuatnya merenungkan waktu yang telah berlalu dan bagaimana segala hal berubah seiring berjalannya waktu.

Perjuangan Hidup dan Kehilangan: Penyair juga menyiratkan bahwa hidup tidak selalu mudah, diungkapkan dengan baris "meski layar masih kelabu dan hujan menetes dari setiap celah tubuhnya." Ini menunjukkan bahwa ada kesedihan dan kesulitan yang dialami oleh penyair dalam hidupnya. Mungkin ada perasaan kehilangan atau kekosongan yang dirasakannya.

Keindahan dan Ketidakmampuan dalam Menggapai: Penyair mengekspresikan keindahan dan daya tarik perempuan yang lewat dalam teks yang berjalan, tetapi ia merasa kehabisan ide atau kata-kata untuk menggambarkannya. Hal ini mencerminkan ketidakmampuannya untuk sepenuhnya mencapai atau memahami keindahan tersebut. Ia hanya bisa mendapatkan "denyar angin yang menyisakan harum rambut dan tubuhnya," yang menunjukkan kehampaan atau kekosongan yang dirasakannya.

Keinginan untuk Berkomunikasi dengan Ibu: Penyair mengungkapkan keinginannya untuk mendengar ibu banyak berkata padanya, bukan hanya tentang usia atau masalah insomnia yang ia alami. Hal ini menunjukkan bahwa ia merindukan kedekatan dan komunikasi yang lebih dalam dengan ibunya, untuk merasa diberdayakan dan mendapat dukungan.

Puisi "Rumah Ibu" karya Alex R. Nainggolan adalah karya yang penuh dengan perasaan nostalgia, rasa sakit, dan kekosongan. Puisi ini menggambarkan kelembutan seorang ibu, perjuangan hidup, dan ketidakmampuan untuk sepenuhnya menggapai keindahan dalam kehidupan. Melalui puisi ini, pembaca diajak merenung tentang pentingnya hubungan keluarga dan makna sejati dari kasih sayang, serta bagaimana perjuangan hidup dan keraguan dapat mempengaruhi pandangan dan perasaan seseorang.

Puisi
Puisi: Rumah Ibu
Karya: Alex R. Nainggolan
© Sepenuhnya. All rights reserved.